Puisi
adalah salah satu cara maupun sarana untuk menyampaikan isi hati /perasaan seseorang. Syair syair dalam puisi bisa berisi kesedihan, ketidak
berdayaan, kegembiraan, cinta, harapan, nasehat, kritikan terhadap
penguasa ataupun sindiran terhadap masyarakat sekalipun.
Berbagai
peristiwa kehidupan bangsa Indonesia ataupun Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) dicatat oleh masyarakat dan menuliskannya dalam bentuk puisi. Telah
tercatat dalam sejarah lahirnya banyak penyair mengiringi peristiwa perjuangan
kemerdekaan RI, perjuangan melawan ketidak adilan penguasa, untuk mengenang
para pahlawan atau untuk menyampaikan kegalauan perasaan isi hati.
Berikut
ini adalah puisi puisi kemerdekaan, perjuangan, dan kepahlawanan karya Chairil Anwar, Taufik Ismail, WS Rendra,
Sapardi Joko Darmono, Wiji Thukul dll yang lahir dari isi hati dalam memahami
sebuah peristiwa berbangsa dan bernegara untuk mengenang para pahlawan
kemerdekaan dan untuk meyuarakan kembali isi hati dan perasaan para penyair:
AKU
Karya:
Chairil Anwar
Kalau
sampai waktuku
‘Ku
mau tak seorang ‘kan merayu
Tidak
juga kau
Tak
perlu sedu-sedan itu
Aku
ini binatang jalan
Dari
kumpulannya terbuang
Biar
peluru menembus kulitku
Aku
tetap meradang menerjang
Luka
dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga
hilang pedih peri
Dan
aku akan lebih tidak perduli
Aku
mau hidup seribu tahun lagi
(Pembangoenan,
No. 1, Th. I 10 Desember 1945)
******
DIPONEGORO
Karya:
Chairil Anwar
Di
masa pembangunan ini
tuan
hidup kembali
Dan
bara kagum menjadi api
Di
depan sekali tuan menanti
Tak
gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang
di kanan, keris di kiri
Berselempang
semangat yang tak bisa mati.
Maju
Ini
barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan
tanda menyerbu.
Sekali
berarti
Sudah
itu mati.
Maju
Bagimu
Negeri
Menyediakan
api.
Punah
di atas menghamba
Binasa
di atas ditindas
Sesungguhnya
jalan ajal baru tercapai
Jika
hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
(1943)(Budaya,
Th III, No. 8. Agustus 1954)
******
KRAWANG - BEKASI
Karya:
Chairil Anwar
Kami
yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak
bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi
siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang
kami maju dan mendegap hati ?
Kami
bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika
dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami
mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang,
kenanglah kami.
Kami
sudah coba apa yang kami bisa
Tapi
kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami
cuma tulang-tulang berserakan
Tapi
adalah kepunyaanmu
Kaulah
lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau
jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau
tidak untuk apa-apa,
Kami
tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah
sekarang yang berkata
Kami
bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika
ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang,
kenanglah kami
Teruskan,
teruskan jiwa kami
Menjaga
Bung Karno
menjaga
Bung Hatta
menjaga
Bung Sjahrir
Kami
sekarang mayat
Berikan
kami arti
Berjagalah
terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang,
kenanglah kami
yang
tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu
kami terbaring antara Krawang-Bekasi
(1948)
(Brawidjaja, Jilid 7, No 16, 1957)
******
PRAJURIT
JAGA MALAM
Karya
: Chairil Anwar
Waktu
jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda
yang lincah yang tua-tua keras, bermata tajam
Mimpinya
kemerdekaan bintang-bintangnya kepastian
ada
di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku
suka pada mereka yang berani hidup
Aku
suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam
yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu
jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !
(1948)
(Siasat, Th III, No. 96. 1949)
******
PERSETUJUAN
DENGAN BUNG KARNO
Karya:
Chairil Anwar
Ayo
! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku
sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang
diatas apimu, digarami lautmu
Dari
mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku
melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku
sekarang api aku sekarang laut
Bung
Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di
zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di
uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
(1948)
(Liberty, Jilid 7, No 297, 1954)
******
LARUT
MALAM SUARA SEBUAH TRUK
Karya:
Taufiq Ismail
Sebuah
Lasykar truk
Masuk
kota Salatiga
Mereka
menyanyikan lagu
'Sudah
Bebas Negeri Kita'
Di
jalan Tuntang seorang anak kecil
Empat
tahun terjaga :
'Ibu,
akan pulangkah Bapa,
dan
membawakan pestol buat saya ?'
******
KITA
ADALAH PEMILIK SAH REPUBLIK INI
Karya:
Taufik Ismail
Tidak
ada pilihan lain
Kita
harus
Berjalan
terus
Karena
berhenti atau mundur
Berarti
hancur
Apakah
akan kita jual keyakinan kita
Dalam
pengabdian tanpa harga
Akan
maukah kita duduk satu meja
Dengan
para pembunuh tahun yang lalu
Dalam
setiap kalimat yang berakhiran
“Duli
Tuanku ?”
Tidak
ada lagi pilihan lain
Kita
harus
Berjalan
terus
Kita
adalah manusia bermata sayu, yang di tepi jalan
Mengacungkan
tangan untuk oplet dan bus yang penuh
Kita
adalah berpuluh juta yang bertahun hidup sengsara
Dipukul
banjir, gunung api, kutuk dan hama
Dan
bertanya-tanya inikah yang namanya merdeka
Kita
yang tidak punya kepentingan dengan seribu slogan
Dan
seribu pengeras suara yang hampa suara
Tidak
ada lagi pilihan lain
Kita
harus
Berjalan
terus.
(1966)
******
GERILYA
Karya:
W S Rendra
Tubuh
biru
tatapan
mata biru
lelaki
berguling di jalan
Angin
tergantung
terkecap
pahitnya tembakau
bendungan
keluh dan bencana
Tubuh
biru
tatapan
mata biru
lelaki
berguling dijalan
Dengan
tujuh lubang pelor
diketuk
gerbang langit
dan menyala
mentari muda
melepas
kesumatnya
Gadis
berjalan di subuh merah
dengan
sayur-mayur di punggung
melihatnya
pertama
Ia
beri jeritan manis
dan
duka daun wortel
Tubuh
biru
tatapan
mata biru
lelaki
berguling dijalan
Orang-orang
kampung mengenalnya
anak
janda berambut ombak
ditimba
air bergantang-gantang
disiram
atas tubuhnya
Tubuh
biru
tatapan
mata biru
lelaki
berguling dijalan
Lewat
gardu Belanda dengan berani
berlindung
warna malam
sendiri
masuk kota
ingin
ikut ngubur ibunya
******
DOA SEORANG SERDADU SEBELUM PERANG
Karya:
W.S. Rendra
Tuhanku,
WajahMu
membayang di kota terbakar
dan
firmanMu terguris di atas ribuan
kuburan
yang dangkal
Anak
menangis kehilangan bapa
Tanah
sepi kehilangan lelakinya
Bukannya
benih yang disebar di bumi subur ini
tapi
bangkai dan wajah mati yang sia-sia
Apabila
malam turun nanti
sempurnalah
sudah warna dosa
dan
mesiu kembali lagi bicara
Waktu
itu, Tuhanku,
perkenankan
aku membunuh
perkenankan
aku menusukkan sangkurku
Malam
dan wajahku
adalah
satu warna
Dosa
dan nafasku
adalah
satu udara.
Tak
ada lagi pilihan
kecuali
menyadari
-biarpun
bersama penyesalan-
Apa
yang bisa diucapkan
oleh
bibirku yang terjajah ?
Sementara
kulihat kedua lengaMu yang capai
mendekap
bumi yang mengkhianatiMu
Tuhanku
Erat-erat
kugenggam senapanku
Perkenankan
aku membunuh
Perkenankan
aku menusukkan sangkurku
(Mimbar
Indonesia. Th. XIV, No. 25. 18 Juni 1960)
******
MENATAP
MERAH PUTIH
Karya:
Sapardi Djoko Damono
Menatap
merah putih
melambai
dan menari – nari di angkasa
kibarannya
telah banyak menelan korban
nyawa
dan harta benda
berkibarnya merah putih
yang
menjulang tinggi di angkasa
selalu
teriring senandung lagu Indonesia Raya
dan
tetesan air mata
dulu,
ketika masa perjuangan pergerakan kemerdekaan
untuk
mengibarkan merah putih
harus
diawali dengan pertumpahan darah
pejuang
yang tak pernah merasa lelah
untuk
berteriak : Merdeka!
menatap
merah
putih adalah perlawanan melawan angkara murka
membinasakan
penidas dari negeri tercinta
indonesia
menatap
merah
putih adalah bergolaknya darah
demi
membela kebenaran dan azasi manusia
menumpas
segala penjajahan
di
atas bumi pertiwi
menatap
merah
putih adalah kebebasan
yang
musti dijaga dan dibela
kibarannya
di angkasa raya
berkibarlah
terus merah putihku
dalam
kemenangan dan kedamaian
******
HARI
KEMERDEKAAN
Karya:
Sapardi Djoko Damono
Akhirnya
tak terlawan olehku
tumpah
dimataku, dimata sahabat-sahabatku
ke
hati kita semua
bendera-bendera
dan bendera-bendera
bendera
kebangsaanku
aku
menyerah kepada kebanggan lembut
tergenggam
satu hal dan kukenal
tanah
dimana kuberpijak berderak
awan
bertebaran saling memburu
angin
meniupkan kehangatan bertanah air
semat
getir yang menikam berkali
makin
samar
mencapai
puncak kepecahnya bunga api
pecahnya
kehidupan kegirangan
menjelang
subuh aku sendiri
jauh
dari tumpahan keriangan dilembah
memandangi
tepian laut
tetapi
aku menggengam yang lebih berharga
dalam
kelam kulihat wajah kebangsaanku
makin
bercahaya makin bercahaya
dan
fajar mulai kemerahan
******
ATAS
KEMERDEKAAN
Karya:
Sapardi Djoko Damono
kita
berkata : jadilah
dan
kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di
atasnya : langit dan badai tak henti-henti
di
tepinya cakrawala
terjerat
juga akhirnya
kita,
kemudian adalah sibuk
mengusut
rahasia angka-angka
sebelum
Hari yang ketujuh tiba
sebelum
kita ciptakan pula Firdaus
dari
segenap mimpi kita
sementara
seekor ular melilit pohon itu :
inilah
kemerdekaan itu, nikmatkanlah
(Horison
Thn III, No. 8 Agustus 1968)
******
SUKMAKU
MERDEKA
Karya:
Wiji Thukul
Tidak
tergantung kepada Departemen Tenaga Kerja
Semakin
hari semakin nyata nasib di tanganku
Tidak
diubah oleh siapapun
Tidak
juga akan dirubah oleh Tuhan Pemilik Surga
Apakah
ini menyakitkan? entahlah !
Aku
tak menyumpahi rahim ibuku lagi
Sebab
pasti malam tidak akan berubah menjadi pagi
Hanya
dengan memaki-maki
Waktu
yang diisi keluh akan berisi keluh
Waktu
yang berkeringat karena kerja akan melahirkan
Serdadu-serdadu
kebijaksanaan
Biar
perang meletus kapan saja
Itu
bukan apa-apa
Masalah
nomer satu adalah hari ini
Jangan
mati sebelum dimampus takdir
Sebelum
malam mengucap selamat malam
Sebelum
kubur mengucapkan selamat datang
Aku
mengucap kepada hidup yang jelata
M E
R D E K A ! !
******
SATU
MIMPI SATU BARISAN
Karya:
Wiji Thukul
Di
lembang ada kawan sofyan
jualan
bakso kini karena dipecat perusahaan
karena
mogok karena ingin perbaikan
karena
upah ya karena upah
Di
ciroyom ada kawan sodiyah
si
lakinya terbaring di amben kontrakan
buruh
pabrik teh
terbaring
pucet dihantam tipes
ya
dihantam tipes
juga
ada neni
kawan
bariah
bekas
buruh pabrik kaos kaki
kini
jadi buruh di perusahaan lagi
dia
dipecat ya dia dipecat
kesalahannya
: karena menolak
diperlakukan
sewenang-wenang
Di
cimahi ada kawan udin buruh sablon
kemarin
kami datang dia bilang
umpama
dironsen pasti nampak
isi
dadaku ini pasti rusak
karena
amoniak ya amoniak
Di
cigugur ada kawan siti
punya
cerita harus lembur sampai pagi
pulang
lunglai lemes ngantuk letih
membungkuk
24 jam
ya
24 jam
Di
majalaya ada kawan eman
buruh
pabrik handuk dulu
kini
luntang-lantung cari kerjaan
bini
hamin tiga bulan
kesalahan
: karena tak sudi
terus
diperah seperti sapi
Di
mana-mana ada sofyan ada sodiyah ada bariyah
tak
bisa dibungkam kodim
tak
bisa dibungkam popor senapan
di
mana-mana ada neni ada udin ada siti
di
mana-mana ada eman
di
bandung - solo - jakarta - tangerang
Tak
bisa dibungkam kodim
tak
bisa dibungkam popor senapan
satu
mimpi
satu
barisan
(Bandung
21 Mei 1992)
******
BUAH
KEMERDEKAAN
Karya:
Giyono Trisnadi
Jalanan
macet di mana mana.. inikah buah Kemerdekaan?
Banyak
Ibu ibu dan gadis gadis menjadi TKW.. inikah buah kemerdekaan?
Banyak
pengangguran.. inikah buah kemerdekaan?
Banyak
anak durhaka.. inikah buah kemerdekaan?
Demokrasi
kebablasan.. inikah buah kemerdekaan?
Banyak
pemimpin membesarkan perutnya sendiri.. inikah buah kemerdekaan?
Kenapa
buah kemerdekaan berwarna hitam?
Atau
ketidak becusan orang orang menyiangi kemerdekaan?
Atau
ketidak pedulian pemimpin akan keadilan?
Atau
kealpaan pemimpin atas tujuan kemerdekaan?
Atau
ego dan kealpaan masyarakat kebanyakan?
Bayangkan
bagaimana perasaan para pejuang melihat buah kemerdekaan
Dulu
dia mati berdarah darah demi kemerdekaan
Pasti
dia menangis dengan air mata berdarah darah karena melihat buah kemerdekaan
(8 Agustus 2015, Peringatan Hari kemerdekaan ke 70 Republik Indonesia)
******
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul
Holikul Anwar, 2015. “Kumpulan Puisi Kemerdekaan Dan Perjuangan” Holikul Anwar
Blog. Website:
http://holikulanwar.blogspot.com/2014/08/kumpulan-puisi-kemerdekaan-.html
Diah
Noe. 2013. “3 Puisi Taufik Ismail Tentang Perjuangan dan Pengorbanan”. Puisi
dan Syair Indonesia, Kumpulan puisi terbaik penyair besar Indonesia paling
lengkap. Website: http://puisidansyairindonesia.blogspot.com/2013/09/3-puisi-taufik-ismail-tentang.html
Gyan
Pramesty 2015. Kumpulan Puisi Perjuangan Terbaru 2015. Loker Puisi Puisi Online
Indonesia.. Website: http://www.lokerpuisi.web.id/2014/06/puisi-perjuangan.html
Ofa
ragil Boy, 2015. “Puisi Perjuangan, Kita Adalah Pemilik Sah Republik Ini”.
Catatan Si Boy. Catatan Online Ofa Ragil Boy seputar Motivasi Kehidupan, Cerita
Cinta Anak Remaja. Website: http://orb.web.id/puisi-perjuangan-kita-adalah-pemilik-sah-republik-ini.html
Sawali
Tuhusetya, 2009. “Puisi Perjuangan Chairil Anwar”. Catatan Sawali Tuhusetya.
Tentang Budaya Dunia Pendidikan dan Sastra Indonesia. Website: http://sawali.info/2009/05/09/puisi-perjuangan-chairil-anwar/
***Penulis
drh Giyono Trisnadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar