Makalah Ilmiah adalah salah satu bentuk Karya
Tulis Ilmiah yang merupakan hasil pokok pikiran, pengembangan dan hasil kajian
/penelitian yang disusun oleh perorangan atau kelompok, pada suatu pokok
bahasan ilmiah dengan
menuangkannya dalam tulisan.
Karya Tulis Ilmiah sangat diperlukan, selain
sebagai suatu pengembangan ilmu maupun profesi, Karya Tulis ilmiah dalam
beberapa hal merupakan persyaratan kelulusan dalam suatu pendidikan atau bisa juga
merupakan persyaratan kenaikan untuk jabatan tertentu di suatu institusi dalam
suatu Kementerian.
Berikut adalah contoh Karya Tulis Ilmiah
dalam bidang ilmu kesehatan hewan (Rumpun Ilmu Hayat) tulisan Uti Ratnasari
Herdiana, Winda Rahmawati, Ika Suharti, Julia Rosmaya Riasari, Surati (Penulis
tamu). Karya tulis ini dibuat berdasarkan (sistematika) Keputusan Menteri
Pertanian No. 34/PERMENTAN/OT.140/6/2011 tentang Pedoman Penyusunan Karya Tulis
Ilmiah Bagi Pejabat Fungsional Rumpun Ilmu Hayat Lingkup Pertanian, berupa
karya tulis ilmiah berbentuk makalah yang telah diseminarkan didalam kegiatan
Seminar Nasional.
*****************************************************************************
CONTOH KARYA TULIS ILMIAH DALAM BENTUK MAKALAH
*****************************************************************************
EFEKTIFITAS
PENYEMPROTAN BEBERAPA BAHAN AKTIF PESTISIDA TERHADAP Boophilus microplus, VEKTOR PENYAKIT BABESIOSIS DAN ANAPLASMOSIS
PADA SAPI
Oleh:
Uti Ratnasari Herdiana, Winda Rahmawati, Ika Suharti, Julia Rosmaya Riasari, Surati
ABSTRAK
Efektivitas pestisida (Klorpirifos, Propoksur, Sipermetrin, Abamektin) diuji
secara in vitro dan pada sapi terinfeksi Boophilus microplus untuk mendapatkan jenis dan konsentrasi
pestisida terbaik dalam mengeliminasi Boophilus
microplus yang merupakan vektor penyakit babesiosis dan anaplasmosis. Uji
pertama secara in vitro dilakukan di laboratorium Balai Uji Terap Teknik dan
Metode Karantina Pertanian Bekasi Jawa Barat pada larva Boophilus microplus untuk mendapatkan konsentrasi terbaik pestisida
yang akan diterapkan di lapang. Tiga ratus dua puluh larva Boophilus microplus dibagi menjadi 16 kelompok dan disemprot dengan
konsentrasi insektisida yang berbeda (2 g/l, 1,5 g/l, 1 g/l dan 0,5
g/l). Sejumlah 20 larva digunakan sebagai kelompok control. Didapatkan
konsentrasi 1,5 g/l and 2 g/l dari
Klorpirifos; 0,125 g/l dan 0,250 g/l dari Propoksur, Sipermetrin dan
Abamektin untuk efikasi larva. Uji kedua adalah pada 25 ekor sapi terinfeksi di
Desa Pangumbahan Ujung Genteng Sukabumi Jawa Barat. Dua puluh empat ekor sapi
dibagi dalam 8 kelompok yang masing-masing disemprot dengan 4 macam pestisida dengan 2 konsentrasi yang
berbeda. Satu ekor sapi digunakan sebagai kontrol. Pada menit ke 10, 20, 30,
40, 50 serta jam ke 1, 2, 3, 4, 5, 6, 24, 48 setelah
penyemprotan dilakukan penghitungan jumlah Boophilus microplus yang mati serta dibandingkan dengan jumlah sebelum penyemprotan. Pada
sapi control tidak dilakukan penyemprotan pestisida tetapi jumlah Boophilus microplus yang mati tetap
dihitung. Hasil yang didapat adalah kelompok yang disemprot dengan Propoksur,
Sipermetrin dan Abamektin memiliki efektifitas dalam menyebabkan kematian Boophilus microplus lebih dari 80%.
Kata Kunci :
Pestisida, Boophilus microplus, Sapi
******
BAB I
PENDAHULUAN
Babesiosis dan Anaplasmosis sangat merugikan
peternakan sapi perah dan sapi pedaging karena menyebabkan demam, anemia akibat
kerusakan eritrosit, penurunan produksi susu dan kematian. Babesiosis dan
Anaplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa yang merupakan
parasit darah yang dapat ditularkan oleh caplak sapi Boophilus
microplus (Astyawati, 1987).
Boophilus
microplus
adalah jenis ektoparasit caplak tergolong akari yang merupakan masalah penting
karena dapat menyebarkan penyakit, menimbulkan gangguan kesehatan dan kerugian
ekonomi pada ternak. Caplak tersebut dapat merusak kulit, dan khususnya dapat
berperan sebagai vektor penyebab penyakit Babesiosis dan Anaplasmosis (Seddon,
1976). Oleh karena itu, diperlukan penanggulangan dan pencegahan terhadap
serangan caplak Boophilus microplus pada inang yaitu ruminansia
khususnya sapi secara kimiawi dengan penyemprotan menggunakan insektisida.
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan efektifitas berbagai jenis insektisida pada perlakuan
penyemprotan vektor caplak Boophilus
microplus, untuk mendapatkan jenis dan konsentrasi insektisida yang efektif
pada perlakuan penyemprotan vektor caplak Boophilus
microplus penyebab penyakit Babesiosis dan Anaplasmosis pada ruminansia. Hipotesis
pada penelitian ini adalah perlakuan penyemprotan berbagai jenis insektisida
dengan konsentrasi tertentu mampu meningkatkan mortalitas vektor caplak Boophilus microplus.
******
BAB II
METODE
Metode Penelitian
Koleksi dan
Pemeliharaan Caplak, diperoleh dari caplak dewasa yang kenyang darah dan siap untuk
bertelur. Caplak dewasa dibiarkan di dalam stoples sampai bertelur selama ± 5
hari. Telur caplak dipelihara sampai menetas menjadi larva ± 3 – 4 minggu.
Aplikasi Insektisida
secara Invitro (Laboratorium), larva caplak dibagi menjadi 16 kelompok. Setiap
kelompok terdiri 20 ekor larva yang berusia ± 1-5 hari. Konsentrasi larutan
insektisida yang digunakan masing-masing adalah 2 gr/l, 1,5 gr/l, 1 gr/l, dan
0,5 gr/l (Kompes, 2012). Satu kelompok lain merupakan kontrol.
Aplikasi Insektisida pada Sapi sebagai Host
Spesifik (Aplikasi Lapang), Sebanyak 24
ekor sapi dibagi dalam 8 kelompok. Konsentrasi larutan insektisida
yang digunakan masing-masing adalah menggunakan dua konsentrasi
yang efektif diuji di laboratorium, dilakukan sebanyak 3 kali ulangan. Satu ekor sapi digunakan sebagai kontrol. Aplikasi penghitungan caplak
pada sapi dilakukan terhadap empat (4) regio, yaitu: daerah leher, punggung,
abdomen (perut), dan kaki, dimana pada masing-masing regio penghitungan
dibatasi dengan waktu maksimal 2 menit, dengan tujuan untuk keseragaman
penghitungan.
Kriteria Efikasi,
efikasi insektisida yang diuji ditentukan berdasarkan persentase kematian
caplak dan larva caplak setelah perlakuan dibandingkan
dengan jumlah caplak
dan larva caplak sebelum perlakuan
dikali 100 persen. Kriteria efektif adalah > 80% (Kompes, 2012).
******
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perlakuan
penyemprotan insektisida secara invitro (skala laboratorium)
Mortalitas caplak 100% dengan penyemprotan
bahan aktif insektisida Abamektin, Sipermetrin, dan Propoksur pada larva caplak
menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,5 g/l, 1 g/l, 1,5 g/l, dan 2 g/l, ketiga
bahan aktif tersebut efektif menyebabkan kematian 100% pada larva. Sedangkan
bahan aktif Klorpirifos 1 g/l, 1,5 g/l, dan 2 g/l efektif menyebabkan kematian
larva pada menit ke 50 pasca penyemprotan. Pada bahan aktif Klorpirifos sudah
didapatkan konsentrasi efektif untuk membunuh caplak yaitu pada konsentrasi 1,5
dan 2 g/l. Sedangkan untuk bahan aktif Sipermetrin, Abamektin, dan Propoksur
perlu diturunkan lagi konsentrasinya karena masih belum didapatkan konsentrasi
yang efektif dan efisien membunuh caplak. Sehingga didapatkan konsentrasi 0,125
dan 0,25 g/l pada ketiga bahan aktif tersebut menyebabkan kematian larva pada
menit ke 30 pasca penyemprotan, yang selanjutnya konsentrasi itu diaplikasikan
pada aplikasi lapang pada sapi. Pada kelompok larva yang merupakan kontrol,
semua larva dalam keadaan hidup karena tidak
diperlakukan dengan bahan aktif insektisida apapun. Kelompok larva yang
merupakan kontrol tidak mengalami mortalitas, yang artinya mortalitas 0%.
Perlakuan
penyemprotan insektisida secara aplikasi lapang pada sapi
Secara umum pada
semua bahan aktif insektisida mengalami tingkat mortalitas yang meningkat dari
24 jam pengamatan sampai 48 jam pengamatan. Pada konsentrasi 0,125 g/l terjadi
peningkatan mortalitas dari 24 jam pengamatan sampai 48 jam pengamatan. Pada
Abamektin peningkatannya terjadi cukup tinggi dari 46% ke 71%. Sedangkan pada
Klorpirifos dan Propoksur terjadi peningkatan mortalitas yang tidak terlalu
pesat. Pada konsentrasi 0,125 g/l ini belum bisa dikatakan efektif karena hasil
dari persentase pada pengamatan 48 jam pasca penyemprotan tidak terpenuhi yaitu
≥ 80%. Yang memenuhi kriteria efektif pada konsentrasi 0,125 g/l hanya bahan
aktif Propoksur yaitu mortalitas 88%.
Gambar 1. Persentase
kematian caplak sapi setelah perlakuan dengan bahan aktif Sipermetrin,
Abamektin, dan Propoksur 0.125 g/l, bahan aktif Klorpirifos 1.5 g/l, pada 24
dan 48 jam pasca penyemprotan
Pada konsentrasi
0,25 g/l ketiga bahan aktif yaitu Sipermetrin, Abamektin, dan Propoksur telah
memenuhi kriteria efikasi. Sedangkan pada Klorpirifos meskipun konsentrasi
memakai konsentrasi lebih tinggi yaitu 2 g/l, tetapi belum mencapai kriteria
efikasi. Pada sapi yang digunakan sebagai kontrol, tidak dilakukan perlakuan
penyemprotan bahan aktif insektisida, tetapi tetap dilakukan pengamatan jumlah
caplak sesuai dengan waktu pengamatan pada sapi yang dilakukan penyemprotan.
Dan pada sapi kontrol ini tidak ditemui pengurangan jumlah caplak.
Gambar 2. Persentase
kematian caplak sapi setelah perlakuan dengan bahan aktif Sipermetrin,
Abamektin, dan Propoksur 0.25 g/l, bahan aktif Klorpirifos 2 g/l, pada 24 dan
48 jam pasca penyemprotan
Jika dibandingkan
antara bahan aktif satu dengan bahan aktif yang lain, tidak ada yang bisa
dikatakan lebih efektif daripada yang lain, tetapi mana yang lebih cocok untuk
diterapkan di lapangan. Bahan aktif Sipermetrin, Propoksur, dan Abamektin
mempunyai daya kerja yang cepat dan luas, sedangkan klorpirifos juga mempunyai
daya knockdown cepat tetapi relatif kurang stabil.
Untuk memilih
bahan aktif yang lebih cocok untuk diterapkan, terdapat beberapa faktor yang
perlu dipertimbangkan. Propoksur dan Abamektin sama-sama mempunyai spektrum
yang luas dan toksisitasnya serta daya kerjanya tinggi, tetapi kedua bahan
aktif ini mempunyai harga yang mahal. Untuk bahan aktif Sipermetrin, disamping
bekerja cepat, aplikasi dosisnya juga rendah sehingga efisien untuk perlakuan
di lapangan, kemudian Sipermetrin ini residunya baik dan mempunyai harga yang
relatif murah. Dengan adanya beberapa sifat bahan aktif yang spesifik, dapat
dipilih bahan aktif mana yang lebih cocok untuk diterapkan di aplikasi lapang,
khususnya untuk kepentingan karantina.
Beberapa
insektisida lain yang belakangan ini banyak digunakan dalam pengendalian caplak
adalah : arsenik, butakarb, klorfenvifos, koumafos, klorpirifos, dioksation dan
fosolone. Masalah yang timbul belakangan adalah caplak menjadi resisten
terhadap insektisida tersebut di atas. Saat ini piretroid sintetik sudah
menjadi favorit di kalangan peternak, yaitu flumetrin, decamethrin,
sipermetrin, dan sipotrin. Piretroid ini sangat baik terhadap caplak yang telah
resisten terhadap hidrokarbon berklor. Untuk dipping konsentrasi flumetrin
30-75 ppm; dekametrin 25 ppm; sipermetrin 150 ppm, sedangkan sipotrin digunakan
dalam konsentrasi 150 ppm (Sigit dan Hadi, 2006).
******
BAB IV
SIMPULAN
1. Keempat bahan aktif insektisida mempunyai
daya kerja yang baik dalam meningkatkan mortalitas larva caplak di laboratorium
maupun pada stadium caplak yang lain secara aplikasi lapang pada sapi.
2. Pada aplikasi lapang, konsentrasi 0,25 g/l
bahan aktif Sipermetrin, Abamektin, dan Propoksur efektif menyebabkan kematian
caplak ≥ 80%
DAFTAR PUSTAKA
Astyawati T. 1987. Diagnosis piroplasmosis
pada sapi perah dengan metode Fluoresein Antibodi Tidak Langsung dibandingkan
dengan Giemsa-May-Grunwald. Tesis Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Pegramm, R. G., Lemche, J., Chizyuka, H. G.
B., Sutherst, R. W., Flyod, R. B., Kerr, J. D., and McCooker, P. J. 1989.
Effect of Tick Control on Liveweight Gain of Cattle in Central Zambia. Med.
Vet. Ent.,3, 313-320.
Seddon, H.R. 1976 . Diseases of domestic
animals in Australia parts 3. Arthropod Infestations (Ticks and mites) .
Service publications (Veterinary Hygiene) No. 7: 170.
Sigit, S. H. dan Hadi, U. K. 2006. Hama
Pemukiman Indonesia Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Unit Kajian
Pengendalian Hama Pemukiman (UKPHP) FKH-IPB. Bogor.
******