UJI STERILITAS, PEMBEBASAN BAHAN BIOLOGIK DARI KONTAMINASI DAN ANALISA RISIKONYA

Pembebasan dari kontaminasi didefinisikan sebagai suatu ketidak beradaannya organisme hidup tertentu. Hal ini dapat dicapai dengan cara tertentu dan dengan melakukan prosedur secara aseptik. Makalah berikut adalah hasil terjemahan drh. Sri Yusnowati  Medik Veteriner Madya, Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian.


******


UJI UJI UNTUK STERILITAS
DAN PEMBEBASAN BAHAN BIOLOGIK DARI KONTAMINASI
(TERJEMAHAN)

Oleh:
SRI YUSNOWATI


(Naskah Asli: Test For Sterility And Freedom From Contamination Of Biological Materials. Chapter 1.1.7. NB:  Ve rsion  a d opted  by  the  World  A ssembly  of  De legates  of  the  OIE  in  M ay  2008. OIE Terrestrial Manual 2012)

NB: Versi yang diambil oleh Delegasi OIE Majelis Legislatif Dunia pada bulan Mei 2008. BAB 1.1.7

PENDAHULUAN

Sterilisasi didefinisikan sebagai ketidakberadaannya organisme hidup.  Yang dapat dicapai dengan pemanasan, filtrasi, perlakuan dengan etilen oksida atau dengan mengionisasi irradiasi, dan dengan melakukan setiap proses secara aseptic. Pembebasan dari kontaminasi didefinisikan sebagai suatu ketidak beradaannya organisme hidup tertentu.  Hal ini dapat dicapai dengan memilih bahan dari sumberdaya yang menunjukkan bebas dari organisme tertentu dan dengan melakukan prosedur secara aseptic. Jaminan yang memadai dari sterilisasi dan pembebasan kontaminasi hanya dapat dicapai dengan pengendalian yang benar dan tepat dari bahan primer yang digunakan dan pemrosesan selanjutnya dan cara penyimpanannya.  Pengujian yang dilakukan terhadap produk diperlukan untuk memeriksa bahwa pengendalian telah tercapai.

A. PROSEDUR UMUM

1. Bahan-bahan primer harus dikoleksi dari sumber yang menunjukkan bebas dari kontaminasi dan ditangani dengan berbagai cara untuk memperkecil kontaminasi dan kemungkinan perbanyakan dari kontaminan.

2. Bahan-bahan yang dapat disterilisasi tanpa mempengaruhi kegiatan biologikalnya harus disterilisasi dengan suatu metode yang efektif terhadap bahan tersebut.  Metode tersebut harus menurunkan tingkat kontaminasi sampai ke tingkat yang tidak dapat dideteksi sebagaimana yang ditetapkan oleh uji sterilitas yang sesuai (lihat paragraph B.3 di bawah ini).

3. Jika digunakan satu proses sterilisasi, maka proses tersebut harus divalidasi untuk menunjukkan kesesuaian dan dapat dikendalikan dengan  memadai yang akan menunjukkan bahwa proses sterilisasi tersebut berfungsi dengan benar pada setiap kejadian.

4. Bahan-bahan yang tidak disterilisasi dan  bahan yang akan diproses lebih lanjut setelah disterilisasi harus ditangani secara aseptik.

5. Lingkungan dimana dilakukan penanganan secara aseptic harus dipelihara dengan pernyataan yang bersih dan dilindungi dari sember kontaminasi dari luar, dan harus diawasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari internal.

B. VAKSIN VIRUS HIDUP YANG DIGUNAKAN DENGAN CARA INJEKSI

1. Bahan yang berasal dari hewan harus di (a) sterilisasi, atau (b) secara nyata diperoleh dari hewan sehat yang harus ditunuukkan bebas dari organisme pathogen yang dapat dipindahkan dari hewan asal ke hewan yang divaksinasi, atau ke jenis hewan manapun yang kontak dengan hewan asal, atau (c) bahan yang terbukti bebas dari mikroorganisme pathogen.

2. Benih dari banyak jenis virus dan setiap barisan sel yang digunakan untuk menumbuhkan virus harus terbukti bebas dari bakteri, jamur, mikoplasma, virus asing dan pathogen lainnya yang dapat dipindahkan dari jenis hewan asal ke jenis hewan yang akan divaksinasi atau setiap jenis jenis hewan yang berhubungan dengan hewan asal.  Untuk memproduksi vaksin unggas dan prosedur pengawasan mutu vaksin ini, direkomendasikan untuk menggunakan telur ayam berembrio yang bebas pathogen (telur SPF).

3. Setiap nomor tanding vaksin (batch number of vaccine) harus melalui suatu uji sterilitas yang serupa dengan metode yang dipublikasikan (Dewan Eropa, 2011; Uni Eropa, 1999; Kode negara Amerika Serika Peraturan Negara bagian, 2007; WHO, 1998)

4. Setiap nomor tanding vaksin  harus melalui uji yang sesuai untuk membuktikan bahwa vaksin bebas dari virus asing (beberapa uji mencakup uji pada biakan sel yang rentan terhadap virus dari jenis yang akan divaksinasi, uji pada telur berembrio, dan jika diperlukan, uji pada hewan percobaan).

5. Beberapa Negara mensyaratkan bahwa setiap nomor tanding dari vaksin lulus uji untuk bebas dari mikoplasma.  Metode uji yang sesuai telah dipublikasikan (Dewan Eropa, 2011; Kode negara Amerika Serika Peraturan Negara bagian, 2007; WHO, 1998)

6. Uji-uji untuk bebas dari bakteri tertentu mungkin diperlukan seperti uji terhadap Salmonella, Mycobacterium tuberculosis, Brucella spp, dan Leptospira spp (Dewan Eropa, 2011; Kode negara Amerika Serika Peraturan Negara bagian, 2007)

C. VAKSIN VIRUS HIDUP YANG DIBERIKAN MELALUI AIR MINUM, SPRAY ATAU PELUKAAN KULIT

1. Berlaku untuk paragraf B. 1, 2 4, 5 dan 6.

2. Mungkin dapat diperbolehkan jumlah terbatas adanya kontaminasi dari bakteri dan jamur yang non-patogen (lihat Bagian J.2.5).

D. VAKSIN VIRUS YANG DIINAKTIVASI

1. Berlaku untuk paragraph B.1, 2 dan 3.

2. Setiap nomor tanding vaksin harus. Lulus dari uji terhadap inaktivasi virus yang akan memvaksin.  Pengujian dilakukan sebelum penambahan bahan pengawet.  Proses inaktivasi dan pengujian digunakan untuk mendeteksi virus yang masih hidup setelah dilakukannya inaktivasi harus divalidasi yang akan membuktikan bahwa vaksin sesuai dengan peruntukkannya.

3. Demonstrasi menunjukkan bahwa metode inaktivasi  juga akan menginaktivasi pathogen lain yang mungkin diperlukan kecuali  vaksin telah memenuhi kondisi yang disebutkan pada paragraph B.4 dan B.5.

E. VAKSIN BAKTERI HIDUP

1. Berlaku untuk paragraph B.1

2. Lot dari benih bakteri harus menunjukkan bebas dari bakteri lain sebagaimana bebas dari jamur dan mikoplasma.

3. Setiap nomor tanding vaksin harus lulus  dari uji kemurnian yang dilakukan dengan menggunakan media padat dan mengabaikan pertumbuhan bakteri yang akan dibuat vaksin.

4. Beberapa Negara mensyaratkan setiap nomor tanding vaksin bakteri harus lulus test bebas dari mikoplasma.  Metode uji yang sesuai telah dipublikasi. (WHO, 1998, dan untuk mikoplasma unggas: dewan Eropa, 2011).

F. VAKSIN BAKTERI YANG DIINAKTIVASI

1. Berlaku untuk paragraf B.1, B.3 dan E.2

2. Setiap nomor tanding vaksin harus lulus uji inaktivasi dari bakteri yang dijadikan vaksin.  Jika tepat, uji sterilitas mungkin digunakan untuk tujuan ini.

G. SERUM HEWAN

1. Berlaku untuk paragraph B.1.  Beberapa Negara mensyaratkan karantina, sertifikasi kesehatan dan uji terhadap penyakit tertentu yang dilakukan dari serum yang sama dari hewan yang diperiksa (Kode negara Amerika Serika Peraturan Negara bagian, 2007).

2. Berlaku untuk paragraph B.2 atau E.2, jika digunakan virus atau bakteri dalam produksi serum tersebut.

3. Setiap nomor tanding dari serum harus lulus uji sterilitas.   Metode uji yang sesuai telah dipublikasi (Dewan Eropa, 2011; Kode negara Amerika Serika Peraturan Negara bagian, 2007).

4. Setiap nomor tanding serum harus lulus terhadap uji yang sesuai untuk membuktikan bahwa serum tersebut bebas dari virus asing. (Beberapa uji termasuk uji pada biakan sel yang rentan terhadap virus dari jenis yang akan diberi perlakuan, uji pada telur berembrio dan jika diperlukan uji pada hewan percobaan).

5. Beberapa Negara mensyaratkan setiap nomor tanding serum lulus uji bebasa dari mikoplasma.  Metode uji yang sesuai telah dipublikasi. (WHO, 1998, dan untuk mikoplasma unggas: dewan Eropa, 2011).

H. AGEN DIAGNOSTIK HEWAN

1. Berlaku untuk paragraph B.1 dan 3.

2. Berlaku untuk paragraph B.2 dan D.2 jika virus digunakan pada produksi agen diagnostic; berlaku untuk E.2 dan F.2 apabila digunakan bakterium.

I. EMBRIO, SEL TELUR DAN SEMEN

Perlakuan khusus harus dilakukan yang berhubungan dengan penggunaan embrio, sel telur dan semen (Hare, 1985).

J. PROTOKOL CONTOH

1. Prosedur Umum
Bahan yang digunakan dalam produksi produk biologik harus disterilisasi dan/atau diuji untuk memastikan bebas dari kontaminan sebelum digunakan.  Sampel produk biologic yang telah selesai proses juga harus diuji terhadap kontaminan bakteri, jamur dan mikoplasma.
Metode assay yang digunakan untuk uji terhadap bakteri, mikoplasma, jamur dan virus yang digambarkan disini berasal dari berbagai sumber dan disampaikan sebagai contoh metode yang dapat digunakan dengan meyakinkan.

2. Mendeteksi Bakteri dan Jamur
Metode assay ini menggambarkan bahan dan metode yang digunakan untuk mendeteksi bakteri dan jamur baik dengan metode filtrasi membrane atau inokulasi langsung dari metode media larutan yang digunakan untuk bahan yang tidak sesuai untuk filtrasi membrane.

2.1. Prosedur umum untuk mendeteksi bakteri dan jamur yang aktif
Standard uji untuk mendeteksi bakteri dan jamur asing yang ada dalam bahan mentah, stok benih, atau produk akhir adalah uji filtrasi membrane atau uji sterilitas inokulasi langsung.
Untuk teknik filtrasi membrane, digunakan suatu filter yang memiliki ukuran lubang tidak lebih besar dari 0,45 µm dan diameter tidak lebih dari 47 mm.  filter nitrat selulosa harus digunakan jika bahan berupa larutan air atau berminyak; filter selulosa asetat harus digunakan jika bahan merupakan larutan yang tinggi alkoholnya, berminyak atau minyak-adjuvan.  Segera sebelum kandungan dari kontener atau kontener yang akan diuji difilter, maka filter dilembabkan dengan 20-25 ml larutan A atau B.

Larutan A – untuk produk atau bahan cair: Larutkan 1g pencernaan usus dari jaringan hewan ke dalam air sampai volume menjadi 1 liter, filter atau sentrifus untuk menjernihkan, sesuaikan pH menjadi 7,1 ± 0,2m, tuang ke dalam wadah dalam jumlah 100 ml dan sterilisasi dengan otoklaf.
Larutan B – untuk produk atau bahan berminyak adjuvant: tambahkan 1 ml polysorbat 80 ke dalam 1 liter Larutan A,  sesuaikan pH menjadi 7,1 ± 0,2m, tuang ke dalam wadah dalam jumlah 100 ml dan sterilisasi dengan otoklaf.

Jika bahan atau produk biologic yang diuji ada antimikroba, maka membrane dicuci tiga kali setelah sampel diberikan 100 ml larutan yang sesuai (A atau B).  Membran kemudian seluruhnya dipindahkan ke media biakan, secara aseptic dipotong menjadi beberapa bagian yang sama dan ditaruh di atas media, atau media dipindahkan ke dalam membrane yang ada dicorong filter. 

Jika sampel uji mengandung mertiolat sebagai pengawet, maka digunakan media larutan tioglikolat (FTM) dan membrane diinkubasi pada suhu 30-35ºC dan 20-25 ºC.
Jika sampel uji merupakan bahan biologic yang telah dimatikan tanpa pengawet mertiolat, FTM digunakan pada suhu 30-35ºC dan Soybean Casein Digest Medium (SCDM) pada suhu 20-25 ºC. 

Jika sampel uji merupakan bahan biologic virus yang hidup, maka digunakan SCDM pada suhu inkubasi 30-35ºC dan 20-25 ºC. 

Baru-baru ini, telah disarankan bahwa agar sulfit polimiksin sulfadiazine digunakan untuk meningkatkan pendeteksian Clostridium spp. jika digunakan teknik filtrasi membrane (Tellez et al, 2005).

Jika dipilih inokulasi langsung dari media biakan, digunakan pipet atau syringe dan jarum steril  yang secara aseptic memindahkan bahan biologic secara langsung ke dalam media cair.  Jika bahan biologic yang diuji ada antimikrobanya, rasio dari inokulum terhadap volume media biakan harus ditentukan sebelum pengujian mulai dilakukan.  Untuk menentukan volume media yang benar untuk meniadakan kegiatan antimikroba, digunakan 100 colony-forming units (CFU) dari mikroorganisme pengendali yang didaftarkan pada Tabel 1. 

Jika sampel uji mengandung mertiolat sebagai pengawetnya, maka digunakan FTM dalam pembuluh uji yang diinkubasi pada suhu 30-35ºC dan 20-25 ºC.  Pertumbuhan harus terlihat jelas setelah waktu inkubasi yang sesuai (lihat Bagian J.2.2).

Jika sampel yang diuji merupakan bahan biologic yang sudah dimatikan tanpa mertiolat, atau bahan biologic bakteri hidup, maka digunakan FTM pada suhu  30-35ºC dan SCDM pada suhu 20-25 ºC. 

Jika sampel uji berupa bahan biologic virus hidup, digunakan SCDM dengan menggunakan kedua suhu inkubasi.

Jika vaksin bakteri yang sudah diinaktivasi merupakan bahan biologic clostridial, atau mengandung komponen clostridial, digunakan FTM dengan menambahkan 0,5% ekstrak sapi (FTMB) untuk menggantikan FTM.  Hal itu juga mungkin diinginkan untuk menggunakan FTM dan CDM untuk semua uji yang dilakukan.

Untuk kedua uji filtrasi membrane dan sterilitas inokulasi langsung, semua media diinkubasi untuk tidak kurang dari 14 hari.  Pada interval selama inkubasi, dan setelah inkubasi 14 hari, pembuluh uji diperiksa untuk kejadian pertumbuhan mikroba.  Pertumbuhan mikroba harus dikonfirmasi dengan subkultur dan pewarnaan Gram.

Tabel 1. Beberapa strain koleksi biakan tipe Amerika1dengan media dan kondisi inkubasinya masing-masing

Media
Mikroorgansime yang diuji
Inkubasi
Suhu (ºC)
Kondisi
FTM
Bacillus subtillis ATCC # 6633
30-35
Aerobik
FTM
Candida krusei ATCC # 6528
20-25
Aerobik
SCDM
Bacillus subtillis ATCC # 6633
30-35
Aerobik
SCDM
Candida krusei ATCC # 6528
20-25
Aerobik
FTMB
Clostridium sporogenes ATCC # 11437
30-35
Anaerobik
FTMB
Staphylococcus aureus ATCC # 6538
30-35
Aerobik

2.2.      Pemicu pertumbuhan dan uji interferen
Sterilitas media harus dikonfirmasi dengan menginkubasi masing-masing kontener pada suhu yang sesuai dengan lamanya waktu yang tertentu untuk masing-masing uji.

Kemampuan media biakan untuk mendukung pertumbuhan dalam ada dan ketidakadaannya produk, komponen produk, sel, benih atau bahan uji lainnya harus divalidasi untuk setiap produk yang diuji, dan untuk setiap nomor tanding yang baru atau lot dari media biakan yang baru.

Untuk menguji kemampuan media dalam mendukung pertumbuhan ketidakadaannya bahan uji, maka media harus diinokulasi dengan sejumlah 10-100 organisme pengendali yang disarankan strain Koleksi Biakan Tipe Amerika (ATCC) yang terdaftar dalam Tabel 1 dan diinkubasi tergantung pada kondisi yang khusus.

Untuk menguji kemampuan media biakan dalam mendukung pertumbuhan adanya bahan uji, maka kontener harus diinokulasi  

secara simultan dengan kedua bahan uji (lihat Bagian J.2.3) dan sejumlah 10-100 organisme pengendali.  Jumlah kontener yang digunakan minimal harus satu setengah kali jumlah yang digunakan untuk menguji produk atau komponen produk.  Media uji dianggap memuaskan apabila jelas terlihat kejadian pertumbuhan organisme pengendali pada semua kontener media yang diinokulasi dalam waktu 7 hari.  Pada kejadian dimana terjadi pertumbuhan, organisme harus diidentifikasi untuk mengkonfirmasi bahwa organisme asalnya ditambahkan pada medium.  Uji sterilitas dipertimbangkan menjadi tidak valid apabila media menunjukkan respon pertumbuhan yang tidak memadai, atau jika pemulihan organisme bukan merupakan organisme yang digunakan untuk menginokulasi bahan uji.

2.3. Jumlah item yang akan diuji
Jumlah item/barang dalam suatu nomor tanding menentukan jumlah kontener yang harus diuji setrilitasnya.  Jika ukuran nomor tanding tidak lebih dari 100, maka 10% atau 4 kontener atau hitungan yang mana saj yang lebih besar harus diuji.  Jika nomor tanding berisi antara 100 dan 500 kontener, maka 10 kontener harus diuji.  Jika nomor tanding terdiri dari  lebih dari 500 kontener, maka 2% atau 20 kontener, yang mana yang diambil hitungan yang lebih kecil, harus diuji.  Suatu alternative yang akan diuji adalah jumlah maksimal dari 10 kontener untuk semua seri selain produk otogene.

Jumlah inokulum uji sterilitas tergantung pada mutu bahan biologic dalam setiap kontener.  Jika jumlah kurang dari 1 ml, maka seluruh isi digunakan untuk setiap media.  Jika jumlah isi antara 1-4 ml, maka separuh isinya digunakan untuk setiap media.  Jika jumlah isi antara 4-20 ml, maka 2 ml inokulum digunakan untuk setiap media.  Jika jumlah dalam setiap kontener antara 20-100 ml, maka 10% dari isinya digunakan per media.  Jika jumlah per kontener lebih besar dari 100 ml, maka 10% atau 50 ml, yang mana diambil yang terbesar, digunakan untuk menginokulasi setiap media.

2.4. Interpretasi hasil uji sterilitas
Jika pertumbuhan ditemukan pada setiap media tapi dapat ditunjukkan oleh pengendali bahwa media atau tekniknya salah, maka uji yang pertama dinyatakan tidak valid dan mungkin dilakukan pengulangan.  Jika pertumbuhan mikroba ditemukan di setiap pembuluh uji dari pengujian pertama namun tidak ada kejadian yang tidak valid, maka kemungkinan dilakukan pengujian ulang.  Jumlah minimal dari kontener biologic, pembuluh uji dan filter membrane pada suatu pengujian ulangan merupakan jumlah penggandaan yang digunakan pada uji pertama.  Jika tidak ada pertumbuhan di pengujian pertama atau pada pengujian ulangan, bahan biologic memenuhi persyaratan pengujian dan dipertimbangkan kepuasan hasil sterilitasnya.  Jika pengendali tidak dapat menunjukkan bahwa media atau teknik dari pengujian ulangan salah/gagal, maka pengujian ulang mungkin akan dikerjakan kembali.

2.5 Prosedur umum untuk menguji vaksin virus hidup yang diproduksi dari telur dan diberikan melalui air minum, spray, atau perlukaan kulit untuk mengetahui keberadaan bakteri dan jamur

Masing-masing nomor tanding dari biological kontener akhir harus memiliki suatu jumlah rata-rata kontaminasi tidak lebih dari satu koloni bakteri atau jamur per dosis vaksin yang direkomendasikan untuk unggas, atau sepuluh koloni per dosisnya untuk hewan jenis lainnya (lihat Bagian J.2.3 di atas untuk menentukan jumlah sampel yang akan diuji).  Dari masing-masing kontener sampel, setiap dua petri dish diinokulasi dengan vaksin yang sebanding dengan sepuluh dosis jika vaksin direkomendasikan digunakan pada unggas, atau satu dosis jika direkomendasikan digunakan untuk hewan lainnya. 

Terhadap masing-masing plate ditambahkan 20 ml media agar yang diinfusi otak-jantung (BHIA) yang mengandung 0,007 IU (unit internasional) penisilin per ml.  Satu plate harus diinkubasi pada suhu 30-35ºC selama 7 hari dan plate yang satunya diinkubasi pada suhu 20-25 ºC selama 14 hari.  Koloni dihitung di akhir masa inkubasi. Rata-rata perhitungan koloni pada semua plate memperlihatkan bahwa nomor tanding dibuat untuk setiap kondisi dari masing-masing inkubasi.  Jika rata-rata penghitungan pada kondisi inkubasi ada lebih dari satu koloni per dosis untuk vaksin yang direkomendasikan dipergunakan bagi unggas, atau lebih dari sepuluh koloni per dosis untuk vaksin yang direkomendasikan dipergunakan bagi hewan lainnya pada permulaan pengujian, maka mungkin dilakukan kembali pengujian untuk menghilangkan hasil uji yang salah dengan menggunakan jumlah ganda dari kontener akhir yang tidak terbuka. 

Jika rata-rata penghitungan pada masing-masing kondisi inkubasi dari pengujian final untuk satu nomor tanding melebihi satu koloni per dosisinya untuk vaksin yang direkomendasikan digunakan untuk unggas, atau sepuluh koloni per dosisnya bagi vaksin yang direkomendasikan dipergunakan bagi hewan lainnya, nomor tanding vaksin harus dipertimbangkan sebagai hasil yang tidak memuaskan.

2.6. Prosedur umum untuk menguji kemurnian pada lot benih bakteri dan bakteri biologic hidup

Masing-masing benih lot bakteri atau nomor tanding dari biological bakteri hidup harus diuji terhadap kemurniannya dengan menginokulasi SCDM, yang diinkubasi pada suhu 20-25 ºC selama 14 hari, dan FTM, diinkubasi pada suhu 30-35ºC selama 14 hari (lihat Bagian J.2.3 di atas untuk menentukan jumlah sampel yang akan diuji dan jumlah inokulum uji yang digunakan).  Digunakan pipet steril atau syringe dan jarum suntik secara aseptic memindahkan sejumlah bahan biologic secara langsung ke dalam dua jenis media biakan.  Rasio minimum dari inokulum terhadap media biakan adalah 1:15

Jika inokulum atau pertumbuhan bakteri untuk vaksin membuat media menjadi keruh maka ketidakberadaannya pertumbuhan mikroba yang atipikal tidak dapat ditentukan dengan pemeriksaan secara visual, maka subbiakan harus dibuat dari semua tabung yang keruh pada hari ke-3 sampai hari ke-11.  Mensubbiakkan akan selesai dilakukan dengan memindahkan 0,1-1,0 ml ke dalam kaldu yang berbeda dank e dalam agar dan diinkubasi selama 14 hariuntuk mencapai keseimbangan. Pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Gram harus juga selesai dilakukan.

Jika tidak ada pertumbuhan bakteri yang atipikal di setiap pembuluh yang diuji dan pada saat diperbandingkan dengan kontrol positif termasuk yang ada pada pengujian, maka lot dari biological dipertimbangkan sebagai hasil yang memuaskan untuk uji kemurnian. Jika ditemukan pertumbuhan yang atipikal tetapi dapat ditunjukkan oleh kontrol yang ada, dan dinyatakan bahwa media atau teknik yang digunakan salah, sehingga uji yang pertama harus dilakukan ulangan. Jika pertumbuhan bakteri atipikal ditemukan tapi tidak ada kejadian yang membatalkan uji yang dilakukan, maka mungkin dilaksanakan suatu pengujian ulang.  Keduakalinya jumlah kontener biological dan pembuluh untuk pengujian dari uji yang pertama digunakan pada uji ulangan. 

Jika tidak ditemukan pertumbuhan bakteri atipikal pada uji ulangan, maka bahan biological tersebut dipertimbangkan sebagai memuaskan terhadap uji kemurnian.  Jika ditemukan pertumbuhan bakteri yang atipikal dalam setiap pembuluh yang diuji ulang, bahan biological dipertimbangkan sebagai hasil yang tidak memuaskan. Jika dapat ditunjukkan oleh kontrol bahwa media atau teknik dari pengujian ulang yang dilakukan salah, maka pengujian ulang harus dilakukan kembali.

3. Mendeteksi kontaminasi Mikoplasma

3.1. Prosedur umum untuk mendeteksi kontaminasi Mikoplasma
Setiap nomor tanding dari vaksin viral hidup, dari setiap lot virus benih master (MSV), setiap lot dari stok primer dan sel master (MCS), dan semua bahan asal hewan yang tidak disterilisasi dengan otoklaf harus diuji untuk ketidakberadaannya mikoplasma.  Harus digunakan media padat dan cair yang akan mendukung pertumbuhan dari sejumlah kecil organisme yang diuji, seperti organisme yang mengkontaminasi tipical Acholeplasma laidlawii, Mycoplasma arginini, M. fermentans, M. hyorhinnis, M. orale, dan  M. synoviae.  Sifat nutrisi dari media padat harus sedemikian rupa menyebabkan dapat tumbuh organisme tidak kurang dari 100CFU apabila di masing-masing plate diinokulasi 100-200CFU.  Jika ke dalam media cair diinokulasikan 20-40 CFU organisme yang diuji, maka media cair harus berubah warna yang sesuai.  Kemampuan media biakan dalam mendukung pertumbuhan keberadaannya organisme dari produk vaksin harus divalidasi untuk setiap produk vaksin yang akan diuji, dan bagi setiap nomor tanding yang baru atau terhadap lot media biakan.

Satu sampel dari setiap lot vaksin, MSV dll harus diuji.  Inokulasikan setiap empat plate dari media padat dengan 0,25 ml sampel yang akan diuji, dan inokulasi 100 ml dari media cair dengan 10 ml sampel.  Sebagai alternative adalah dengan menginokulasikan setiap plate media padat dengan 0,1 ml sampel yang akan diuji dan 1 ml sampel yang akan diuji diinokulasi ke dalam 100 ml media cair.  Inkubasi kedua plate tersebut pada suhu 30-35ºC secara aerobic (atmosfir dari udara yang mengandung 5-10% CO2 dan kelembaban yang memadai) dan inkubasikan juga dua plate secara anaerobic (atmosfir nitrogen yang mengandung 5-10% CO2 dan kelembaban yang memadai) selama 28 hari. 

Pada hari ke-3 atau hari ke-4 setelah inokulasi, lakukan subbiakan 0,25 ml dari media cair pada kedua plate media padat.  Inkubasi satu plate secara aerobic dan plate kedua secara anaerobic pada suhu 35-37 ºC sampai hari ke-28 masa uji.  Ulangi prosedur subbiakan pada hari ke-6, 7 atau ke-8 dan lakukan kembali pada hari ke-13 atau ke-14.  Metode alternative adalah dengan mensubbiakkan pada hari ke-3, 5, 10 dan 14 pada plate dari media padat.  Semua plate subbiakan diinkubasi selama 10 hari kecuali untuk subbiakan yang 14 hari diinkubasi selama 14 hari.  Amati media cair setiap 2-3 hari dan jika ada perubahan warna segera lakukan subbiakan.

3.2. Interpretasi hasil uji Mikoplasma
Pada hari terakhir dari masa inkubasi (hari ke-28), periksa semua media padat yang diinokulasi secara mikroskopik untuk melihat keberadaan koloni mikoplasma.  Sampel yang diuji lulus uji jika pertumbuhan koloni mikoplasma terjadi pada kontrolpositif, dan jika pertumbuhan tidak terjadi pada setiap media padat yang diinokulasi dengan bahan uji.  Jika pada setiap stadium uji, lebih dari satu plate yang terkontaminasi bakteri atau jamur secara tidak disengaja, atau pecah, pengujiannya tidak valid dan harus diulang. 

Jika koloni mikoplasma ditemukan pada setiap plate agar, pengujian harus diulang, pertama untuk mengkonfirmasi kontaminasi adanya mikoplasma. Kedua, volume (0,5 ml) dari bahan biologic yang diuji harus digunakan pada waktu pengujian ulang.  Jika koloni mikoplasma ditemukan pada setiap plate agar yang diuji ulang, maka sampel uji ditetapkan tidak memuaskan karena adanya kontaminasi mikoplasma.  Beberapa mikoplasma tidak dapat dipanen, yang berarti MSV dan MCS harus diuji menggunakan indicator garis sel (sel Vero), pewarnaan DNA, atau metode reaksi rantai polymerase (PCR).

4. Mendeteksi kontaminasi Salmonella
Setiap nomor tanding dari bahan biological virus hidup yang dibuat dalam telur harus bebas dari kontaminasi Salmonella.  Pengujian ini harus dilakukan sebelum ditambahkan bakteriostatik atau bakterisidal.  Lima sampel dari masing-masing nomor tanding harus diuji; 5 ml atau satu setengah isi kontener, yang digunakan yang lebih sedikit, dari sampel harus digunakan untuk menginokulasi 100 ml kaldu triptose dan tetrationat.  Larutan kaldu yang diinokulasi harus diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35-37 ºC.  Pindahan kaldu ini harus dibuat pada agar MacConkay dan Salmonella-Shigella, diinkubasikan selama 18-24 jam dan diperiksa lagi.  Jika diamati ada koloni yang mencirikan Salmonella, kemudian lakukan subbiakan pada media berbeda yang sesuai untuk identifikasi positif.  Jika ditemukan Salmonella, maka nomor tanding dari bahan biological tidak memuaskan.

5. Mendeteksi virus dalam bahan biologik
Bahan biologic ditujukan untuk melihat kontaminasi viral yang tidak dapat disterilisasi sebelum digunakan, misalnya bahan dari asal hewan (contoh serum), sel primer, stok sel garis atau stok benih viral harus diuji sebelum bahan-bahan tersebut digunakan.  Metode assay digambarkan untuk mendeteksi kontaminasi viral dengan melihat efek kelainan sel (CPE: cytopathic effect), haemadsorption, haemagglutination, teknik antibody fluorescent (FAT) dan metode sesuai lainnya, misal PCR dan ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay).  Semua bahan biological harus diuji secara khusus untuk pestivirus.  Bahan unggas dan vaksin harus diinokulasi pada biakan sel unggas primer, telur dan/atau anak ayam umur sehari (DOC) untuk mendeteksi virus unggas.  Tambahan lagi untuk memeriksa CPE dan abnormalitas selular di dalam sel/telur/DOC yang diinokulasi, termasuk juga uji untk melihat adanya virus yang dapat mengadsorbsi darah dan virus yang dapat menggumpalkan darah.

Sel harus diuji dengan cara berikut ini.  Pada hari ke-0, sel primer atau sel beku yang akan diuji dibenihkan pada termos berukuran 75 cm2; 7 hari kemudian, setidaknya disiapkan dua termos berukuran 75 cm2.  Pada hari ke-14, satu termos digunakan untuk menguji sel untuk melihat adanya sitofatologi, haemadsorpsi dan pewarnaan antibody fluoresen (prosedur mengikuti).  Termos lainnya dipasase kedua kali, dan pada hari ke-21 dilakukan 3 siklus beku-pencairan.  Metode alternative adalah dengan melakukan pembekuan-pencairan sel pada 26 hari pelaksanaan bukan pada hari ke-21 saja.  Setelah siklus ketiga dari pembekuan-pencairan, sel disentrifus pada kecepatan 2000 g selama 10 menit, dan supernatant digunakan untuk menginokulasi sel yang sensitive terhadap virus yang sesuai, misalnya sel yang peka terhadap virus yang mungkin ada pada jenis hewan darimana sel tersebut berasal, sel yang peka terhadap virus yang mungkin muncul pada hewan yang mana bahan akan digunakan dan sel peka terhadap pestivirus.  Sel ini kemudian lulus dua kali pada interval hari ke-7, dan diuji untuk melihat adanya sitofatologi, haemadsorpsi dan pewarnaan antibody fluoresen.

Bahan-bahan dari asal hewan diuji baik pada sel ginjal kera hijau Afrika (Vero sel) dan pada suatu garis sel atau sel primer yang berasal dari jenis hewan yang sama sebagaimana bahan yang sedang diuji.  Sel di dalam termos berukuran 75 cm2 diinokulasi dengan 3,75 ml bhan yang diuji dalam 25 ml media atau 15% dari bahan yang diuji, yang digunakan yang lebih sedikit jumlahnya.  Sel dipasase dua atau tiga kali pada interval hari ke-7, dan diuji untuk melihat adanya sitofatologi, haemadsorpsi dan pewarnaan antibody fluoresen.  Sel harus diamati untuk melihat adanya sitofatologi setiap 2-3 hari, dan sebelum masing-masing dilakukan subbiakan selama masa inkubasi.

MSV diuji pada sel Vero, garis sel atau sel primer dari jenis hewan yang dimaksudkan produk vaksin, dan garis sel atau sel primer dari jenis hewan dimana produk disiapkan (jika berbeda dari jenis hewan yang dimaksud).

Untuk setiap tipe sel yang diperlukan diuji, 1 ml MSV yang diuji dicairkan atau dilarutkan dan dinetralkan dengan menambahkan 1 ml antiserum monospesifik. Serum harus bebas dari antibody terhadap setiap kontaminan dari uji dimaksud.  Antisera juga harus diuji terhadap pengaruh yang menghambat nonspesifik.  Paling tidak selalu diperlukan dua tipe sel, maka minimal diperlukan 2 ml MSV dan 2 ml antiserum.  Antiserum diperbolehkan untuk menetralkan MSV pada suhu ruang selama 1 jam.  2 ml campuran MSV/antiserum diinokulasikan ke sel yang sesuai yang ada dalam  termos berukuran 75 cm2.  Jika MSV diketahui menghasilkan titer yang sangat tinggi atau menjadi agen yang sulit dinetralkan, atau jika serum yang memblok diketahui menghasilkan titer yang rendah, antiserum yang memblok dapat ditambahkan sejumlah 1-5% ke dalam media pertumbuhan pada konsentrasi akhir.  Sel harus dipasase paling tidak dua kali dalam masa 14 hari, dan biakan akhir diperiksa untuk mengetahui adanya sitofatologi, haemadsorpsi dan pewarnaan antibody fluoresen. 

Prosedur pewarnaan May-Grünwald-Giemsa biasanya digunakan untuk mendeteksi sitofatologi yang disebabkan virus asing.  Lapisan mono biasanya  dipersiapkan pada dua ruang biakan jaringan dari dua slide dan diinkubasi selama 7 hari.  Lubang plastic dari slide dihilangkan dengan meninggalkan paking karet yang melekat pada slide.  Slide dicuci dalam fosfat buffer saline (PBS) merk Dulbecco hangat, difiksasi dalam alcohol dan ditempatkan pada rak pewarnaan.  Slide diwarnai dengan pewarnaan May-Grünwald yang dilarutkan dengan methanol aboslut 1:5 selama 15 menit pada suhu ruang. 

Pewarnaan May-Grünwald dihilangkan dengan membalik slide. Slide kemudian diwarnai denngan pewarnaan Giemsa yang dilarutkan dalam air deionase 1:15 selama 20 menit.  Pewarnaan Giemsa dihilangkan dengan membalik slide dan mencucinya dalam air deionase selama 10-20 detik.  Slide dikeringkan dengan dianginkan di udara, kemudian diberikan minyak paraffin dan tutup dengan penutup slide. Pewarnaan May-Grünwald-Giemsa akan membedakan nucleoprotein DNA dan RNA. Warna nucleoprotein DNA merah-ungu, sedangkan nucleoprotein RNA biru. Lapisan mono diperiksa dengan mikroskop konvensional untuk melihat adanya badan inklusi, sel raksasa  dengan jumlah yang abnormal, atau sitofatologi lain yang disebabkan oleh kontaminan viral.  Lapisan mono yang diinokulasi diperbandingkan dengan lapisan mono yang tidak diinokulasi. Jika ditemukan sitofatologi yang disebabkan virus asing, maka bahan yang diuji harus ditetapkan tidak memuaskan.

Pengujian yang dilakukan untuk mendeteksi virus asing yang menghasilkan haemadsorpsi pada sel yang diinfeksi biasanya dilakukan pada lapisan sel mono (monolayers) dari pasase kedua biakan sel yang diinokulasi bahan yang diuji dan pada biakan sel yang tidak diinoklasi.  Lapisan mono biasanya dibuat dalam termos plastic berukuran 75 cm2. Marmut, DOC dan darah apapun untuk digunakan pada metode uji assay dikoleksi dalam volume yang sebanding dengan larutan Alsever.  Darah dapat disimpan pada suhu 4 ºC selama lebih dari 7 hari jika dicuci beberapa kali dengan larutan Alsever sebelum disimpan dalam larutan Alsever dalam jumlah yang sebanding. Jika akan digunakan, maka sebelum digunakan eritrosit sebelumnya dicuci dulu dengan menambahkan 5 ml darah dalam larutan Alsever tadi ke dalam larutan PBS yang bebas dari kalsium dan magnesium sampai volume menjadi 45 ml dan disentrifus dalam tabung sentrifus 50 ml pada kecepatan 500 g selama 10 menit. 

Supernatant dihilangkan dengan menyedot dan eritrosit dibuat suspense dalam PBS dan di sentrifus ulang.  Prosedur pencucian diulang paling tidak dua kali sampai supernatant menjadi jernih.  Eritrosit dari setiap jenis dikombinasikan dengan menambahkan 0,1 ml dari setiap tipe sel darah penuh (packed blood cell) ke dalam PBS sehingga volume menjadi 100 ml.  Eritrosit dari spesies yang berbeda dapat disimpan secara terpisah atau dicampur sesuai keinginan.  Ke dalam setiap termos, tambahkan 5 ml suspense eritrosit, dan inkubasi termos pada suhu 4 ºC selama 30 menit. Lapisan mono dicuci dua kali dengan PBS dan diperiksa adanya haemadsorpsi.  Jika tidak muncuk haemadsorpsi, maka tambahkan 5 ml suspense eritrosit ke masing-masing termos, kemudian termos diinkubasi pada suhu 20-25 ºC selama 30 menit, dicuci sebagaimana yang dilakukan sebelumnya, dan diperiksa lagi terhadap adanya haemadsorpsi. 

Termos yang terpisah mungkin digunakan untuk setiap suhu inkubasi jika diinginkan.  Lapisan mono diperiksa terhadap adanya haemadsorpsi baik secara gross (menggunakan suatu kotak sarung tangan yang diiluminasi) dan secara mikroskopik.  Penting untuk membandingkan lapisan mono yang tidak diinokulasi dengan lapisan mono yang diuji untuk mendeteksi haemadsorpsi yang nonspesifik yang mungkin terjadi dengan beberapa tipe sel.  Penggunaan PBS bebas kalsium-magnesium dan eritrosit segar harus dicegah terjadinya haemadsorpsi nonspesifik.  Jika ditemukan haemadsorpsi spesifik menjadi agen asing, bahan yang diuji harus ditetapkan sebagai tidak memuaskan.

Uji-uji untuk mendeteksi virus asing oleh antibody fluoresen biasanya digunakan lapisan sel mono dari pasase kedua dari biakan sel yang diinokulasi bahan yang diuji dan biakan sel yang tidak diinokulasi.  Lapisan sel mono biasanya ada pada slide biakan jaringan ruang delapan. Satu slide kontrol positif 9terdiri dari delapan lapisan sel mono) dibuat untuk setiap konjugat antiviral dengan menginokulasi setiap lapisan sel mono dengan sekitar 100 TCID50 (dosis infektif biakan jaringan 50%) dari virus yang sesuai. 

Tiga kelompok lapisan sel mono diwarnai dengan masing-masing konjugat antiviral.  Yaitu grup 1- pasase kedua biakan sel yang diinokulasi bahan uji; grup 2- pasase kedua dari biakan sel yang tidak diinokulasi; dan grup 3- pasase kedua dari biakan sel yang tidak diinokulasi (untuk produksi biakan sel kontrol positif).  Pada saat pewarnaan, dinding plastic dari slide dihilangkan, meninggalkan paking karet yang melekat pada slide.  Slide dicuci dalam PBS merk Dulbecco, difiksasi tidak kurang dari 10 menit dalam aseton pada suhu 4 ºC, dan dikeringkan. Sekitar 0,1 ml dari masing-masing konjugat ditempatkan pada setiap sumur pada satu slide dari Grup 1, 2 dan slide kontrol positif dari Grup 3. 
Slide diinkubasi dalam ruang yang lembab pada suhu 37 ºC selama 30 menit, dicuci sekali dalam PBS merk Dulbecco, dan ditempatkan dalam kontener berisi PBS merk Dulbecco selama 10 menit.  Slide dicuci sepenuhnya dalam air deionisase dan dikeringkan.  Semua slide diperiksa untuk melihat adanya fluoresen yang bereaksi terhadap setiap virus yang spesifik.  Tiga slide dari setiap grup dengan konjugat yang sama diperbandingkan.  Jika slide yang disiapkan dari sel yang diinokulasikan dengan bahan yang diuji menunjukkan setiap kejadian fluoresen viral yang spesifik, maka MSV harus  ditetapkan tidak memuaskan.
_________

1 American Type Culture Collection, 10801 University boulevard, Manassas, Virginia 20110-2209, USA.

PUSTAKA

COUNCIL OF EUROPE (2011). European Pharmacopoeia, Seventh Edition. Editions of the Council of Europe, Strasbourg, France.

EUROPEAN UNION (1999). The Rules Governing Medicinal Products in the European Union. Eudralex, Vols 4–9. Office Publications of the European Communities, Luxembourg.

HARE W.C.D. (1985). Diseases transmissible by semen and embryo transfer techniques. OIE Technical Series No. 4. OIE, Paris, France. ISBN 92-9044-164-1.

TELLEZ S., CASIMIRO R., VELA A.I., FERNANDEZ-GARAYZABAL J.F., EZQUERRA R., LATRE M.V., BRIONES V., GOYACHE J., BULLIDO R., ARBOIX M. & DOMINGUEZ L. (2005). Unexpected inefficiency of the European pharmacopoeia sterility test for detecting contamination in clostridial vaccines. Vaccine, 24, 1710–1715.

UNITED STATES CODE OF FEDERAL REGULATIONS (2007). Animals and Animal Products, Title 9, Parts 1–199. The Office of the Federal Register, National Archives and Records Administration. US Government Printing Office, Washington DC, USA.

WORLD HEALTH ORGANIZATION (WHO) (1998). WHO Expert Committee on Biological Standardization. World Health Organization Technical Report Series, Report No. 858. World Health Organization, Geneva, Switzerland. ISBN 92-4-120878-3.

BACAAN LAINNYA

Details of methods and culture media will be found in the following books, and also in commercial catalogues.

BARROW G.I. & FELTHAM R.K.A., eds. (1993). Cowan and Steel’s Manual for the Identification of Medical Bacteria, Third Edition. Cambridge University Press, Cambridge, UK.

CODE OF FEDERAL REGULATIONS (2003) Subchapter E. Viruses, serums, toxins, and analogous products; organisms and vectors. In: Code of Federal Regulation, Animals and Animal Products, Title 9, Parts 101–124. The Office of the Federal Register, National Archives and Records Administration. US Government Printing Office, Washington, DC, USA, 557–737.

COLLINS C.H., LYNE P.M. & GRANGE J.M., eds. (1995). Collins and Lyne’s Microbiological Methods, Seventh Edition. Butterworth Heinemann, Oxford, UK.

MURRAY P.R., ed. (2003). Manual of Clinical Microbiology, Eighth Edition. American Society for Microbiology Press, Washington DC, USA.

******


ANALISA RISIKO UNTUK BAHAN BIOLOGIK
PERUNTUKKAN BIDANG VETERINER SELAIN VAKSIN


(Naskah Asli: Appendix 1.1.9.1. Risk Analysis Is For Biologicals For The Veterinary Use Other Than Vaccines)

PENDAHULUAN

Tujuan pada bab ini, terminologi “biologik” maksudnya “bahan biologik untuk penggunaan di bidang veteriner selain dari vaksin veteriner”

KATEGORISASI BAHAN BIOLOGIKAL

Kategorisasi menyediakan suatu alat yang memfasilitasi analisa risiko untuk perdagangan bahan biological secara internasional.

Sistim kategorisasi harus memperhitungkan sumber, alam dan pernyataan tujuan dari bahan biological diproduksi.  Dengan melakukan analisa risiko generic, dan dengan mengembangkan sertifikasi generic serta jaminan mutu, pasokan produk yang berkelanjutan dapat dibuat tersedia tanpa keperluan untuk pengulangan penilaian risiko yang mahal dan mengkonsumsi sumber daya yang nyata.  Sekali dibuat kategorisasi ini, penilaian risiko dapat dihubungkan dengan pabrikan yang sesuai dan parameter pengujian.  Kategori bahan biological untuk penggunaan bidang veteriner dimana penilaian risiko generic mungkin termasuk yang dapat diterapkan (tidak berdasarkan atas urutan risiko):
1. Bahan sintetis
2. Asam amino, alcohol, ester, gula dan vitamin
3. Kosmetik
4. Ekstrak tanaman dan proses biokimia dari asal tanaman
5. Produk yang berasal dari fermentasi mikroba
6. Diagnostic, analitikal dan kit imunokemikal untuk penggunaan in-vitro
7. Bahan yang berasal dari manusia
8. Terapetik
9. Implant dari asal manusia
10. Antibody dan immunoglobulin
11. Asam deoksiribonukleik (DNA), asam ribonukleik (RNA), enzim larangan dan produk biologi molecular lain
12. Garis sel dan hibridomas
13. Protein hewan, hormone, enzim, albumin, ekstrak jaringan dan media biakan yang mengandung bahan hewan
14. Serum hewan
15. Mikroorganisme (konvensional atau dimodifikasi secara genetic)
16. Probiotik
17. Specimen awetan, slide mikroskop dan preparat usap
Semua bahan ini mungkin mengandung agen pathogen tergantung pada sumber dan prosedur pemrosesannya.

INFORMASI YANG DISAMPAIKAN PADA WAKTU MELAMPIRKAN DOKUMEN IMPORTASI

Ketika diusahakan analisa risiko untuk bahan biological, yang berwenang dalam bidang veteriner harus mengikuti Panduan Terrestrial.  Pabrikan atau yang berwenang dalam bidang veteriner dari Negara pengekspor harus membuat informasi yang rinci tentang sumber bahan yang digunakan pabrikan produk tersebut, dengan meyakinkan-jika diperlukan- (misalnya substrat).  Pihak tersebut harus membuat rincian yang ada dari metode pabrikan (dan dimana inaktivasi sesuai) dari substrat dan bahan komponen, prosedur jaminan mutu untuk setiap langkah dalam proses, rejim pengujian produk akhir, dan farmakopeia dengan produk yang mana harus disesuaikan di Negara asal.  Mereka juga harus membuat tersedianya organisme penantang, biotipenya dan sera rujukan, dan alat lain dari pengujian produk yang sesuai.

PROSES ANALISA RISIKO

Analisa risiko harus seobjektif dan transparan mungkin dan harus di tunjukkan dalam kaitannya dengan Bagian 2 dari Kode Terrestrial,  dan sertifikasi dalam garis dengan Bagian 5 Kode Terrestrial.  Menurut kebutuhan, penilaian Negara dan factor umum serta tindakan pengurangan risiko akan sebagian besar didasarkan pada data pabrikan.  Data ini lebih tergantung pada jaminan mutu semua tahapan pabrikan, daripada pengujian pada produk akhirnya saja.
Paparan domestic mungkin dipengaruhi oleh penggunaan produk yang disetujui.  Yang berwenang di bidang Veteriner mungkin membatsi penggunaan beberapa produk (misal larangan penggunaan pada institusi dari biosekuriti yang sesuai).

BIOKONTENMEN

Biokontenmen yang sesuai mungkin diperlukan untuk banyak bentuk bahan biological.  Secara khusus, importasi mikroorganisme eksotik harus dilakukan terkait dengan Bab 1.1.3 Biosafety dan biosekuriti di laboratorium mikrobiologi veteriner dan fasilitas hewan.

***
Catatatan:
Makalah terjemahan ini telah diarsipkan di Perpustakaan Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani dengan nomor katalog: 602.11.0012.PUSKH.II.2015. ditulis oleh: drh. Sri Yusnowati. Medik Veteriner Madya, Pejabat Fungsional Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian.

Tulisan asli:
Test For Sterility And Freedom From Contamination Of Biological Materials. Chapter 1.1.7. And Appendix 1.1.9.1. Risk Analysis Is For Biologicals For The Veterinary Use Other Than Vaccines. NB:  Ve rsion  a d opted  by  the  World  A ssembly  of  De legates  of  the  OIE  in  May  2008. OIE Terrestrial Manual 2012.

******

PENTING UNTUK PETERNAKAN: