Penyakit ini disebabkan oleh sejenis tungau yang disebut
Demodex sp., berbentuk seperti wortel, hidup dalam folikel rambut
dan kelenjar sebaseus dengan memakan sebum, serta debris (runtuhan sel)
epidermis. Kerugian eknomis karena penyakit ini adalah adanya
kerusakan kulit dan penurunan kondisi tubuh sehingga menurunkan nilai jualnya.
******
DEMODECOSIS
Sinonim: Kudis menular, Budug, Mange, Colak
A. PENDAHULUAN
Demodecosis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh sejumlah
parasit eksternak /tungau dari genus Demodex. Penyakit ini dapat menyerang
berbagai hewan antara lain anjing, kucing, sapi, kambing, domba, babi dan kuda,
kecuali unggas. Kasus demodecosis juga dilaporkan pada menyerang manusia.
Tungau Demodex sp hidup dalam folikel rambut dan kelenjar sebaseus dengan
memakan sebum, serta debris (runtuhan sel) epidermis. Umumnya anjing yang
terserang akan mengalami kerontokan rambut di daerah tetentu, seperti di
sekitar mata, mulut, leher, dan siku kaki depan, yang diikuti dengan munculnya
tonjolan- tonjolan pada kulit yang berwarna kemerahan. Demodekosis dikenal juga
dengan nama Red mange, Follicular mange, or Puppy mange sedangkan pada manusia
penyakit ini disebut sebagai “Black Heads”.
Kerugian eknomis yang diakibatkan oleh penyakit ini adalah adanya
kerusakan kulit dan penurunan kondisi tubuh sehingga menurunkan nilai jualnya.
Meskipun ditemukan dalam bentuk nodule kecil, tetapi berdampak pada penurunan
harga kulit yang signifikan. Kulit dari penderita demodecosis yang parah,
praktis tidak dapat dijual.
Tungau Demodex sp dipercaya sebagai fauna normal pada kulit.
Penularannya terjadi karena kontak langsung induk terhadap anak-anaknya pada
saat menyusui, yaitu sekitar 2-3 hari di awal-awal kehidupan. Tungau ini bahkan
sudah dapat ditemukan pada anak anjing yang berumur sekitar 16 jam. Suatu
penelitian menunjukkan bahwa anak anjing yang lahir melalui bedah caesar tidak
terinfestasi tungau Demodex sp. Umumnya anjing dewasa yang menderita
demodecosis berkorelasi positif dengan ganggungan sistem imun, seperti kanker,
penyakit liver, ginjal maupun ketidakseimbangan hormonal. Pada beberapa kasus
juga terjadi imunosupresi, akibat adanya penekanan terhadap produksi limfosit
T. Hewan yang sedang dalam terapi menggunakan obat imunosupresif seperti
kortikosteroid juga dapat berpengaruh pada sistem kekebalan tubuh hewan yang
akhirnya dapat memicu timbulnya demodecosis.
B. ETIOLOGI
Penyakit ini disebabkan oleh sejenis tungau yang disebut Demodex sp.,
berbentuk seperti cerutu atau wortel, mempunyai 4 pasang kaki yang pendek dan
gemuk serta memiliki 3 ruas. Bagian perutnya terbungkus kitin dan bergaris
melintang menyerupai cincin serta memipih ke arah caudal. Ukuran tungau
bervariasi antara 0,2 – 0,4 mm. Beberapa spesies tungau memiliki inang spesifik,
seperti demodecosis pada sapi pada sapi disebabkan oleh D.bovis, pada anjing
oleh D.canis, D.cornei dan D.injai. Pada kucing disebabkan oleh D.cati dan
D.gatoi, pada kambing oleh D.caprae, D.criceti pada marmot, D.phylloides pada
babi D.equi pada kuda dan D.folliculorum pada manusia.
Tungau demodex hidup di dalam kelenjar minyak dan kelenjar keringat
(glandula sebacea) dan memakan epitel serta cairan limfe dari beberapa hewan,
kecuali unggas. Dalam kondisi tertentu tungau demodek dapat menginfestasi
manusia.
C. EPIDEMIOLOGI
1. Siklus Hidup
Seluruh siklus hidup demodec sp berlangsung pada tubuh inangnya selama
20-35 hari, yang terdiri dari telur, larva, nimfa dan dewasa di dalam folikel
rambut atau kelenjar keringat. Tungau jantan terdistribusi pada permukaan
kulit, sedangkan tungau betina meletakkan 40-90 telur yang berbentuk simpul (spindel shape) di
dalam folikel rambut. Larva dan nimfa terbawa oleh aliran cairan kelenjar ke
muara folikel. Dilokasi inilah, tungau dewasa kawin. Telur akan menetas menjadi
larva berkaki enam dalam waktu 1-5 hari, lalu berkembang menjadi nimfa yang
berkaki delapan, kemudian menjadi dewasa. Waktu yang diperlukan sejak dari
telur sampai menjadi dewasa adalah antara 11-16 hari.
2. Sifat Alami Agen
Tungau Demodec sp memiliki daya tahan hidup yang sangat baik, bahkan
diluar inang dengan kondisi lingkungan yang lembab dilaporkan mampu bertahan
hidup selama berhari-hari. Perbedaan morfologi tungau yang berasal dari satu
inang dan inang lainnya sulit dibedakan walaupun disebutkan sebagai spesies
yang berbeda.
Gambar 1. Demodex sp
(Sumber: http://www.pietklinik.com/ wmview.php? ArtID=34)
3. Spesies Rentan
Semua hewan mamalia rentan terhadap penyakit ini, antara lain anjing,
kucing, kambing, domba, babi, kuda, sapi, kerbau, marmot, kelinci dan manusia.
4. Pengaruh Lingkungan
Tungau hidup di dalam folikel rambut dan kelenjar sebaseus, dapat
hidup dalam beberapa hari pada inang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui
bahwa tungau dapat hidup selama 21 hari dalam potongan rambut /bulu pada
kondisi basah dan dingin, sedangkan pada kondisi normal tungau betina dapat
hidup sekitar 40 hari, namun tungau pada umumnya amat peka terhadap kekeringan.
5. Sifat Penyakit
Penyakit umumnya bersifat
endemis.
6. Cara Penularan
Penularan melalui kontak langsung antara hewan sehat dengan penderita.
7. Distribusi Penyakit
Penyakit Demodecosis telah tersebar luas di seluruh Indonesia.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Gejala klinis yang tampak pada kulit berupa alopecia (kebotakan),
kemerahan, dan kulit mejadi berkerak. Pada tahap yang lebih lanjut, dapat
terjadi demodecosis general disertai dengan peradangan dan infeksi sekunder
oleh bakteri. Lapisan kulit yang terinfeksi terasa lebih berminyak saat
disentuh.
Tungau sangat menyukai bagian tubuh yang kurang lebat bulunya, seperti
moncong hidung dan mulut, sekitar mata, telinga, bagian bawah badan,
pangkal ekor, leher
sepanjang punggung dan
kaki. Rasa gatal
yang ditandai dengan hewan selalu mengaruk dan menggosokkan badannya
pada benda lain atau menggigit bagian tubuh yang gatal, sehingga terjadi
iritasi pada bagian yang gatal berupa luka/lecet, kemudian terjadi infeksi
sekunder sehingga timbul abses, sering luka mengeluarkan cairan (eksudat) yang
kemudian mengering dan menggumpal dan membentuk kerak pada permukaan kulit.
Ada 2 (dua) bentuk infeksi pada kulit akibat iritasi yaitu bentuk
squamous (bersisik) dan bentuk pustular (benjolan). Bentuk squamous biasanya
terdapat pada anjing, sedangkan bentuk pustular sering ditemukan pada sapi.
Ukuran benjolan /nodule sangat bervariasi, mulai dari berukuran kecil sampai
sekitar 2 cm, bahkan lebih besar. Lesi berawal pada daerah kepala, menjalar ke
daerah leher dan kemudian dapat menutupi seluruh tubuh.
2. Patologi
Tidak ada tanda yang khas pada perubahan anatomi, selain adanya perubahan
/lesi pada kulit seperti tersebut di atas.
3. Diagnosa
Diagnosa berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium untuk
mengidentifikasi adanya tungau Demodex sp.
Langkah diagnosis yang
dapat dilakukan adalah
dengan melakukan deep skin
scraping atau pengerokan kulit hingga berdarah. Scraping dilakukan dengan
memegang dan menggosok daerah terinfeksi untuk mengeluarkan tungau dari folikel
dengan menggunakan scalpel. Scraping dilakukan pada beberapa tempat. Setelah
hasil scraping didapatkan, hasil tersebut kemudian diperiksa di bawah mikroskop
dengan pembesaran 10X untuk menginterpretasikan hasil kerokan kulit tersebut.
4. Diagnosa Banding
a. Folikulitis /furunkulosis akibat bakteri, dermatophytosis,
pemphigus kompleks, dermatitis kontak, dermatomiositis, dan lupus erytrematous
kompleks.
b. Dermatitis yang disebabkan oleh jamur atau Scabies .
5. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
Spesimen berupa kerokan pada kulit yang terinfeksi tungau dimasukkan
ke dalam cawan petri tanpa ditambah larutan apapun, atau ditambah larutan
Glycerol 5-10 % untuk melihat tungau yang masih hidup dan melihat pergerakannya
di bawah mikroskop. Identifikasi tungau dapat dilakukan dengan menambahkan
NaOH 10 % atau KOH 10 % secara mikroskopis.
Isi pustula yang diperoleh dengan jalan melakukan sayatan pada bagian
kulit dari pustula /nodula dimasukkan ke dalam botol yang berisi formalin 5 %
atau alkohol 70 % agar lebih tahan lama apabila spesimen tersebut akan
dikirimkan /diperiksa ke tempat lain.
E. PENGENDALIAN
1. Pengobatan
Pengobatan pada demodecosis bergantung pada tingkat keparahan kasus
yang terjadi. Pengobatan yang diberikan memerlukan waktu yang lama dan harus
dipantau secara berkala selama 4-6 minggu, untuk memastikan populasi Demodex
kembali normal. Pemeriksaan skin scrap perlu dilakukan dengan interval 2
minggu, jika hasil pemeriksaan menunjukkan tidak ditemukannya Demodex pada 2
kali pemeriksaan, maka hewan tersebut dapat dikatakan sudah sembuh, dan
pengobatan dapat dihentikan.
Demodecosis dapat menyerang kembali hewan yang sudah sembuh, jika
sistem kekebalan hewan tersebut mengalami penurunan. Pengobatan dilarang
menggunakan kortikosteroid sistemik maupun topikal, karena kortikosteroid dapat
menyebabkan imunosupresi yang kemungkinan akan memperparah demodecosis.
Pengobatan pada demodecosis
lokal dapat dilakukan
dengan memberikan salep yang mengandung 1 % rotenone (goodwinol
ointment) maupun gel benzoyl peroxide 5 % yang diaplikasikan sekali sehari
setiap hari selama 1-3 minggu. Selain itu, pengobatan harus disertai dengan
memandikan hewan dan melakukan pemberian shampoo yang mengandung antiseboroik
(benzoyl peroxide) secara berkala minimal semingu sekali.
Selanjutnya dapat memberikan
amitraz yang diencerkan
dengan konsentrasi 0,1 % pada area alopecia sehari sekali selama dua
minggu. Pemberian amitraz dilakukan bila demodecosis sudah menyeluruh dan tanpa
disertai komplikasi. Untuk mengurangi efek samping dari amitraz dapat
menggunakan yohimbin dengan dosis 0,25 ml/10 kg BB secara intravena perlahan-lahan.
Pada kasus demodecosis yang disertai dengan komplikasi (disertai
pyoderma, kulit bersisik, pengerasan kulit luar, dan hipofungsi kelenjar
tyroid), maka pengobatan awal ditujukan untuk mengobati pyoderma sebelum
mengobati demodecosis dengan akarisida.
