A. PENDAHULUAN
Contagious equine metritis (CEM) adalah penyakit
kelamin yang akut, sangat menular pada kuda dan equidae lainnya serta
mempengaruhi fertilitas. Sifatnya tidak sistemik terutama menyerang sistem
reproduksi kuda betina dan biasanya menyebabkan
kemajiran sementara. Gejala
utama adanya cairan
vagina yang mukopurlenta. Penyembuhan tidak sempurna, tetapi menunjukan
gejala asimptomatis yang lama pada kuda-kuda betina. Penyebaran penyakit
terutama disebabkan oleh hubungan kelamin dengan induk yang carrier.
B. ETIOLOGI
Penyebab Contagious equine metritis (CEM) pada
mulanya disebut Contagious equine metritis organism (CEMO), kemudian
Haemophilus equigenitalis dan terakhir Taylorela equigonitalis.
Pertumbuhan Thylorella equigenitalis membutuhkan
waktu minimal 48 jam bisa sampai 13 hari tetapi biasanya tidak lebih 6 hari
pada temperatur 370C di media darah yang dipanasi dan diinkubasi dalam kondisi
mengandung CO2 5-10%. Koloni sangat kecil, diameter 2-3 mm, berwarna abu-abu
kekuningan, halus dan tepi rata. Tumbuh baik pada media peptone chocolate agar,
Gram negatif, kecil, bentuk batang pendek, kadang pleomorfik, bipoler, acid
fast, non motil, katalase, fosfat dan oksidase positif. Tidak bereaksi atau
negatif terhadap berbagai standar pengujian bakteriologi.
(Sumber : http://www.equmed.com/?p=482)
Kuda betina dapat menderita lebih dari satu kali
dalam satu periode waktu yang pendek dan antibodi timbul dengan cepat sehingga
tidak dapat dideteksi dalam waktu singkat setelah sembuh. Kebanyakan kuda
betina tidak sembuh total tetapi kadang menjadi karier beberapa bulan. Pada
induk yang karier maka bakteri mengumpul di selaput saluran genital, sinus dan
fossa clitoris juga pada urethra dan serviks. Anak yang lahir dari induk yang
karier dapat juga menjadi karier.
C. EPIDEMIOLOGI
1. Spesies Rentan
Semua kuda dan sebangsanya peka terhadap penyakit CEM.
Kejadian secara alami telah dilaporkan pada kuda. Keledai dapat terinfeksi dalam kondisi eksperimental.
Upaya untuk menginfeksi sapi, babi, domba dan kucing tidak berhasil, tetapi
beberapa tikus laboratorium dapat terinfeksi dengan inokulasi intrauterin.
2. Pengaruh Lingkungan
Kuda
betina yang terinfeksi
akan dapat menginfeksi
hampir semua kuda betina lainnya
dalam peternakan kuda. Kuda betina dapat menderita lebih dari satu kali dalam
periode waktu yang pendek setelah sembuh dari penyakit yang aktif.
3. Sifat penyakit
Penyakit
CEM ini dapat
bersifat karier dan
endemis pada peternakan kuda. Anak yang lahir dari induk
yang karier dapat juga menjadi karier.
4. Cara Penularan
Penyebaran penyakit paling sering disebabkan oleh
karena adanya hubungan kelamin dengan induk karier yang asimptomatis. Penularan
disamping melalui alat kelamin, dapat juga secara mekanis melalui petugas yang
menangani dan memeriksa kuda jantan atau betina yang terinfeksi.
Perlakuan
yang tidak higienis
selama pembersihan dan
pemeriksaan alat kelamin kuda dapat menyebabkan terjadinya penularan,
untuk itu diperlukan perlakuan yang aseptis. Kuda betina yang terinfeksi akan
menginfeksi hampir semua kuda betina lainnya. Kuda betina yang menderita lebih
dari satu kali dalam periode waktu yang pendek, antibodi yang ada pada serum
dapat timbul cepat sehingga tidak dapat terdeteksi dalam waktu singkat setelah
sembuh dari penyakit yang aktif.
5. Faktor Predisposisi
Kuda merupakan hospes alami, hanya untuk
equigenitalis thoroughbred tampaknya sangat rentan. Adanya imunitas yang lemah
dan kurangnya kebersihan lingkungan dapat memudahkan terjadinya penyakit CEM.
Perlakuan yang tidak
higienis selama pembersihan
dan pemeriksaan alat kelamin kuda
dapat menyebabkan terjadinya penularan, sehingga pemeriksaan alat kelamin harus
dilakukan se-aseptis mungkin.
6. Distribusi Penyakit
Penyakit CEM ini dilaporkan pertama kali di
Newmarket Inggris oleh Crowhurst, pada tahun 1997, sekarang telah bebas,
kemudian di Iriandia oleh Tymoney, dkk tahun 1997, di Australia oleh Hughes,
dkk tahun 1978 dan sekarang telah bebas, Perancis dan Jerman oleh Sonnenchein
dan Klug tahun 1979, di Amerika Serikat oleh Swerezek 1978, Jepang oleh Kamada,
dkk tahun 1981, juga sudah dilaporkan di Italia, Belgia, Denmark, Austria,
Finlandia, Norwegia, Belanda, Swedia, Yugoslavia, dan Maroko.
Kejadian penyakit CEM Di Indonesia
pernah dilaporkan oleh
BPPH /BPPV Wilayah II Bukittinggi pada kuda di Payahkumbuh pada tahun
1986.
D. PENGENALAN PENYAKIT
1. Gejala Klinis
Gejala
klinis CEM mulai
muncul 1-6 hari
pasca infeksi atau sampai
80 hari. Setelah tertular pada kuda betina akan
mengeluarkan cairan mukopurulenta tanpa bau dari saluran genital. Pada kasus
berat, cairannya akan banyak sekali, bila kasusnya ringan cairan putih keabuan
hanya sedikit terkumpul di dasar vagina pada mukosa vagina. Biasanya sekresi
akan hilang setelah 3-4 minggu, dan kuda dapat kembali estrus dalam beberapa
hari setelah infeksi. Penyakit dapat mengakibatkan infertilitas dan aborsi
dini. Gejala yang nyata akibat CEM tidak terlihat pada kuda jantan.
(Sumber :
http://www.kosvi.com/courses/vpat5215_1/vpat5310/uterus/ute08.htm)
Infeksi ditandai adanya endometiris, servisitis dan vaginitis. Sering
keluar cairan mukopurulenta 2-10 hari setelah perkawinan dan mungkin terlihat
keluar dari vulva, membasahi bagian belakang tubuh hewan dan mengotori ekor.
Kuda yang menderita parah akan mengakibatkan metritis kronis dan menyebabkan
terjadinya infertilitas.
(Sumber:
http://www.kosvi.com/courses/vpat5215_1/vpat5310/uterus/ute08.htm)
2. Patologi
Perubahan
patologis menunjukkan pembesaran
yang bervariasi dari uterus dan adanya sedikit cairan
keabu-abuan, endometritis dan perusakan endometrium pada bagian epitel,
pembesaran serta pembengkakan uterus.
Ditemukan banyak leukosit polimorfonukleus
(polymorphonuclear leucocytes) dan epithel degenerasi pada smear serviks.
Pemeriksaan mikroskopis akan terlihat bakteri Gram negatif di dalam dan di luar
sel. Tidak ditemukan adanya Iesi di luar organ genital.
3. Diagnosa
Bila
terlihat gejala klinis
setelah musim kawin,
dapat ditandai dengan adanya estrus kembali dan adanya
sekresi pada saluran genital. Antibodi tidak spesifik terhadap gejala klinis
penyakit ini, tidak ada pada serum induk atau pejantan yang karier, sehingga
pengujian serologis tidak praktis. Tidak ada uji serologis yang cocok untuk
kontrol dan mendeteksi penyakit ini.
Bermacam-macam uji serotipe telah dikembangkan mulai
dari slide agglutination sampai dengan direct dan indirect immunofluorescense.
Masing-masing metoda mempunyai keuntungan dan kerugian, kelemahan uji
aglutinasi kadang terjadi autoglutinasi bila dibiakkan dalam udara yang
mengandung CO2, sebaliknya bila dalam wadah berlilin (candle jar) dapat
mengurangi autoglutinasi. Dianjurkan menggunakan immunofluorescense
untuk aktifasi autoglutinasi, tetapi uji ini dapat
bereaksi silang dengan organisme lain seperti Pasteurella haemolytica, sehingga
perlu diulangi dengan menggunakan antisentrum yang telah diserap.
(Sumber:
http://www.equinereproduction.com/mare-services/index.php)
Identifikasi
dapat pula dilakukan
dengan Kit latex
aglutinasi untuk antigen
Taylorella equigenitalis. Metoda PCR (Polymerase Chain Reaction) telah
digunakan untuk mendeteksi Taylorella equigenitalis dan telah dibandingkan
dengan berbagai metoda kultur lainnya. Pengujian serologis dengan ELISA atau
Serum Aglutination, CFT dan AGID, pengujian ini bagus untuk kuda 6-10 minggu
setelah infeksi, tetapi meragukan untuk pengujian pada hewan karier.
4. Diagnosa Banding
Ada dua infeksi
alat kelamin yang
paling umum pada
kuda betina yang dapat
mengacaukan diagnosa yaitu yang disebabkan oleh Klebsiella penumoniae dan
Pseudomonas aeroginosa. Selain itu juga dilaporkan akibat bakteri lain seperti
Streptococcus zooepidemicus, Streptococcosis dan Microccosis. Diagnosa harus
dikonfirmasikan dengan isolasi penyebabnya berupa organisme Gram negatif dengan
bentuk batang pendek.
5. Pengambilan dan Pengiriman Spesimen
Pengambilan swab sampel untuk pemeriksaan
bakeriologis diambil dari serviks atau endometrium uterus selama estrus,
vestibulum, fossa clitoris dan sinus clitoris pada kuda betina. Perlengkapan
swab serviks atau uterus harus sedemikan rupa untuk menghindari pencemaran.
Pengangkutan dan pengiriman swab ke laboratorium
harus hati- hati untuk menghindari kematian bakteri selama transportasi. Swab
harus dimasukkan kedalam media transport yang mengandung charcoal, seperti
misalnya media transport.
Swab harus disimpan
dalam kondisi dingin, bila memungkinkan dapat segera
langsung dibawa ke laboratorium tidak kurang dari 24 jam setelah pengambilan.
Setiap swab harus diinokulasikan ke media darah 5% yang telah dipanasi,
mengandung agar peptone dan ditambah cystein (0,83 mM), garam sulfat (1,519 mM)
dan fungizone (5 µg /ml amphotericin B).
E. PENGENDALIAN
1. Pengobatan
Penggunaan larutan chlorhexidine gluconate tidak
lebih 0,25 % untuk irigasi uterus. Penggunaan larutan chlorhexidine gluiconate
2% tiga kali sehari terhadap penis kuda arab tidak menyebabkan iritasi.
Penggunaan
gentamicin sulfat lebih
baik dari pada
ampicilin atau kombinasi sodium
benzyl penicillin dan polymixin B sulphate.
2. Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan
Pemusnahan bakteri Taylorella equigenitalis dapat dilakukan
dengan penyucihamaan disertai pengobatan dengan antibiotik secara lokal dan
sistemik, tetapi dengan vaksinasi tidak efektif. Pada prinsipnya untuk
mengontroI penyebaran penyakit ini adalah dengan memastikan bahwa tidak ada
infeksi sebelum pembibitan dilaksanakan.
Belum
ada vaksin yang
efektif dapat mencegah
infeksi CEM atau untuk mencegah kolonisasi Taylorella
equigenitalis.
F. DAFTAR PUSTAKA
Anonim 2011. The Merck Veterinary Manual 11th Edition, Merek & CO, Inc Rahway, New Jersey, USA.
Anonim 2004. Bovine Medicine Diseases and Husbandry
of Cattle 2nd Edition. Andrews AH, Blowey RW, Boyd H, Eddy RG Ed. Blackwell
Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia.
Direktur Kesehatan Hewan, 2002. Manual Penyakit
Hewan Mamalia. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Produksi Peternakan,
Departemen Pertanian RI, Jakarta Indonesia.
Plumb DC 1999. Veterinary Drug Handbook. 3rd Edition. Iowa State University Press Ames.
Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJC,
Leonard FC and Maghire D 2002. Veterinary Microbiology and Microbial
Disease. Blackwell Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia.
Radostids OM and DC Blood 1989. Veterinary Medicine
A Text Book of the Disease of Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses. 7th Edition. Bailiere Tindall. London England.
Smith BP 2002. Large Animal Internal Medicine.
Mosby An Affiliate of Elsevier Science, St Louis London Philadelphia Sydney
Toronto.
Subronto dan Tjahajati 2008. Ilmu Penyakit Ternak
III (Mamalia) Farmakologi Veteriner: Farmakodinami dan Farmakokinesis
Farmakologi Klinis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.
Subronto 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mamalia)
Penyakit Kulit (Integumentum) Penyakit-penyakit Bakterial, Viral, Klamidial,
dan Prion. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.
***Disadur oleh: Drh. Giyono Trisnadi, dari Manual
Penyakit Hewan. Cetakan ke 2. Diterbitkan oleh: Subdit Pengamatan Penyakit
Hewan. Direktorat Kesehatan Hewan. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan. Kementerian Pertanian. Jl. Harsono RM No. 3 Gedung C, Lantai 9, Pasar
Minggu, Jakarta 12550. Telp : (021) 7815783. Fax : (021) 7815783
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar