PERDAGANGAN SATWA LIAR DAN MUNCULNYA PENYAKIT GLOBAL

Perdagangan satwa liar menjadi mekanisme sumber penularan penyakit pada tingkat yang menyebabkan wabah penyakit pada manusia, hewan (ternak), mengamcam populasi satwa liar asli, dan kesehatan ekosistem. Makalah hasil terjemahan ini ditulis oleh drh. Dede Sriwahyuni MSi, Medik Veteriner Muda, Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani.

******


PERDAGANGAN SATWA LIAR DAN MUNCULNYA PENYAKIT GLOBAL
(Terjemahan)
 
Oleh: Dede Sri Wahyuni

(Diterjemahkan dari: Wildlife Trade and Global Disease Emergence. By: William B. Karesh, Robert A. Cook, Elizabeth L. Bennett, and James Newcomb. Volume 11, Number 7—July 2005. Perspective)


ABSTRAK

Perdagangan global satwa liar menyebabkan terjadinya penularan penyakit yang tidak hanya menyebabkan wabah penyakit pada manusia tetapi juga mengancam ternak, perdagangan internasional, kehidupan pedesaan, populasi satwa liar asli, dan kesehatan ekosistem. Wabah yang dihasilkan dari perdagangan satwa liar telah menyebabkan kerugian ekonomi global sampai dengan ratusan miliar dolar. Dibandingkan dengan mengeradikasi patogen atau spesies liar yang dapat menjadi media pembawa patogen, metode pendekatan praktis dengan menurunkan kontak antara spesies yang berbeda, termasuk manusia, terutama kontak akibat adanya perdagangan satwa liar. Ketika perdagangan satwa liar berfungsi sebagai system jaringan yang berskala bebas dengan kegiatan utama, titik-titik ini memberikan kesempatan untuk mengontrol dalam memaksimalkan efek dari upaya regulasi.

******

PERDAGANGAN SATWA LIAR DAN MUNCULNYA PENYAKIT GLOBAL

Ancaman terhadap kesehatan global dan faktor risiko untuk munculnya penyakit infeksius berasal dari perubahan iklim, kemiskinan sampai dengan masalah keamanan, tetapi beberapa sebagai akibat langsung pengelolaan perdagangan global satwa liar. Perdagangan satwa liar menjadi mekanisme sumber penularan penyakit pada tingkat yang tidak hanya menyebabkan wabah penyakit pada manusia tetapi juga mengancam ternak, perdagangan internasional, kehidupan pedesaan, populasi satwa liar asli, dan kesehatan ekosistem.

Menghitung perdagangan satwa liar secara global hampir tidak mungkin dilakukan karena skalanya yang bervariasi mulai dari barter secara lokal sampai dengan perdaganga besar dengan rute internasional, serta banyak yang dilakukan secara ilegal atau melalui jaringan informal. Beberapa perkiraan menunjukkan bahwa sekitar 40,000 primata hidup, 4 juta unggas hidup, 640.000 reptil hidup, dan 350 juta ikan tropis hidup diperdagangkan secara global setiap tahunnya (World Wildlife Fund-United Kingdom 2001).

Satwa liar hidup di sejumlah pasar di Guangzhou, Cina, menjual belikan musang kelapa bertopeng, musang luak, kijang, babi hutan, landak, rubah, tupai, tikus bambu, gerbil, berbagai spesies ular, dan kucing macan tutul yang terancam punah, serta anjing domestik, kucing, dan kelinci (AAF 2005). Setelah wabah severe acute respiratory syndrome (SARS) pada tahun 2003, 838.500 hewan liar dilaporkan disita dari pasar di Guangzhou (BBC 2003).

Mamalia liar, burung, dan reptil dilaulintaskan setiap hari melalui pusat-pusat perdagangan, di mana hewan-hewan ini kontak dengan manusia dan dengan puluhan spesies lain sebelum mereka dikirim ke pasar lain, dijual secara lokal, atau bahkan dibebaskan dan dikirim kembali ke alam liar sebagai bagian dari kebiasaan agama sebegai melepas kebaikan (Mather 2005) atau karena mereka menjadi hewan peliharaan yang tidak diinginkan.

Di pasar tunggal di Sulawesi Utara, Indonesia, sampai dengan 90.000 mamalia yang dijual per tahun (Clayton dan Milner-Gulland 2000). Dalam sebuah survei yang dilakukan pada 1 pasar di Thailand selama 25 pekan pada > 70.000 burung, yang mewakili dari 276 spesies, dijual (Round 1990). Sebuah survei serupa pada 4 pasar di Bangkok pada tahun 2001 menemukan bahwa dari 36.537 burung yang diamati; hanya 37% yang asli Thailand, sementara 63% adalah nonnative spesies (Round dan Jukmongkkol 2003).

Sebagai pengganti data perdagangan yang akurat, perkiraan konservatif  di Asia Timur dan Tenggara, puluhan juta hewan liar yang dikirim setiap tahun secara regional dan dari seluruh dunia sebagai makanan atau digunakan dalam pengobatan tradisional. Estimasi untuk perdagangan dan konsumsi lokal dan regional daging hewan liar di Afrika Tengah saja > 1 miliar kg per tahun (Wilkie dan Carpenter 2003), dan diperkirakan untuk konsumsi di lembah Amazon antara 67-164 juta kilogram per tahun (Robinson dan Redford 1991, Peres 2000); untuk mamalia saja, konsumsi mencapai 6.400.000-15.800.000 ekor hewan (Peres 2000). Di Afrika Tengah, perkiraan jumlah hewan yang dikonsumsi manusia setiap tahunnya bervariasi yaitu sekitar 579.000.000 ekor (Fa dan Peres 2003).

Para pemburu, penjual kelas menengah, dan konsumen terjadi beberapa kontak dengan hewan liar yang diperdagangkan. Paparan secara temporer dapat terjadi pada hewan liar lainnya yang diperdagangkan, hewan domestik dan hewan liar pemakan bangkai di desa-desa dan wilayah pasar akibat memakan sisa atau limbah satwa liar yang diperdagangkan. Diperkirakan sekitar 1 miliar kali per tahun gabungan kontak langsung dan tidak langsung antara satwa liar, manusia, dan hewan domestik akibat dari perdagangan satwa liar. Perdagangan global ini semakin meningkat, ditambah dengan pesatnya modernisasi alat transportasi dan fakta bahwa pasar berfungsi sebagai pusat jaringan dibandingkan sebagai tempat produk akhir. Lalulintas meningkat secara dramatis dan berpotensi sebagai sumber penularan antar-spesies dari setiap hewan yang secara alami sebagai host agen infeksius.

Sejak tahun 1980, lebih dari 35 jenis penyakit infeksius baru menginfeksi manusia (Institute of Medicine 2003) atau sekitar 1 jenis pada setiap 8 bulan. Sumber HIV diduga terkait dengan konsumsi manusia terhadap jenis primata non-manusia (Feng et al. 1999). Beberapa waktu terakhir, wabah demam berdarah Ebola pada manusia ditelusuri akibat adanya kontak pasien dengan kera besar terinfeksi yang diburu untuk dikonsumsi (Leroy et al. 2004). SARS dengan penyebab Coronavirus telah dikaitkan dengan perdagangan internasional pada karnivora kecil (Bell et al. 2004). Sebuah studi yang membandingkan antibodi dari paparan coronavirus ini menunjukkan peningkatan yang dramatis dari prevalensi rendah atau nol pada musang di peternakan samapi mencapai prevalensi sekitar 80% pada musang diuji di pasar (Tu et al. 2004).



Gambar 1. Penjual yang menjual burung liar untuk dilepaskan di sebuah kuil di Thailand. (Foto: WB Karesh).

Perpindahan agen infeksius akibat perdagangan satwa tidak terbatas pada pathogen di manusia, tetapi juga mempengaruhi patogen pada hewan domestik dan satwa liar asli. Virus influenza type H5N1 baru-baru ini diisolasi dari 2 elang gunung yang di impor secara ilegal ke Belgia dari Thailand (Van Borm 2005). Paramyxovirus sangat patogen untuk unggas domestic yang masuk ke Italia melalui pengiriman beo, burung lovebirds, dan kutilang yang diimpor dari Pakistan sebagai hewan peliharaan (World Parrot Trust 2004). Monkeypox diintroduksi ke native spesies rodensia dan kemudian ke manusia di Amerika Serikat melalui impor rodensia Afrika liar dari Ghana untuk perdagangan sebagai hewan peliharaan di US (Guarner et al. 2004).

Chytridiomycosis, penyakit jamur yang sekarang diidentifikasi sebagai penyebab utama kepunahan 30% spesies amfibi di seluruh dunia, tersebar akibat perdagangan internasional katak berkuku di Afrika  (Weldon et al. 2004). Akibat pelepasan burung liar dan reptil yang diperjualbelikan memberikan jalan lain untuk tersebarnya agen infeksi baru ke alam liar (Mather 2005) dan memerlukanperhatian yang lebih lanjut (Gambar).

Banyak penyakit ditularkan melalui spesies pembawa jenis parasit yang sama melalui hewan yang diimpor. Misalnya, dari November 1994 sampai dengan Januari 1995, petugas Departemen Pertanian Amerika Serikat yang memeriksa 349 pengiriman reptil dari 22 negara yang membawa 117.690 hewan. Kutu yang dihilangkan di hewan pada 97 pengiriman, dengan total pengiriman 54.376 hewan (Animal Health Association 1995). Kutu membawa banyak agen penyakit yang membahayakan ternak dan kesehatan manusia, antara lain penyakit heartwater, Lyme disease, dan Babesiosis.

Kemungkinan penyebaran emerging infectious diseases antara orang dan hewan terus meningkat. Hal ini didorong oleh aktivitas manusia mulai dari penanganan daging satwa liar dan perdagangan hewan eksotis yang menyebabkan kehancuran atau gangguan habitat satwa liar (Lilley et al. 1997; Patz et al. 2000; Walsh et al. 1993). Dari sebanyak 1.415 patogen manusia, 61% diketahui zoonosis, dan pathogen yang bersifat multiple host dua kali lebih mungkin terkait dengan emerging infectious disease pada manusia (Taylor et al. 2001). Sebanyak 77% dari patogen yang ditemukan pada ternak menular dengan host spesies lain (Haydon et al. 2002).

Selain efek langsung patogen bagi kesehatan manusia dan hewan, wabah penyakit yang berhubungan dengan hewan telah menyebabkan kerugian ekonomi global samapi dengan ratusan miliar dolar, mengganggu kestabilan perdagangan dan menghasilkan dampak yang sangat buruk pada kehidupan manusia. Wabah emerging or re-emerging disease pada ternak di seluruh dunia terjadi sejak pertengahan 1990-an, termasuk bovine spongiform encephalopathy, penyakit mulut dan kuku, flu burung, swine fever, dan penyakit lainnya, telah menyebabkan kerugian ekonomi sebanyak 80 miliar dollar di seluruh dunia (Newcomb 2004). Pada awal tahun 2003, Food and Agriculture Organization melaporkan bahwa lebih dari sepertiga perdagangan daging global diembargo sebagai akibat dari penyakit sapi gila, flu burung, dan wabah penyakit ternak lainnya. Upaya untuk mengendalikan penyebaran flu burung di negara-negara Asia sudah dilakukan sejak tahun 2003 dengan memusnahkan lebih dari 140 juta ekor ayam (WHO 2005). Proyeksi pertumbuhan produksi ternak di negara-negara berkembang dalam memenuhi permintaan protein global akan meningkatkan dampak dari wabah penyakit di masa depan yang berakibat pada ekonomi dan keamanan pasokan makanan. Beberapa wabah ini terkait dengan perdagangan satwa liar.