Pengobatan pada canine generalized demodecosis (CGD), tidak hanya
untuk membunuh tungau saja, tetapi juga untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder. Pengobatan dapat dilakukan dengan memandikan hewan dengan amitraz
dengan konsentrasi 0,025 % dua kali seminggu. Sebaiknya sebelum menggunakan
amitraz, hewan terlebih dahulu dimandikan dengan shampoo yang mengandung
benzoyl peroxide untuk mengurangi minyak dan runtuhan sel epidermis.
Pada anjing yang memiliki bulu panjang dan lebat, harus dilakukan
pencukuran rambut terlebih dahulu agar obat lebih mudah meresap. Obat sistemik
yang dapat diberikan adalah ivermectin (300-600 µg/kg bb/hari), Milbemycin
(1.0-2.0 mg/kg bb/hari), Moxidectine (0.5 mg/kg bb 2 minggu 1x secara topikal),
dan vitamin E sebagai penguat efek terapi akarisida (400-
800 IU 3-5x/hari).
Pemakaian ivermectin perlu diwaspadai karena obat ini memiliki
kontraindikasi untuk anjing jenis Collie, Shelties, Australian shepherds, dan
Old English sheepdogs. Efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian
ivermectin adalah salivasi dan inkoordinasi. Obat akarisida tetap dilanjutkan
sebanyak 2-3x setelah pemeriksaan kerokan kulit menunjukkan hasil yang negatif.
Hal-hal yang menjadi faktor penting untuk mencegah demodecosis adalah dengan memperbaiki nutrisi,
mengatasi gangguan parasitik, dan
gangguan lainnya.
Pengobatan secara individual, beberapa obat dapat dipakai, antara lain
Benzoas Bensilikus 10 % dioleskan pada bagian kulit yang luka, BHC 0,05 %,
Coumaphos 0,05-0,1 % dengan cara disemprotkan atau merendam pada seluruh badan,
Coumaphos salep 1-2 %. Sedangkan akarisida misalnya ivermectin dengan dosis 200
g/kg bb diberikan secara subcutan atau amitraz sebagai obat luar.
2. Pencegahan, Pengendalian
dan Pemberantasan
Tindakan pencegahan dan pengendalian dapat dilakukan dengan
menghindari terjadinya kontak antara hewan sehat dengan hewan sakit, serta
menjaga kebersihan kandang dan lingkungannya.
F. DAFTAR PUSTAKA
Anonim 1981. Pedoman
Pengendalian Penyakit Hewan
Menular. Jilid 1-5.
Direktorat Kesehatan Hewan.
Direktorat Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Anonim 1999. Manual Standart Diagnostik Penyakit Hewan. Direktorat
Jenderal Peternakan dan Japan International Cooperation Agency (JICA).
Anonim 1979. The Merck Veterinary Manual. A Handbook of Diagnosis and Therapy
for the Veterinarian. USA.
Bunawan A 2009. Demodecosis pada Anjing.
http://www.pietklinik.com/wmview. php?ArtID=34
Desch CEA, Hillier 2003. Demodex injai : A New Species of Hair
Follicle Mite (Acari : Demodecidae) from
the Domestic Dog (Canidae). Abstract. J. Med. Entomol. 40(2) : 146-149.
Dharma DMN, Putra AAG 1997 : Penyidikan Penyakit Hewan. Buku Pegangan.
BPPH Wilayah VI Denpasar. Bali.
Shipstone M, 2000. Generalised Demodecosis in Dogs, Clinical
Perspective. Aus. Vet. J. Vol. 78 (4) : 240-242.
Soulby EJL 1974: Helminth, Arthropods and Protozoa of Domesticated
Animal. 6th Edition. London.
Paradis M. 1999. New Approaches to the Treatment of Canine
Demodecosis. Veterinary Clinics of North America : Small Animal Practice
Zivienjak T. 2005. A Retrospective Evaluation of Efficacy in Therapy
for Generalized Canine Demodecosis. Veterinarski Archiv. 75 (4) : 303-305
Penulis,
Disadur oleh drh Giyono Trisnadi, Sumber: Manual Penyakit Hewan
Mamalia Diterbitkan oleh: Subdit Pengamatan Penyakit Hewan Direktorat Kesehatan
Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian
Jl. Harsono RM No. 3 Gedung C, Lantai 9, Pasar Minggu, Jakarta 12550
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar