Foodborne
disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau
minuman yang tercemar agen patogen. Agen patogen dalam hal ini terdiri dari
berbagai macam mikroorganisme patogen, zat kimia beracun atau zat bahaya lain
yang berada dalam makanan. Penyakit Listeriosis termasuk Foodborne disease
******
LISTERIA
MONOCYTOGENES SEBAGAI FOODBORNE PATHOGEN
Oleh:
Yasmine
Qurrota Ayunina1, Heru Susilo2
1Medik
Veteriner Pertama, 2Medik Veteriner Muda, Bidang Karantina Produk Hewan, Pusat Karantina
Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian, Kementerian
Pertanian
ABSTRAK
Listeria
monocytogenes adalah bakteri gram positif, tidak membentuk spora, berbentuk
kokus, serta merupakan bakteri patogen intraseluler yang dapat ditemukan dalam
monosit dan netrofil. Foodborne disease adalah penyakit yang disebabkan karena
mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar agen patogen. Kemampuannya
untuk tumbuh memungkinkan bakteri ini berkembang biak dalam makanan yang
disimpan di lemari pendingin. Bahan makanan siap saji yang disimpan pada
refrigrator sering menjadi peyebab terjadinya kasus Listeriosis karena bahan
makan siap saji dari refrigrator langsung dikonsumsi tanpa dipanaskan kembali
atau pemanasan yang dilakukan tidak mencapai suhu yang optimal di bagian dalam
makanan.
Kata
kunci: Listeria monocytogenes, foodborne disease
******
BAB
I
PENDAHULUAN
Foodborne
disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau
minuman yang tercemar agen patogen. Agen patogen dalam hal ini terdiri dari
berbagai macam mikroorganisme patogen, zat kimia beracun atau zat bahaya lain
yang berada dalam makanan. Mikroorganisme seperti bakteri, virus, kapang dan
kamir dapat menyebabkan penyakit pada manusia melalui makanan (Riemann dan
Cliver 2006). Foodborne disease berkaitan erat dengan higiene pangan. Higiene
pangan harus diterapkan sejak awal, mulai dari bahan mentah hingga siap saji
untuk menghindari kontaminasi serta mengurangi/menurunkan bahaya akibat
makanan.
Mikroorganisme
patogen terutama bakteri menyebabkan penyakit melalui mekanisme infeksi,
intoksikasi dan toksikoinfeksi. Infeksi makanan disebabkan oleh terkonsumsinya
bakteri yang langsung menimbulkan gejala penyakit seperti Salmonella dan
Listeria monocytogenes. Intoksikasi makanan adalah terkonsumsinya toksin atau
hasil metabolit mikroorganisme yang dapat menimbulkan gejala penyakit. Beberapa
bakteri dan cendawan yang dapat menghasilkan toksin yaitu Bacillus cereus,
C.botulinum, A.flavus. Toksiko infeksi yaitu terkonsumsinya bakteri patogen
yang kemudian di dalam tubuh dapat berkembang dan menghasilkan toksin sehingga
dapat menimbulkan gejala penyakit. Contoh bakteri yang dapat menyebabkan
toksikoinfeksi yaitu E.coli dengan hasil metabolitnya shigalike toksin (Riemann
dan Cliver 2006). Hampir sebagian besar bacterial foodborne disease menyebabkan
penyakit pada saluran pencernaan dengan gejala klinis berupa muntah dan diare.
Pangan
asal hewan lebih sering menjadi perantara bagi mikroorganisme patogen
menyebabkan penyakit pada manusia karena memiliki pH, nutrisi, kelembaban,
aktivitas air, potensi reduksi oksidasi yang disukai oleh bakteri. Kontaminasi
bakteri patogen pada pangan asal hewan dapat berasal dari tanah dan air, udara
dan debu, peralatan memasak, orang yang menangani pangan, pakan hewan, bahkan
dari hewan sakit yang dipotong dapat menjadi sumber kontaminasi (Jay 2000).
Salah
satu bakteri penyebab foodborne disease
yang akan dibahas yaitu Listeria monocytogenes. Tujuan dari pembuatan makalah
ini yaitu untuk mengetahui karakteristik dari Listeria monocytogenes, Jalur
Listeria monocytogenes mengkontaminasi pangan, cara pencegahan kontaminasi pada
pangan, cara penanggulangan untuk mengurangi angka cemaran Listeria
monocytogenes, proses infeksi serta gejala penyakit yang ditimbulkan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Listeriosis
adalah penyakit yang disebabkan oleh memakan makanan yang terkontaminasi
bakteri Listeria monocytogenes. Penyakit ini umunya menyerang kelompok individu yang
sistem kekebalan rendah, bayi,
individu usia lanjut, ibu hamil, penderita diabetes, penderita penyakit
kardiovaskular serta terapi kortikosteroid (CDC 2010).
Karakteristik
Listeria monocytogenes
Listeria
monocytogenes adalah bakteri gram positif, tidak membentuk spora, berbentuk
kokus, serta merupakan bakteri patogen intraseluler yang dapat ditemukan dalam
monosit dan netrofil. Pada awalnya bakteri ini di klasifikasikan dalam genus
Listerella namun pada tahun 1940 nama ini diganti menjadi
Listeria (Riemann dan Cliver 2006).
Gambar
1. Listeria monocytogenes
Berdasarkan
sifat biokimiawinya dan studi hibridisasi DNA, Listeria spp. selanjutnya
dibedakan ke dalam 7 macam spesies, yaitu L. monocytogenes, L. innocua, L.
welshimeri, L. seeligeri, L. ivanovii, L. grayi dan L. murrayi (Liu 2006). Listeria monocytogenes adalah
spesies yang bersifat patogen pada hewan dan manusia, sedang L. ivanovii
bersifat patogen hanya pada hewan terutama domba dan kambing, spesies lainnya
hidup bebas sebagai saprofit (Jay 2000).
Temperatur
optimal untuk pertumbuhan L.monocytogenes adalah 35 oC – 37 oC. Listeria
monocytogenes adalah bakteri psikrofilik yang mampu tumbuh pada temperatur 1 oC
–50 oC, mampu bertahan hidup pada perlakuan pasteurisasi dengan suhu 72 oC
selama 15 detik dan dapat hidup pada pH 4.3 – 9.4 (Zhu et al. 2005).
Kemampuannya untuk tumbuh seperti tertera pada Tabel 1 memungkinkan bakteri ini
berkembang biak dalam makanan yang disimpan di lemari pendingin. Bahan pangan
siap santap tanpa pemanasan ulang dapat terkontaminasi oleh bakteri ini setelah
proses pengolahan atau dimasak tetapi belum dikemas (Gandhi dan Chikindas
2007).
Tabel
1 Parameter tumbuh dan berkembang Listeria
monocytogenes
Parameter
|
Range
|
Optimal
|
Dapat hidup (tidak dapat tumbuh)
|
Suhu (oC)
|
1-
50
|
35
- 37
|
-18
|
pH
|
4.3 – 9.4
|
7
|
3.3 – 4.2
|
Water Activity(aw)
|
0.90
– 0.99
|
0.97
|
<0.90
|
Kadar garam
|
< 0.5 - 12
|
-
|
>20
|
Listeria
monocytogenes menghasilkan toksin yang bekerja seperti hemolisin yaitu
listeriolisin O (LLO), phospphatidylinositol-sppesific phosppholipase C (PIPLC)
dan phospphatidylcholine-sppesific phosppholipase C (PC-PLC). Toksin LLO
disebut juga SH-activated hemolysin yang dihasilkan pula oleh bakteri Gram positif
lain seperti streptolysin O oleh Streptococcus grup A, pneumolysin oleh
Pneumococcus dan Clostridium perfringens (Churchill et al. 2006).
Biofilm
Listeria monocytogenes
Biofilm
merupakan kumpulan mikroba sejenis maupun berbeda jenis yang melekat pada
permukaan substrat biologis maupun non biologis, dimana satu sel dengan sel
yang lainnya saling terikat dan melekat pada substrat dengan perantaraan suatu
matrik extracellular polymeric substance (EPS) atau disebut juga
exopolysaccharide (Hall dan Costerton 2004). Biofilm merupakan bentuk
pertahanan (survival) dari bakteri. Terdapat beberapa bakteri yang dapat
membentuk biofilm diantaranya yaitu
Listeria monocytogenes, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Streptococcus
spp. dan lain sebagainya .
Biofilm
terbentuk akibat induksi dari lingkungan yang mulai tidak nyaman bagi
kehidupanbakteri seperti jumlah konsentrasi nutrien yang menipis, terpapar pH,
temperatur, konsentrasi oksigen yang membahayakan bagi hidup bakteri namun
belum mematikan. Faktor- faktor penyebab terbentuknya biofilm tiap mikroorganisme berbeda-beda (Aparna dan
Yadav 2008).
Menurut
Aparna dan Yadav (2008)terdapat lima tahap pembentukan biofilm pada suatu
permukaan. Tahap pertama terbentuknya biofilm dimulai dengan perlekatan sel mikroba
hidup pada permukaan substrat. Meskipun
mikroba mempunyai kemampuan adhesi yang sama pada semua jenis substrat, namun
sifat permukaan yang kasar lebih disenangi,
dan lebih cepat terbentuk pada material hidrofobik seperti teflon
dan plastik dibandingkan pada gelas dan logam. Sel-sel pada tahap perlekatan awal tidak
melekat dengan kuat karena hanya mengandalkan kekuatan ikatan van der Waals.
Setelah itu, koloni akan mengikatkan diri lebih kuat pada permukaan dengan
menggunakan pili. Selama tahap ini, sel bakteri mengalami pertumbuhan
logaritmik.
Koloni
awal berperan sebagai fasilitator bagi sel lainnya untuk mencari sisi
perlekatan selanjutnya sebagai tempat pembuatan matriks biofilm. Bagi sel-sel
yang tidak mampu melekat pada permukaan, melalui suatu quorum sensing (QS), sel
tersebut berperan memacu sel-sel dalam koloni untuk pembentuk matriks. Pada Pseudomonas
aeruginosa, N-Acyl homoserine lactones (AHL) diketahui merupakan molekul sinyal yang berperan penting dalam
pensinyalan sel (cell signaling).
Gambar
2 A) Perkembangan biofilm pada substrat.
B) Photomicrograph perkembangan biofilm
Tahap
kedua, bakteri mengalami multiflikasi sambil mengeluarkan
sinyal kimia untuk berkomunikasi secara internal. Substansi extracellular
polymeric substances (EPS) mulai dihasilkan berdasarkan mekanisme genetik.
Extracellular polymeric substances kemudian akan menangkap nutrien dan bakteri planktonik. Agregat sel
terbentuk sementara motilitas sel menjadi semakin menurun sejalan dengan
semakin progresifnya lapisan agregat
Tahap
ketiga, selama tahap maturasi, biofilm
terus tumbuh sejalan dengan pertumbuhan
koloni. Semakin lama biofilm semakin berkembang dengan pertambahan
ukuran dan perubahan bentuk. Pada tahap
ini, ketebalan biofilm lebih dari 10 µm.
Tahap
keempat, adalah tahap pematangan
ketebalan lapisan biofilm pada tahap ini mencapai lebih dari 100mm dan dapat mencapai 300-400 mm seperti yang dibentuk oleh algal
mats. Biofilm akan memasuki tahap kelima beberapa hari setelah tahap keempat.
Pada tahap ini terjadi disperse sel
sehingga memungkinkan beberapa bakteri meninggalkan biofilm
untuk berkembang kembali menjadi sel planktonik.
Listeria
monocytogenes dapat membentuk biofilm pada permukaan biologis dan non-biologis
yang ditandai dengan terlihatnya lapisan berlendir pada permukaan tersebut.
Kondisi ini sangat penting bagi beberapa industri terutama industri
makanan (Gandhi dan Chikindas 2007).
Bakteri
patogen yang membentuk biofilm pada alat pemrosesan makanan, apabila tidak
dibersihkan, dalam perkembangannya bakteri tersebut dapat terlepas dari
permukaan dan mengkontaminasi produk akhir pada saat proses produksi belum
berlangsung. Walaupun jumlah sel biofilm yang ditemukan sangat rendah namun
kehadirannya perlu dipertimbangkan, mengingat ketahanannya yang jauh lebih
tinggi terhadap kondisi-kondisi ekstrim seperti tahan panas, bahan-bahan kimia,
deterjen, biosida dan antibiotika. Bentuk biofilm pada permukaan biasanya sulit
untuk didekontaminasi. Hal ini dapat terjadi akibat pembentukan matriks
ekstraseluler yang berfungsi selain sebagai penguat pelekatan juga dapat
melindungi sel dari kondisi yang kurang menguntungkan (Lemon 2007).
Infeksi
Listeria monocytogenes pada hewan dan manusia
Gejala
dari Listeriosis yaitu demam, sakit kepala, kaku pada leher, sakit pada otot,
dapat disertai diare atau gangguan
saluran cerna lainnya. Penyakit ini dapat berlangsung dalam hitungan
hari atau minggu. Infeksi Listeria monocytogenes selain pada saluran
pencernaan juga mengakibatkan infeksi yang
menyebar ke seluruh tubuh. Gejala yang ditimbulkan tidak sama pada
setiap orang seperti pada wanita hamil gejala yang timbul diantaranya demam,
lemas, sakit pada badan/otot. Infeksi
Listeria monocytogenes dapat menimbulkan keguguran, kelahiran prematur
serta infeksi hinga meningitis pada bayi baru lahir. Gejala
Listeriosis pada kelompok individu yang mengalami gangguan sistem imunitas
dapat berupa septikemia hingga meningitis (CDC 2014).
Ibu
hamil yang mengalami listeriosis hanya mungkin mengalami gejala seperti flu
ringan, meskipun demikian pemeriksaan dokter dapat membantu anda untuk
memastikan kondisi kesehatan anda. Infeksi listeria akan menyebabkan risiko
kelahiran prematur, keguguran, dan bayi meninggal setelah kelahiran. Selain itu
infeksi Listeria atau dikenal dengan listeriosis pada kehamilan dapat
menyebabkan berbagai infeksi, termasuk terjadinya gastroenteritis yang ditandai
dengan muntah dan diare, terjadinya infeksi bakteri di dalam darah bakteremia,
pneumonia, meningitis, osteomielitisatau terjadinya infeksi pada tulang, dan endokarditis atau
infeksi pada lapisan di dalam jantung. Meskipun kasus listeriosis relatif
jarang ditemukan pada ibu hamil akan tetapi bagi individu yang mengalami
penurunan dan masalah dengan kekebalan tubuh akan meningatkan resiko ini.
Sehingga penting untuk mengetahui gejala Listeriosis dan memeriksakan pada
dokter anda. Hal ini untuk segera melakukan pengobatan dan meminimalisir
infeksi serius yang dapat mengancam ibu dan janin.
Dosis
infeksi adalah jumlah bakteri yang harus masuk sehingga dapat menimbulkan
gejala penyakit. Dosis infeksi pada kasus listeriosis hingga saat ini belum
diketahui Individu yang sehat akan sakit jika terinfeksi bakteri Listeria monocytogenes sebanyak 10-100 juta
bakteri, dengan gejala demam, diare dan gangguan pencernaan. Pada kelompok
individu yang mengalami gangguan imunitas infeksi dapat terjadi jika sebayak
1-10 juta bakteri masuk ke dalam tubuh (Todd dan Noterman 2011).
Ternak
atau hewan yang terinfeksi oleh L. monocytogenes pada umumnya tidak terlihat
sakit namun dapat mengkontaminasi lingkungan sekitarnya, makanan asal ternak
seperti daging serta produk ternak lainnya. Macam-macam spesies hewan/ternak
dapat terinfeksi oleh L. monocytogenes. Bakteri ini telah ditemukan pada 37
spesies mamalia, baik hewan peliharaan
maupun hewan liar, 17 spesies burung, beberapa spesies ikan dan kerang (Esteban
et al. 2009). Ikan atau produk ikan
olahan dapat terkontaminasi oleh polusi limbah baik dari lingkungan hidup ikan
tersebut atau pada saat proses pengolahan (Abdelgadir et al. 2009). Pada
ruminansia, L. monocytogenes dapat menyebabkan penyakit gangguan syaraf dan
aborsi tetapi secara umum, hewan/ternak yang terinfeksi tidak menunjukkan
gejala klinis. Bakteri dapat diekskresikan di dalam feses ternak dan berperan
sebagai kontaminan baik di lingkungan peternakan maupun pada bahan pangan asal
ternak yang dihasilkannya seperti susu dan daging.
Ternak
babi dapat terinfeksi L. monocytogenes tetapi jarang berkembang menjadi
penyakit, bakteri umumnya tidak diekskresikan dalam feses babi tetapi produk
daging babi tersebut yang berperan terhadap infeksi yang terjadi pada manusia.
Daging babi yang terkontaminasi L. monocytogenes saat proses pemotongan atau
pengolahan dapat berperan kembali dalam mengkontaminasi babi-babi yang sehat.
Suatu penelitian melaporkan sebanyak 46.3% L. monocytogenes dapat ditemukan di
peternakan sapi, 30.6% pada daging sapi, 14.2% pada sekelompok ternak domba
(Esteban et al. 2009).
Diagnosa
Teknik
diagnosa listeriosis ditegakkan melalui isolasi dan identifikasi bakteri
penyebab penyakit. Spesimen isolasi diambil dari sampel feses, cairan
serbrospinal (saat terjadi meningitis) atau darah (saat terjadi septikemia)
dari orang yang diduga menderita listeriosis. Sampai saat ini, telah banyak
dikembangkan metode untuk mendeteksi keberadaan Listeria spp. dalam makanan,
terutama bakteri L. monocytogenes, baik secara konvensional, deteksi cepat,
serologi maupun secara molekuler.
Menurut
Liu (2006) metode konvensional tetap menjadi standar uji untuk diagnosa
penyakit bakterial. Beberapa metode konvensional standar yang digunakan untuk
isolasi L. monocytogenes yaitu metode kultur pada agar spesifik dimana
sebelumnya dilakukan beberapa tahap pemupukan pada larutan pra pengkayaan
selektif L. monocytogenes. Koloni Listeria spp.berbentuk bulat, halus, dan ada
zona hitam disekeliling bakteri. Melalui pewarnaan gram L. monocytogenes
menunjukka warna ungu dan berbentuk batang. Uji konfirmasi dilakukan dengan
melihat aktivitas hemolitik dengan uji
Chritie Atkins Munch Peterson (CAMP).
Uji
deteksi cepat terhadap L. monocytogenes dapat terdiri dari uji serologis yang
telah di modifikasi maupun uji dengan menggunakan biomolekular. Saat ini telah
banyak berkembang uji serologis yang telah dimodifikasi, salah satunya dengan
teknik fluoresens yang dilabel dengan penanda gen spesifik untuk genus Listeria
sppp dan spesies L. monocytogenes. Uji cepat ini mempunyai sensitifitas dan
spesifisitas yang tinggi serta memerlukan waktu yang jauh lebih singkat
dibanding metode konvensional (Stephan et al. 2003).
BAB
III
PEMBAHASAN
Keberadaan
Listeria monocytogenes di lingkungan dan makanan
Listeria monocytogenes terdistribusi luas di
lingkungan, dapat ditemukan di tanah, silase, pada pembusukan tanaman dan feses
ternak (Jay 2000) . Listeria monocytogenes tersebar luas di alam dan dapat
ditemukan pada proses pembusukan tumbuh-tumbuhan, pada umumnya hidup di tanah
sebagai saprofit tetapi dapat berubah menjadi patogen apabila tertelan oleh
hewan atau manusia (Freitag et al. 2009). Selain terdapat di tanah, bakteri
dapat ditemukan di air, silase (pakan ternak yang dibuat dari daun-daun hijau
yang diawetkan dengan fermentasi) dan sumber-sumber alami lainnya (Churchill et
al. 2006).
Bakteri
ini dapat sampai ke manusia melalui berbagai macam cara diantaranya melalui
kontaminasi primer yaitu bakteri berada pada hewan yang terinfeksi yang
kemudian hewan ini dipotong atau diambil susunya. Bahan pangan asal hewan yang
sakit ini lah yang menjadi sumber kontaminasi primer Listeria monocytogenes ke
dalam makanan atau melalui sayuran dapat terkontaminasi dari tanah atau pupuk
yang mengandung bakteri L. monocytogenes (Churchill et al. 2006). Listeria
monocytogenes dapat pula sampai ke pangan manusia melalui kontaminasi sekunder
yaitu bakteri pada bahan pangan asal hewan yang terinfeksi mengkontaminasi
bahan pangan lain baik yang mentah maupun yang sudah matang melalui peralatan
dapur yang dicampur, pekerja pada makanan yang tidak bersih, serta melalui
vektor (Ariyanti 2010).
Salah
satu sifat dari Listeria monocytogenes
yaitu dapat tumbuh dan berkembang pada suhu refrigrator yaitu 1 oC - 5 oC dan
dapat bertahan dalam bentuk biofilm. Hal ini dapat membuat bakteri ini sangat
mudah menyaingi bakteri lain saat penyimpanan dalam suhu dingin (Konacki 2003).
Jika pada refrigrator terdapat bahan pangan yang tercemar Listeria
monocytogenes, maka bahan pangan tersebut dapat menjadi sumber kontaminasi
bakteri ke bahan makan yang lain didalam refrigrator. Bahan makanan siap saji
yang disimpan pada refrigrator sering menjadi peyebab terjadinya kasus
Listeriosis karena bahan makan siap saji dari refrigrator langsung dikonsumsi
tanpa dipanaskan kembali atau pemanasan yang dilakukan tidak mencapai suhu yang
optimal di bagian dalam makanan (Zhu et al. 2005).
Listeria
monocytogenes yang berasal dari saluran cerna hewan terinfeksi dapat
megkontaminasi tempat pengemasan makanan siap jadi dalam jumlah yang rendah.
Beberapa strain bakteri ini dapat bertahan dalam bentuk biofilm di lingkungan
pemrosesan dan pengemasan makanan siap jadi, sehingga dapat menjadi sumber
cemaran baik pada lingkungan maupun pada produk makanan siap jadi.
Kasus
Listeriosis pada manusia
Kasus
listeriosis pada manusia pertama kali dilaporkan terjadi pada tentara penderita
meningitis di akhir Perang Dunia ke-1. Tingkat kematian penyakit ini lebih dari
25% pada kelompok beresiko, seperti wanita hamil dan individu dewasa dengan
status kekebalan rendah. Tingkat kematian dapat mencapai 50% pada bayi. Tingkat
fatalitas dilaporkan sekitar 20-30% (CDC 2014).
Kasus
kematian pada manusia akibat L. monocytogenes dilaporkan terjadi dibeberapa
negara Eropa, antara lain di Irlandia pada tahun 2000 ditemukan satu kasus
kematian pada manusia karena meningitis.
Amerika
Serikat terjadi 32 kali wabah penyakit listeriosis pada periode tahun 1973-1992
yang disebabkan oleh memakan keju lunak yang tidak mengalami pasteurisasi
terlebih dahulu. Pada wabah tersebut dilaporkan terjadi 58 kematian dari 1700
manusia terinfeksi. Wabah di California, tahun 1985, merupakan wabah terbesar
dengan jumlah 48 kematian dari 142 manusia dewasa terinfeksi, terdiri atas 93
wanita hamil dan 49 manusia dewasa lainnya. Tingkat fatalitas kedua kelompok
tersebut, masing-masing sebesar 32%
(FSAI 2005).
Pada
tahun 1981, dilaporkan terjadi wabah listeriosis di Kanada dengan jumlah 34
wanita hamil dan 23 bayi yang baru dilahirkan terinfeksi. Tingkat kematian pada
wabah tersebut mencapai 30% pada 77 manusia dewasa beresiko. Wabah tersebut
berhubungan dengan konsumsi selada lokal (Jay 2000). Dua tahun kemudian, lebih
kurang 14 orang meninggal dunia dari sejumlah 49 orang yang dirawat di rumah
sakit di Massachusetts dengan gejala klinis berupa septikemia dan meningitis
karena mengkonsumsi susu pasteurisasi yang terkontaminasi.
Spanyol, kasus listeriosis pada manusia jarang
terjadi, sekitar 1 kasus per 100.000 penduduk. Tahun 1985, terjadi wabah
listeriosis di Los Angeles dan California. Dilaporkan sejumlah 29 orang
meninggal akibat mengkonsumsi keju yang terkontaminasi. Selanjutnya, antara
tahun 1991-2002 di Eropa juga pernah dilaporkan 19 kasus listeriosis invasif.
Kasus Listeriosis juga dilaporkan 9 negara lainnya dengan
total wabah listeriosis
sebanyak 526 kasus. Sejak tahun 1998, Perancis telah mengembangkan
sistem untuk melaksanakan kegiatan monitoring listeriosis pada manusia dan
dilakukan investigasi pada sumber foodborne listeriosis (Subuh 2015).
Centers
for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan bahwa telah terjadi
sekitar 1600 kasus dengan 260 kematian karena listeriosis setiap tahunnya di
Amerika Serikat. Data tahun 2013 menyebutkan bahwa rata-rata kejadian
listeriosis di Amerika Serikat setiap tahunnya adalah 0,26 kasus per 100.000
penduduk. Trend kejadian listeriosis dibandingkan dengan 1996-1998, kejadian
listeriosis telah menurun sekitar 42% tahun 2012. Wabah listeriosis terbesar
dalam sejarah AS terjadi pada tahun 2011, ketika terjadi 147 penyakit, 33
kematian, dan 1 keguguran pada penduduk di 28 negara bagian yang mana wabah
dikaitkan dengan konsumsi blewah dari sebuah pertanian.
Akhir
tahun 2014 terjadi wabah Listeriosis yang terjadi pada 35 orang dari 12 negara bagian USA, beberapa orang
terinfeksi dan 7 orang meninggal. Sebanyak 31 orang diinterview, 28 orang
diantaranya mengkonsumsi produk apel karamel sebelum sakit.
Pada
saat yang sama sebanyak tiga perusahaan
secara sukarela menarik produk apel karamelnya. Produk apel karamel ini diduga
terkontaminasi Lmonocytogenes melalui tusuk apel yang tidak higiene dan
disimpan pada suhu ruang sehingga menyebabkan bakteri ini dapat berkembang
dengan baik.
Tidak
ada penyakit telah dilaporkan sampai saat ini . Masalahnya ditemukan ketika
pengujian pelanggan mikroba dilakukan pada apel mentah yang diterima .
Konsumen
yang menduga bahwa mereka telah membeli " Granny Smith " apel hijau
yang terkena recall ini harus membuang produk sampah dan menghubungi Del Monte
Fresh Produce untuk pengembalian dana . Pengecer yang terkena telah diminta
untuk menghapus produk dari penjualan .
Pencegahan
dan Pengobatan
Listeria
spp.peka terhadap ampisilin dan gentamisin, tetapi resisten terhadap
sefalosporin, penisilin dan
kloramfenikol. Pasien dengan gejala meningitis di mana listeriosis merupakan
diagnosis yang mungkin, harus memperoleh ampisilin. Untuk mendapatkan efek yang
cepat, ampisilin diberikan secara intra-vena. Kesembuhan umumnya terjadi satu
minggu setelah pengobatan (Soeharsono 2002).
lbu
hamil yang menderita listeriosis akan mendapatkan antibiotik dengan bantuan
medis dengan menggunakan antibiotik melalui kateter intravena (IV). Pada umunya
pengobatan akan berlangsung sekitar 10 hari dan berlangsung di rumah sakit atau
klinik. Bagi ibu hamil yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh yang
terganggu oleh infeksi ataupun penyakit lebih meningkatkan resiko infeksi
listeriosis parah dan memerlukan penanganan yang serius. Selama kehamilan anda
dapat melakukan langkah-langkah untuk melakukan pencegahan Listeriosis.
Meskipun tidak ada vaksin terhadap bakteri yang menyebabkan listeriosis, Anda
dapat membantu mengurangi risiko untuk keluarga anda dengan mengambil tindakan
pencegahan keamanan dari konsumsi makanan tertentu:
1. Selalu memasak makanan terutama daging dan
telur secara menyeluruh untuk suhu yang
tepat. Hindari mengkonsumsi makanan yang setengah matang.
2. Selalu menjaga kebersihan buah dan sayuran
secara menyeluruh sebelum dikonsumsi.
3. Mengkonsumsi susu yang telah melalui
pasteurisasi, dan pastikan bahwa susu didinginkan pada suhu yang sesuai, yang
kurang dari 40 ° F ( 4 ° C ). Hindari pula makanan yang terbuat dari susu yang
tidak dipasteurisasi .
4. Bagi anda memiliki masalah dengan kekebalan
tubuh sebaiknya menghindari konsumsi keju kecuali keju tersebut memiliki label
yang jelas menyatakan mereka terbuat dari susu pasteurisasi.
5. Anda dapat memanaskan makanan yang dikemas seperti
daging kalengan untuk memastikan mikroorganisme tidak menggangu kesehatan anda
dan janin.
6. Selalumencuci tangan dan peralatan sesudah
menangani atau mengolah makanan mentah (Subuh 2015).
Pencegahan
yang dapat dilakukan yaitu tidak mengkonsumsi susu atau produk susu yang mentah
atau belum dipasteurisasi. Mencuci
tangan, pisau dan seluruh peralatan yang digunakan untuk menyiapkan bahan
mentah. Mencuci sayuran atau buah-buahan dibawah air keran berklorin sebelum
dikonsumsi. Memisahkan sayuran, buah dan makanan yang sudah masak dari bahan
makanan yang mentah seperti ikan, daging sapi dan ayam. Memasak bahan pangan
asal hewan dengan suhu yang cukup hingga matang. Mengkonsumsi makanan yang
telah dimasak dengan segera, tidak meninggalkan makanan yang telah dimasak
dalam suhu ruang dalam waktu yang lama (CDC 2014).
Teknik
Kontrol Listeria monocytogenes pada Produk Pangan
Berbagai
teknik preservasi bahan pangan dapat diterapkan untuk mengontrol keberadaan
bakteri Listeria monocytogenes baik secara fisik, kimia maupun biologis. Secara
fisik teknik preservasi dilakukan dengan penyinaran sinar gamma. Kelebihan cara
ini adalah tidak menimbulkan residu dan tidak merusak bahan maupun gizinya,
namun kerugiannya adalah irradiasi dapat mempengaruhi komponen kimiawi dan
sistem biologis sel bakteri, cairan sel akan mengalami radiolisis menghasilkan
elektron yang terhidrasi, atom hidrogen dan radikal hidroksil. Bila ada oksigen
terlarut pada lingkungan tersebut dapat terbentuk ion radikal hidroksi
peroksida (H2O2) yang sangat beracun dan dapat mematikan sel bakteri. Dosis
irradiasi yang efektif untuk mengeliminasi bakteri virulen pada makanan beku
adalah 3 – 5 kGy (Hoz et al. 2008). Kekurangan metode ini yaitu kualitas
menurun, menyebabkan bau, perubahan warna serta terjadi oksidasi lemak.
Paparan
radiasi pengion dapat menyebabkan kerusakan DNA pada sel hidup termasuk sel
mikroba khususnya yang bersifat patogens. Namun, aplikasi iradiasi dosis sedang
(1-10 kGy) tidak dapat menyebabkan terjadinya mutasi pada mikroba yang bersifat
lebih patogen atau resisten terhadap radiasi. Sebagian besar bakteri patogen
vegetatif, tidak berspora dan gram negatif sangat peka terhadap radiasi,
sedangkan bakteri berspora umumnya lebih tahan, kecuali diiradiasi pada dosis
tinggi (> 10 kGy) (Batan 2010). Radiasi pada bahan pangan dapat menyebabkan
perubahan pada molekul makanan sehingga membuat mereka menjadi tidak stabil
(radioaktif). Bahan radiokatif ini jika termakan dan terakumulasi dapat
menimbulkan karsinogenik (EPA 2014).
Selain
penyinaran sinar gamma, telah dilakukan penelitian teknik preservasi oleh Huang
dan Sites (2008) dengan menggunakan sinar inframerah pada permukaan hotdog
selama 2 menit pada suhu 80 oC -85oC dapat mengurangi jumlah bakteri sebanyak
6.4-6.7 log.
Teknik
preservasi dengan bahan kimia seperti pemberian Sodium Diasetat dikombinasi
dengan Sodium laktat, potasium benzoat
terbukti dapat menghambat pertumbuhan dari L.monocytogenes. Teknik
preservasi secara biologis yaitu dengan penambahan Bakteri Asam Laktat pada bahan
pangan. Teknik ini terbukti dapat menghambat pertumbuhan L.monocytogenes karena
aktivitas antimikrobial dari bakteriosin yang dihasilkan oleh berbagai jenis
Bakteri Asam Laktat (Zhu et al. 2005).
BAB
IV
SIMPULAN
Listeria
monocytogenes adalah bakteri penting penyebab Foodborne disease karena memiliki
beberapa karakteristik seperti Psikrofilik, membentuk toksin serta dapat
bertahan dalam bentuk biofilm. Infeksi Listeria monocytogenes dapat terjadi
pada hewan dan manusia.
Pada
manusia infeksi bakteri ini dapat menyebabkan demam, sakit pada otot, dapat
menyebabkan keguguran dan infeksi pada anak pada wanita hamil, serta dapat
menyebabkan meningitis hingga kematian ada individu yang mengalami gangguan
imunitas. Beberapa teknik preservasi makanan dapat menghambat pertumbuhan dan
mengurangi jumlah Listeria monocytogenes, diantaranya teknik preservasi
irradiasi, penambahan bahan kimia dan penambahan bakteri asam laktat pada bahan
pangan.
DAFTAR
PUSTAKA
[CDC]
Centers For Disease Control Dan Prevention.2014. Listeria (Listeriosis). http://www.cdc.gov
/listeria /.[23 Februari 2014].
[BATAN]
Badan Tenaga Nuklir Nasional. 2010. Aplikasi Teknik Nuklir Sebagai Aplikasi
Pengawetan Bahan Pangan.ATOMS. ISSN 0215-0611
[EPA]
Environtmental Protection Agency. 2014. Radiation protection food safety. http://www.epa.gov /rpdweb00 /sources/food_safety.html.[13
maret 2014]
[FSAI]
Food Safety Authority of Ireland 2005. The Control and Management of Listeria
monocytogenes Contamination of Food. Dublin. Food Safety Authority of Ireland
(FSAI). 104
Aparna
MS, Yadav S. 2008. Biofilm: microbes and
disease. Brazilian Journal of Infectious Diseases. 12:6
Abdelgadir
AMMA, Srivastava KK, Reddy PG . 2009.
Detection of Listeria monocytogenes in readyto-eat meat products. Am. J. Anim.
Vet. Sci. 4(4): 101– 107.
Ariyanti
T. 2010. Bakteri Listeria monocytogenes sebagai Kontaminan Makanan Asal Hewan
(Foodborne Disease). Wartazoa 20:2, 94-102
Churchill
RLT, Lee H, Hall JC. 2006. Detection of Listeria monocytogenes and toxin
listeriolysin O in food. J Micr Meth. 64:2.141-170
Esteban
JI, Oporto B, Aduriz G, Juste RA, Hurtado A. 2009. Faecal shedding and strain
diversity of Listeria monocytogenes in healthy ruminants and swine in Northern
Spain. BMC Vet. Res. 5: 2 – 10.
Freitag
NE, Port GC, Miner MD. 2009. Listeria monocytogenes — from saprophyte to
intracellular pathogen. Nat Rev Microbiol. 7(9): 623.
Gandhi
M, Chikindas ML. 2007. Listeria: a Foodborne pathogen that knows how to
survive. Int J Food Micr. 113:1.1-15
Hall
SLJW, Costerton PS. 2004. Bacterial biofilms: from the natural world to
infectious disease. Nat. Rev. Microbiol.
2:2. 95–108.
Hoz
L, Cambero MI, Cabeza MC, Herrero AM, Ordonez JA. 2008. Elimination of Listeria
monocytogenes from vacuum packed dry cured ham by e-beam radiation. J Food
Protc.10. 1960-2160
Huang
L, Sites J. 2008. Elimination of
Listeria monocytogenes on hotdogs by infrared surface treatment. J Food
Sc. 73:1. 27-31
Jay
JM. 2000 . Modern Food Microbiology 6thEd. United State of America. Maryland.
Aspen Pr.
Kornacki
JL. 2003. Detecting Sources of Listeria monocytogenes in the Ready-To-Eat Food
Processing Environment. http://www.fsis.usda.gov/[20 februari 2014]
Lemon
KP, Higgins DE, Kolter R. 2007. Flagellar motility is critical for Listeria
monocytogenes biofilm formation. J. Bacteriol. 189:12. 4418 – 4424.
Liu
D. 2006. Identification, subtyping and virulence determination of Listeria
monocytogenes, an important foodborne pathogen. J Med Microbiol. 2006: 55,
645–659.
Riemann
HP, Cliver DO. 2006. Foodborne Infection and Intoxication. Elsevier.
Amsterdam:Belanda. 3-10
Soeharsono.
2002. Zoonosis, Penyakit Menular dari Hewan ke Manusia. Kanisius: Yogyakarta.
Stephan
R, Schumacher S,. Zychowska MA. 2003.
The VIT technology for rapid detection of Listeria monocytogenes and other
Listeria spp. Int. J. Food Microbiol. 89: 287 – 290.
Subuh
H. 2015. Mengenal Bakteri Listeria monocytogenes http://www.depkes.go.id /article /view /15012800001
/mengenal- bakteri- listeria-monocytogenes.html #sthash.3qn3kQyS.dpuf [25
November 2015]
Todd
ECD, Notermans S. 2011. Surveilance of listeriosis and its causative pathogen,
Listeria monocytogenes. J Food Cont. 22:9. 1484-1490
Zhu
M, Min D, Cordray J, Dong UA. 2005. Control of Listeria monocytogenes Contamination
in Ready-to-Eat Meat Products. Comprehensive Reviews In Food Science And Food
Safety. 4,:2005
Catatatan:
Karya
Tulis Ilmiah ini telah diarsipkan di Perpustakaan Pusat Karantina Hewan dan
Keamanan Hayati Hewani Nomor: 602.01.0034.PUSKH.II.2015.
******