Dibandingkan dengan upaya pemberantasan patogen atau spesies liar yang menjadi tempat hidup patogen, pendekatan praktis untuk mengurangi risiko penyebaran penyakit menular yaitu dengan mengurangi kontak antar spesies. Penutupan pasar unggas eceran di Hong Kong selama 1 hari dalam setiap bulan dapat mengurangi tingkat penyebaran virus flu burung H9N2 pada unggas pasar (Kung et al. 2003). Penelitian dalam skala kecil telah dilakukan pada pasar yang menjual satwa liar, pendekatan analog dengan prinsip kehati-hatian (CBD 1992) akan menjadi tindakan yang tepat sebelum terjadi wabah atau pandemi berikutnya.

Pasar satwa liar merupakan pusat utama dalam sistem jaringan, perdagangan pada poin ini dapat dikontrol melalui pemaksimalan upaya regulasi (Dezso dan Barabasi 2002). Memfokuskan upaya pada pasar untuk mengatur, mengurangi, atau pada beberapa kasus untuk meniadakan perdagangan satwa liar. Dengan demikian, dapat memberikan pendekatan biaya yang efektif untuk mengurangi risiko penyakit bagi manusia, hewan domestik, satwa liar, dan ekosistem.


DAFTAR PUSTAKA

[AAF] Asia Animals Foundation. 2005. Species list. [cited 2005 Feb 7]. Available from https://www.animalsasia.org/index.php?module=6&menupos=2&submenupos=5&lg=en.

Bell D, Roberton S, Hunter PR. 2004. Animal origins of SARS coronavirus: possible links with the international trade in small carnivores. Philos Trans R Soc Lond B Biol Sci. 2004; 359:1107–14. DOIPubMed.

[BBC] British Broadcasting Corporation. 2003. Animals suffer in the war on SARS. [cited 2003 Apr 30]. Available from http://news.bbc.co.uk/1/low/world/asia-pacific/2989479.stm.

Clayton LM, Milner-Gulland EJ. 2000. The trade in wildlife in North Sulawesi, Indonesia. In: Robinson JG, Bennett, EL editors. Hunting for sustainability in tropical forests. New York: Columbia University Press. p. 473–98.

[CBD] Convention on Biological Diversity. 1992. Jakarta mandate. Available from http://www.biodiv.org/programmes/areas/marine/precautionary.aspx

Dezso Z, Barabasi A.  2002. Halting viruses in scale-free networks. [R]. Phys Rev E Stat Nonlin Soft Matter Phys. 2002; 65: 055103. DOIPubMed.

Fa JE, Peres CA. 2003. Game vertebrate extraction in African and Neotropical forests: an intercontinental comparison. In: Reynolds JD, Mace GM, Redford KH, Robinson JG, editors. Conservation of exploited species. Cambridge: Cambridge University Press. p. 203–241.

Feng G, Bailes E, Robertson DL, Chen Y, Rodenburg CM, Michael SF. 1999. Origin of HIV-1 in the chimpanzee Pan troglodytes troglodytes. Nature. 1999; 397:436–41. DOIPubMed.

Guarner J, Johnson BJ, Paddock CD, Shieh W-J, Goldsmith CS, Reynolds MG. 2004. Monkeypox transmission and pathogenesis in prairie dogs. Emerg Infect Dis. 2004; 10:426–31. PubMed.

Haydon DT, Cleaveland S, Taylor LH, Laurneson MK. 2002. Identifying reservoirs of infection: a conceptual and practical challenge. Emerg Infect Dis. 2002; 8:1468–73. PubMed.

Institute of Medicine. 2003. Microbial threats to health: emergence, detection, and response 2003. Washington: National Academy Press.

Kung NY, Guan Y, Perkins NR, Bissett L, Ellis T, Sims L.2003. The impact of a monthly rest day on avian influenza virus isolation rates in retail live poultry markets in Hong Kong. Avian Dis. 2003; 47:1037–41. DOIPubMed

Leroy EM, Rouquet P, Formenty P, Souquière S, Kilbourne A, Froment J-M. 2004. Multiple Ebola virus transmission events and rapid decline of Central African wildlife. Science. 2004; 303:387–90. DOIPubMed.

Lilley B, Lammie P, Dickerson J. 1997. Eberhard M. An increase in hookworm infection temporally associated with ecologic change. Emerg Infect Dis.1997; 3:391–3. DOIPubMed

Mather R. 2005. Turtle release…Merit making and how to make it right! [cited 2005 Feb 7]. Available from http://www.tatnews.org/others/2250.asp.

Newcomb J. 2004. Biology and borders: SARS and the new economics of bio-security, [cited 2004 February 7]. Available from: http://www.bio-era.net.

Patz JA, Graczyk TK, Geller N, Vittor AY. 2000. Effects of environmental change on emerging parasitic diseases. Int J Parasitol. 2000; 30:1395–405. DOIPubMed.

Peres CA. 2000. Effects of subsistence hunting on vertebrate community structure in Amazonian forests. In: Robinson JG, Bennett EL, editors. Hunting for sustainability in tropical forests. New York: Columbia University Press. p. 168–98.

Peres CA. 2000. Effects of subsistence hunting on vertebrate community structure in Amazonian forests. Conserv Biol. 2000; 14:240–53. DOI.

Proceedings of the ninety-ninth annual meeting of the U.S. 1995. Animal Health Association. Richmond (VA): U.S. Animal Health Association.

Robinson JG, Redford KH. 1991. Neo-tropical wildlife use and conservation. Chicago: University of Chicago Press.

Round PD, Jukmongkkol R. 2003. A survey of the bird trade in and around the Bangkok weekend market. Bangkok: Bird Conservation Society of Thailand and WWF International Programme, Thailand. p. 86.

Round PD. 1990. Bangkok Bird Club survey of the bird and mammal trade in the Bangkok weekend market. Nat Hist Bull Siam Soc. 1990; 38:1–43.

Taylor LH, Latham SM, Woolhouse MEJ. 2001. Risk factors for human disease emergence. Philos Trans R Soc Lond B Biol Sci. 2001; 356:983–9. DOIPubMed.

Tu C, Crameri G, Kong X, Chen J, Sun Y, Yu M. 2004. Antibodies to SARS coronavirus in civets. Emerg Infect Dis. 2004; 10:2244–8. PubMed.

Van Borm S, Thomas I,  Hanquet G, Lambrecht B, Boschmans M, Dupont G. 2005. Highly pathogenic H5N1 influenza virus in smuggled eagles, Belgium. Emerg Infect Dis. 2005; 11:702–5. DOIPubMed.

Walsh JF, Molyneux DH, Birley MH. 1993. Deforestation: effects on vector-borne disease. Parasitology. 1993; 106 (Suppl): S55–75. DOIPubMed.

Weldon C, du Preez LH, Hyatt AD, Muller R, Speare R. 2004. Origin of the amphibian chytrid fungus. Emerg Infect Dis. 2004; 10:2100–5. PubMed.

Wilkie DS, Carpenter JF. 1999. Bushmeat hunting in the Congo Basin: an assessment of impacts and options for mitigation. Biodivers Conserv. 1999; 8:927–55. DOI.

[WHO] World Health Organization. 2005. Avian influenza: assessing the pandemic threat. WHO/CDS/2005.29. Geneva: The Organization.

World Parrot Trust. 2004. Deadly Newcastle disease discovered in parrots and other birds imported from Pakistan to Italy. [cited 2004 Feb 29]. Available from http://www.worldparrottrust.org/news/end/pr29feb2004.htm

World Wildlife Fund-United Kingdom. 2001. Souvenir alert highlights deadly trade in endangered species. [cited 2001 Sep 19]. Available from http://www.wwf.org.uk/news/scotland/n_0000000409.asp

***
Catatatan:
Judul Asli makalah: Wildlife Trade and Global Disease Emergence. By: William B. Karesh, Robert A. Cook, Elizabeth L. Bennett, and James Newcomb. Volume 11, Number 7—July 2005. Perspective. Makalah terjemahan ini telah diarsipkan di Perpustakaan Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani dengan nomor katalog: 602.01.0026.PUSKH.II.2015. diterjemahkan oleh: drh. Dede Sri Wahyuni, MSi. Medik Veteriner Muda, Pejabat Fungsional Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian. 

******

PENTING UNTUK PETERNAKAN: