Penggunaan
produk rekayasa genetik (PRG) sebagai makanan dan dalam produk makanan menjadi
semakin luas. Makalah berikut yang membahas mengenai perihal yang dimaksud di
atas adalah hasil terjemahan drh. Platika Widiyani, M.Si. Medik Veteriner Muda,
Pejabat Fungsional Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan
Karantina Pertanian.
******
DETEKSI
PRODUK REKAYASA GENETIK DALAM PRODUK DAGING OLAHAN
DI
PASAR SERBIA
(Terjemahan)
Oleh:
PLATIKA
WIDIYANI
(Naskah
Asli: Detection of genetically modified organisms in processed meat products on
the serbian food market by K. Taski-Ajdukovic *, Z. Nikolic, M. Vujakovic, M.
Milosevic, M. Ignjatov, D. Petrovic. Meat Science 81 (2009) 230–232)
ABSTRAK
Penambahan
protein biji kedelai pada produk daging olahan meningkat beberapa tahun
terakhir, disebabkan fungsi dan sifat gizi dari protein nabati. Semenjak Round
Ready (RR) hanyalah satu-satunya biji kedelai transgenik yang disetujui beredar
di Uni Eropa, tujuan penelitian ini untuk monitoring keberadaannya di sejumlah
pasar makanan di Serbia. DNA yang telah diekstraksi dianalisa dengan
menggunakan Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan pasangan primer gen lectin
dan 355 promoter. Sampel positif mengandung biji protein produk rekayasa
genetik dikuantifikasi prosentase secara real time. Hasil yang ditunjukkan,
dari 50 sampel produk olahan yang diuji, 12 menunjukkan hasil positif dengan
355 promoter dan seluruhnya dibawah 0,1 %.
PENDAHULUAN
Penggunaan
produk rekayasa genetik (PRG) sebagai makanan dan dalam produk makanan menjadi
semakin luas. Produk Rekayasa Genetik (PRG) yang paling terkenal adalah Roundup
Ready (RR) soybean atau dikenal dengan biji kedelai RR, yang dapat menggantikan
isi kandungan dari banyak makanan. Pada kasus produk daging, protein kedelai
secara umum digunakan dalam produk yang teremulsifikasi terkait kemampuan
fungsinya yang unikseperti mengikat air, lemak, tekstur dan kapasitas kemampuan
serta sifat organoleptik, seperti warna, kekenyalan dan karakteristik daging
yang dipotong.
Protein
biji kedelai membantu meningkatkan proses teknologi yang digunakan pada
perusahaan produk daging dan mengurangi biaya formulasinya. Selain itu,
permintaan konsumen untuk produk yang lebih sehat dan aman turut mempromosikan
penggunaan protein biji kedelai dalam produk daging olahan sebagai pengganti
lemak (fat replacers). Biji kedelai RR, saat ini, merupakan biji kedelai transgenik
yang telah disetujui oleh pemerintah Uni Eropa saja yang boleh beredar di
pasaran. Sejumlah metode telah dikembangkan untuk meningkatlan deteksi kedelai
RR. Termasuk metode yang berbasis protein (protein based) untuk mendeteksi
produk gen EPSPS pada produk material transgenik atau kedelai yang belum
diproses. Serta metode polymerase chain reaction (PCR), baik secara kualitatif
maupun kuantitatif, yang juga dapat dipergunakan pada produk berbahan dasar
kedelai yang telah diproses.
Saat
ini, teknik DNA-based telah banyak dilakukan untuk mendeteksi PRG pada produk
makanan. Regulasi di Uni Eropa stipulate /menyebutkan produk yang didalamnya
mengandung PRG 0,9 % harus dicantumkam pada label produknya. Peraturan di
Serbia berdasrkan pada peraturan Uni Eropa, melarang pemasukan PRG ke
lingkungan dan meminta label pada makanan yang mengandung lebih dari 0,9 % PRG.
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah produk daging yang berasal /mengandung
kedelai PRG pada makanan di pasar makanan Serbia, menggunakan pengujian PCR
kualitatif konvensional untuk mendeteksi keberadaan kedelai dan kedelai RR,
serta PCR real time untuk menghitung jumlah kedelai RR yang ada pada sampel
positif.
BAHAN
DAN METODE
2.1.
Sampel dan bahan yang digunakan
50
produk daging olaham dikumpulkan secara acak dari supermarket lokal di Novi
Sad, Serbia. Pada standar referensi
material sertifikat (certified
reference materials/CRM) mengandung bubuk biji kedelai kering antara 0, 0.1 and
1% biji kedelai RR serta Bt-11 maize
yang diproduksi Institute for Research Materials and Measurements (IRMM, Geel,
Belgium) sebagi kontol positif dan negatif.
2.2.
Ekstraksi DNA
400
mg sam[el dihomogenkan dalam mortar dengan
3 ml of larutan pengekstraksi, buffer cetyl trimethyl ammonium bromide
(CTAB). Selanjutnya DNA di purifikasi dari 1 ml larutan yang sudah dihomogenkan
tersebut berdasarkan metode presipitasi CTAB precipitation. Dua jenis ekstraksi
yang bebas dipisahkan dari tiap-tiap sampel. DNA dari material tersebut,
diekstraksi dari 100 mg bahan dengan metode yang sama. Konsentrasi dan
purifikasi dari DNA yang telah diekstraksi dihitung dengan absorbance pada 260
nm and 280 nm menggunakan alat Ultraspec
2000 spectrophotometer, sehubungan dengan DNA standar yang diketahui dari
konsentrasi (konsentrasi akhir Calf Thymus 25 ng/ll).
2.3.
Kondisi Duplex PCR
Sejak
Biji kedelai PRG berisi sisipan gen yang teregulasi dengan 35S promoter, digunakan primer sebagai
amplifikasinya. Primers berdasarkan Meyer et al. (1996) yang digunakan untuk
mengidentifikasi DNA biji kedelai. Reages berikut digunakan untuk amplifikasi
duplex PCR : 25 μl campuran PCR berisi 2.5 μl buffer reaction (Fermentas,
Vilnius, Lithuania); MgCl2 1.5 mM, 0.2 mM dNTP; 0.6 μM primers untuk 35S and
0.1 μM primers untuk lectin; 1 unit Taq native polymerase (Fermentas) dan
approx. 100 ng DNA.
Amplifikasi
ditampung dalam Mastercycler ep gradient S termocycler (Eppendorf, Hamburg,
Germany) menurut metode berikut : denaturation pada 95 °C selama 2 menit,
dilanjutkan dengan 40 cycles pada 95 °C selama 25 detik, 60°C selama 30 detik,
68°C selama 45 detik dan penambahan akhir dilakukan pada 68°C selama 10 menit.
Kontrol Positif, negatif dan
non-template digunakan di setiap PCR. Sensitivitas dan robustness dari prosedur
telah didemostrasikan dengan mendeteksi material referensi yang telah
disertifikasi yang berisi biji kedelai RR GM range antara 0% hingga 1%.
2.4.
Agarose gel electrophoresis
Hasil
dari dihitung menggunakan electrophoresis pada 2% agarose gel yang berisi
ethidium bromide (0.5 g/mL) pada dasar standar yang diketahui mengandung PRG.
GeneRuler 50 bp DNA ladder (Fermentas) digunakan sebagai ukuran standarnya.
Visualisasi ditunjukkan dalam UV
transilluminator dan gambaran difoto dengan
DOC PRINT system (Vilber Lourman, USA).
2.5.
Quantitative real-time PCR
Penghitungan
level PRG pada sampel positif dilakukan
dengan real-time PCR. Sistem dioptimasi dengan menggunakan iQTMv. Supermix (Bio–Rad, Hercules, CA). Sedikitnya
dilakukan secara triplo. Berikut primers dan
probes yang digunakan untuk menghitung biji kedelai :
-Untuk
gen lektin endogenous lectin
Probe:
50-Tx-Red-CTC-TTG-GTC-GCG-CCC-TCT-ACT-CCA-CBHQ2-30
Forward
primer: 50-CGG-CAC-CCC-AAA-ACC-C-30
Reverse
primer: 50-CGT-ACC-GGT-TTC-TTT-GTC-CCA-30
-Untuk biji kdelai gen RR (Roundup Ready soybean)
Probe:
50-FAM-CCT-TCA-TGT-TCG-GCG-GTC-TCG-C-BHQ1-30
Forward
primer: 50-CAT-TCC-CGG-CGA-CAA-GTC-30
Reverse
primer: 50-TTG-ATG-ACG-TCC-TCG-CCT-TC-30
-Amplifikasi
dilakukan dalam iCycler iQ multi-color real-time PCR (Bio–Rad, Hercules, CA)
berdasarkan standar berikut : denaturasi pada 95°C selama 2 menin, dilanjutkan
45 cycles pada 95°C selama 15 detik dan 60°C selama 50 detik.
HASIL
DAN DISKUSI
3.1.
Ekstraksi DNA
DNA
berkualitas baik diekstraksi dari seluruh sampel dengan metode CTAB. DNA yang
telah diekstraksi OD260/OD280 dengan
kisaran antara 1.8 hingga 2.0. Sampel DNA ini igunakan sebagai template untuk
analisis PCR.
3.2.
Duplex PCR
Kebanyakan
protokol PCR untuk deteksi PRG melibatkan reaksi dimana amplifikasi pada single
target. Pada duplex PCR 2 target secara simultan diamplifikasi dengan reaksi
yang sama. Metode deteksi ini menghemat waktu dan mengurangi biaya. Oleh
karenanya digunakan duplex PCR untuk screening PRG. Amplifiability dari DNA
terekstraksi dikonfirmasi menggunakan primers gen spesifik kedelai. Berdasarkan
hasil visualisasi pada 118 bp amplicons di duplex PCR (Gambar 1).
Amplifikasi
dari spesifik sequence kedelai berasal dari DNA tanaman penting untuk
dipisahkan antara hasil negatif dan positif, dengan maksud untuk inhibisi
amplifikasi. Adanya hasil 118 bp amplicons pada seluruh sampel yang di uji
menunjukkan bahwa protokol CTAB dapat digunakan untuk ekstraksi DNA dan
purifikasi dari produk daging olahan. Lectin terdeteksi pada seluruh sampel,
menunjukkan bahwa seluruh sampel mengandung produk biji kedelai. Hasil ini
sebagaimana sesuai dengan yang dipresentasikan Cardarelli, Branquinho,
Ferreira, Cruz, and Gemal yang memverifikasi keberadaan gen lectin pada seluruh
sampel sosis dan sejalan dengan hasil dari Fabio, Brod and Arisi (2007), yang
mendeteksi gen lectin pada seluruh sampel
produk daging olahan.
Promoter
35S menunjukkan ekspresi gen dari biji kedelai RR(Roundup Ready soybean).
Amplifikasi 35S promoter dihasilkan dalam produksi fragment DNA
195
bp menunjukkan keberadaan material transgenik dalam beberapa sampel,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.
Sensitivitas
duplex PCR adalah 0.1% dari kombinasi kedua primer. Hal ini konsisten denga
data dari percobaan kolaborasi. Hasil yang diperoleh dari 55 sampel dikompilasi
dalam Tabel 1.
Keberadaan
PRG terdapat pada 12 kasus. Sampel positif yaitu mortadella sebanyak 1 buah,
hotdog sebanyak 2 buah, salami sebanyak 3 buah, pate sebanyak 1 buah, sosis
sebanyak 3 buah, daging luncheon sebanyak 1 buah dan rolada sebanyak 1 buah.
3.3.
Quantitative real-time PCR
Sampel
biji kedelai positif PRG dianalisa dengan spesifik real time PCR-RR soy event.
Seluruh sampel kedelai RR dibawah dari 0.1%. Tidak ada sampel yang mengandung
kedelai RR diatas ambang batas 0.9%. Hasil ini menunjukkan bahwa keberadaan
biji kedelai RR dalam produk daging olahan komersial yang dipasarkan di Serbia
berada dibawah 0.1% dan tidak perlu dicantumkan pada label produk daging olahan
tersebut.
***
Catatatan:
Makalah
terjemahan ini telah diarsipkan di Perpustakaan Pusat Karantina Hewan dan
Keamanan Hayati Hewani dengan nomor katalog: 602.01.0032.PUSKH.II.2015.
Diterjemahkan oleh: drh. Platika Widiyani, M.Si. Medik Veteriner Muda, Pejabat
Fungsional Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina
Pertanian.
Tulisan
asli:
Detection
of genetically modified organisms in processed meat products on the serbian
food market by K. Taski-Ajdukovic *, Z. Nikolic, M. Vujakovic, M. Milosevic, M.
Ignjatov, D. Petrovic. Meat Science 81 (2009) 230–232)
******