One health dan eco-health merupakan pendekatan lintas sektoral,
multi disiplin ilmu dan mempertimbangkan aspek lingkungan dalam menghadapi munculnya emerging dan re-emerging zoonoses. Karya Tulis berikut ini membahas masalah tersebut.
***
PENDEKATAN
ONE HEALTH DAN ECO-HEALTH DALAM MENGHADAPI KOMPLEKSITAS ZOONOSIS
Oleh:
Drh. Agus Jaelani, M.Si., Medik Veteriner Muda, Badan Karantina Pertanian.
Alamat: Jl. Harsono RM No. 3, Ragunan, Jakarta Selatan, Gedung E Lantai 3
ABSTRAK
Saat
ini dunia dihadapkan pada kompleksitas zoonosis yang sulit diprediksi.
Munculnya emerging and re-emerging zoonoses dengan pola penyebaran dan cara
penularan yang belum diketahui sepenuhnya membuat dunia internasional
memberikan perhatian cukup besar terhadap permasalahan ini. Dengan semakin
kompleknya permasalahan zoonosis maka dituntut adanya perubahan pendekatan
dalam menghadapi permasalahan ini. Pendekatan sektoral ternyata tidak cukup
efektif dalam menyelesaikan permasalahan zoonosis di era sekarang. Pendekatan
baru yang mulai dilakukan oleh banyak negara dan lembaga internasional adalah
melalui one health dan eco-health. Pendekatan ini melibatkan lintas sektoral,
multi disiplin ilmu dan mempertimbangkan aspek lingkungan. Melalui pendekatan
ini diharapkan pencegahan dan pengendaliaan emerging and re-emerging zoonoses
jauh lebih efektif dan efisien.
Kata
kunci : emerging and re-emerging zoonoses, zoonosis, one health, eco-health
*********
KATA
PENGANTAR
Tantangan
di era globalisasi semakin meningkat seiring dengan kompleksitas permasalahan
yang dihadapi. Dalam aspek kesehatan, emerging and re-emerging zoonoses menjadi
masalah penting yang terus mendapat perhatian dunia internasional. Dalam dua
dekade terakhir muncul berbagai emerging zoonoses yang perlu penanganan serius
dengan melibatkan lintas sektoral dan multi disiplin ilmu.
Baru-baru
ini dikenalkan konsep one health dan eco-health sebagai jawaban dalam mengatasi
kompleksitas zoonosis yang terus berkembang. Kedua konsep ini melibatkan peran
dari lintas sektoral dan multi disiplin ilmu. Profesi dokter hewan tidak dapat
berdiri sendiri dalam mengatasi permasalahan ini. Perlu kerjasama dengan
profesi atau disiplin ilmu lain. Kedua konsep ini telah banyak dikembangkan di
berbagai negara khususnya negara-negara maju.
Melalui
tulisan ini diharapkan mampu memberikan tambahan informasi dan pengetahuan
khususnya bagi petugas karantina khususna tentang konsep one health dan
eco-heatlh.
Jakarta,
Mei 2015
Penulis
*********
DAFTAR
ISI
Halaman
ABSTRAK
..............................................................................................
i
KATA
PENGANTAR ...............................................................................
ii
DAFTAR
ISI ............................................................................................
iii
DAFTAR
TABEL .....................................................................................
iv
DAFTAR
GAMBAR .................................................................................
v
BAB
I. PENDAHULUAN
Latar
Belakang ........................................................................................
1
Tujuan
.....................................................................................................
3
Manfaat
...................................................................................................
3
BAB
II. MATERI DAN METODE
Materi
dan Metode ……….......................................................................
4
Waktu
dan Tempat .................................................................................
4
BAB
III. PEMBAHASAN
Zoonosis
.................................................................................................
5
Emerging
and re-emerging zoonoses .................................................... 7
One
health ..............................................................................................
9
Ecohealth
………….................................................................................
13
Pendekatan
one health dan ecohealth ................................................... 17
Peran
dokter hewan ...............................................................................
19
BAB
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 20
Kesimpulan
.............................................................................................
20
Saran
.............................………..............................................................
20
BAB
V. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................
21
*********
DAFTAR
TABEL
Halaman
1. Hambatan
dan Jembatan Profesi Dokter dan Dokter Hewan ............ 10
*********
DAFTAR
GAMBAR
Halaman
1. Lingkaran
zoonosis ............................................................................ 6
2. Emerging
and reemerging disease ..................................................... 8
3. Kompleksitas
faktor penyebab .............……………............................. 14
4. Konsep
eco-health ..............................................................................
15
5. Perubahan
pendekatan kesehatan ..................................................... 16
*********
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Dalam
satu dekade terakhir penelitian kesehatan untuk manusia dan hewan telah
dihadapkan dengan kompleksitas permasalahan kesehatan. Munculnya emerging and
reemerging zoonoses menjadi salah satu kompleksitas tersendiri dalam dunia
kesehatan. Pola penyebaran dan cara penularan yang belum sepenuhnya diketahui
membuat dunia Internasional memberikan perhatian yang cukup besar terhadap
permasalahan ini.
Munculnya
suatu emerging zoonoses sulit diprediksi mengingat banyak faktor yang
berkontribusi dalam munculnya suatu emerging zoonoses. Dalam 20 tahun terakhir
muncul beberapa emerging zoonoses diantaranya adalah Ebola Virus, Bovine
Spongiform Encephalopathy (BSE), Nipah virus, Rift valley fever (RVF), Alveolar
Echinococcosis, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), dan Monkeypox (Brown
2004). Beberapa faktor yang dianggap berkontribusi terhadap kemunculan emerging
zoonoses diantaranya adalah pertumbuhan populasi manusia, globalisasi
perdagangan, intensifikasi pemeliharaan satwa liar, dan mikroba yang berkaitan
dengan satwa liar memasuki produsen ternak yang intensif (Brown 2004).
Sedangkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan kejadian
emerging zoonoses diantaranya peningkatan yang cepat dari pergerakan manusia
dan produk sebagai hasil dari globalisasi, perubahan lingkungan, perluasan
populasi manusia ke wilayah yang sebelumnya tidak dihuni, perusakan habitat
hewan, dan perubahan peternakan dan teknologi produksi (Thiermann 2004). Morse
(2004) menyatakan bahwa globalisasi perdagangan dan pemanasan global (global
warming) menjadi faktor penting penyebab munculnya zoonosis.
Sementara
munculnya re-emerging zoonoses dipicu oleh iklim, habitat, faktor kepadatan
populasi yang mempengaruhi induk semang, patogen atau vektor. Seringkali
terjadi peningkatan secara alamiah dan penurunan aktivitas penyakit di suatu
wilayah geografis tertentu dalam berbagai periode waktu. Penyakit yang termasuk
dalam re-emerging zoonoses diantaranya
adalah rabies, virus Marburg, Rift valley fever (RVF), Bovine
tuberculosis, Brucella sp pada satwa liar, Tularemia, Plaque, dan Leptospirosis
(Angulo et al. 2004). Emerging dan
reemerging infectious disease merupakan satu manifestasi pengurangan kesehatan
ekologi (Tabor 2002).
Perilaku
manusia di dunia dalam skala luas menyumbang terhadap munculnya zoonosis,
termasuk tekanan populasi, deforestasi, intensifikasi pertanian, perdagangan
global hewan liar dan konsumsi daging secara berlebihan. Kondisi ini jika terus
terjadi maka dapat menginisiasi munculnya penyakit-penyakit baru yang dapat
bersifat zoonosa.
Para
peneliti sekarang memulai melihat dan mengetahui bagaimana kerusakan seperti
pemanasan global, deforestrasi yang meluas dan polusi kimia pada lingkungan
laut dapat berdampak negatif terhadap kesehatan dan keseimbangan flora dan
fauna, termasuk manusia dan hewan. Munculnya emerging and re-emerging zoonoses
sebagai dampak dari perubahan iklim, interaksi antara manusia dan hewan serta
kerusakan ekosistem tidak dapat diselesaikan dengan pendekatan tradisional yang
menawarkan solusi terbatas. Berhadapan dengan kompleksitas ini dimana tidak dapat
diabaikan hubungan antara manusia, hewan kesayangan, peternakan dan satwa liar
dan lingkungan sosial dan ekologinya jelas dibutuhkan pendekatan terintegratif
pada kesehatan manusia dan hewan dalam konteks sosial dan lingkungan.
Konsep
pendekatan baru seperti one health dan eco-health diyakini dapat meminimalisir
munculnya dan dampak dari emerging and re-emerging zoonoses. Kedua konsep ini
muncul sebagai jawaban dari munculnya berbagai penyakit baru yang tidak
diketahui cara penanganannya dan berdampak secara ekonomi dan kesehatan.
Tujuan
Tujuan
pembuatan karya tulis ilmiah ini adalah memberikan gambaran tentang pendekatan
one health dan eco-health dalam mengatasi kompleksitas zoonosis.
Manfaat
Manfaat
karya tulis ilmiah ini adalah sebagai sumber informasi dan pengetahuan
khususnya bagi petugas karantina terkait konsep one health dan ecohealth.
BAB
II
MATERI
DAN METODE
Materi
dan Metode
Tulisan
tentang Pedekatan One Health dan Ecohealth Dalam Menghadapi Kompleksitas
Zoonosis disusun berdasarkan studi literatur. Materi atau literatur yang
dijadikan referensi tulisan berasal dari buku, hasil studi/penelitian, jurnal
ilmiah, dan artikel-artikel.
Waktu
dan Tempat
Pembuatan
karya tulis ilmiah ini dilaksanakan di Jakarta dan Bogor pada bulan April sampai
Mei 2015.
BAB
III
PEMBAHASAN
Zoonosis
Globalisasi
perdagangan menstimulasi munculnya penyebaran penyakit antar negara tidak
terkecuali zoonosis. Agen zoonosis merupakan material bioterorisme yang cukup
efektif sekaligus sangat berbahaya. Zoonosis memiliki multiplier effect yang
cukup besar mulai dari aspek kesehatan, aspek ekonomi yang muncul akibat
embargo perdagangan; penurunan produktiiftas ternak, beban biaya yang muncul
untuk pemberantasan dan pengendalian penyakit, dan aspek ketenteraman batin manusia.
Dalam
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026 tahun 2013 tentang Penetapan Jenis
Penyakit Hewan Menular Strategis, beberapa zoonosis yang sudah ada di Indonesia
adalah Anthraks, Rabies, Salmonellosis, Brucellosis, Highly Pathogenic Avian
Influenza (HPAI), Nipah Virus Encephalitis, Bovine Tuberculosis,
Leptospirosis, Surra, Toxoplasmosis,
Swine Influenza Novel (H1N1), Campylobacteriosis, Cysticercosis, dan Q Fever.
Sedangkan zoonosis yang belum ada di Indonesia adalah Penyakit Mulut dan Kuku
(PMK), Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE), dan Rift Valley Fever (RVF).
Menurut
Naipospos (2005) ada empat subsistem yang sangat penting dalam perannya sebagai
pendukung dari sistem kesehatan hewan nasional (siskeswannnas) terutama dalam
kaitannya dengan pengendalian dan pemberantasan penyakit zoonosis yaitu 1)
sitem surveilans dan monitoring nasional terhadap penyakit zoonosis pada ternak
dan satwa liar, 2) sistem kewaspadaan dini dan darurat penyakit, 3) sistem
informasi kesehatan hewan, dan 4) sistem kesehatan masyarakat veteriner.
Gambar
1. Lingkaran zoonosis
Mengacu
pada Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2011 tentang Pengendalian Zoonosis,
pemerintah telah menetapkan 8 (delapan) langkah strategi pengendalian zoonosis
yaitu 1) mengutamakan prinsip pencegahan penularan kepada manusia dengan
meningkatkan upaya pengandalian zoonosis pada sumber penularan, 2) koordinasi
lintas sektoral, sinkronisasi, pembinaan, pengawasan, pemantauan dan evaluasi
pelaksanaan kebijakan, strategi dan program, 3) perencanaan terpadu dan
percepatan pengendalian melalui surveilans, pengidentifikasian, pencegahan,
tata laksana kasus dan pembatasan penularan, penanggulangan wabah atau kejadian
luar biasa (KLB) dan pandemi serta pemusnahan sumber zoonosis pada hewan
apabila diperlukan, 4) penguatan perlindungan wilayah yang masih bebas terhadap
penularan zoonosis baru, 5) peningkatan upaya perlindungan masyarakat dari
ancaman penularan zoonosis, 6) penguatan kapasitas sumber daya manusia,
logistik, pedoman pelaksanaan, prosedur teknis pengendalian, kelembagaan dan
anggaran pengandalian zoonosis, 7) penguatan penelitian dan pengembangan
zoonosis, dan 8) pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan dunia usaha,
perguruan tinggi, LSM dan organisasi profesi, serta pihak-pihak lain.
Emerging
and re-emerging zoonoses
Dalam
beberapa dekade terakhir dunia dihadapkan pada ancaman emerging and re-emerging
zoonoses. Emerging zoonoses merupakan zoonosis yang baru muncul, dapat terjadi
dimana saja di dunia dan dampaknya berpotensi menjadi begitu parah.
Penyakit-penyakit baru muncul tersebut baik meluas secara cakupan geografis;
berpindah dari satu spesies hospes ke yang lain; meningkat dalam dampak atau
keganasannya; mengalami perubahan patogenesis; atau disebabkan oleh patogen
yang berevolusi (Daszak et al., 2004).
Re-emerging
zoonoses merupakan zoonosis yang sudah pernah muncul di masa sebelumnya, akan
tetapi menunjukkan tanda mulai meningkat kembali saat ini. Variasi pola
penyebaran dan cara penularan yang tidak sepenuhnya diketahui membuat dunia
Internasional memberikan perhatian yang cukup besar terhadap permasalahan ini.
Globalisasi perdagangan dan pemanasan global (global warming) menjadi faktor
penting penyebab munculnya zoonosis (Morse 2004).
Brown
(2004) membagi emerging and re-emerging zoonoses menjadi 3 (tiga) kategori
yaitu : (1) zoonosis yang baru diketahui (newly recognised); (2) zoonosis yang
baru muncul (newly evolved); dan (3) zoonosis yang sudah terjadi sebelumnya
tetapi akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan insidensi atau perluasan ke
wilayah geografis,induk semang atau keragaman vektor yang baru.
Studi
yang dilakukan oleh Cleaveland et al. (2001) berhasil mengidentifikasi sebanyak
1.415 spesies organisme penyakit yang diketahui bersifat patogen bagi manusia
yang meliputi 217 virus dan prion, 538 bakteri dan rickettsia, 307 fungi, 66
protozoa, dan 287 parasit cacing. Dari jumlah tersebut sebanyak 872 (61,6%)
bersumber dari hewan. Kemudian dari jumlah tersebut sebanyak 616 (70,6%)
spesies patogen berasal dari ternak dan diantaranya 476 (77,3%) dapat menyerang
multi spesies. Sebanyak 175 spesies patogen dianggap berkaitan dengan penyakit
yang baru muncul (emerging diseases). Dari 175 spesies patogen tersebut, 132
(75%) adalah zoonosis. Dalam beberapa tahun terakhir, dunia dikhawatirkan
dengan munculnya sejumlah emerging zoonoses seperti Highly Pathogenic Avian
Influenza (HPAI), Hantavirus pulmonary syndrome, West Nile fever (di Amerika
Serikat), Lyme disease, Haemolytic uraemic syndrome (Escherichia coli serotipe
O157:H7), dan Hendra virus (Morse 2004).
Gambar
2. Emerging and reemerging disease
Kemunculan
suatu emerging zoonoses sulit diprediksi mengingat banyak faktor yang
berkontribusi dalam munculnya suatu emerging zoonoses. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi kemunculan emerging zoonoses antara lain perubahan ekologi
seperti yang disebabkan oleh pertanian, pembangunan dan perubahan iklim,
perubahan demografis dan perilaku manusia, perdagangan dan perjalanan,
teknologi dan industri, serta adaptasi dan perubahan mikroorganisme (Morse
2004).
Melihat
kondisi ini maka diperlukan tindakan antisipatif yang dapat meningkatkan respon
terhadap kemungkinan munculnya emerging zoonoses. Seiring kemajuan zaman dan
globalisasi perdagangan serta perubahan iklim yang terjadi maka zoonosis akan
terus menjadi permasalahan utama dunia.
Fakto-faktor
yang dianggap berkontribusi terhadap kemunculan emerging zoonoses diantaranya
adalah pertumbuhan populasi manusia, globalisasi perdagangan, intensifikasi
pemeliharaan satwa liar, dan mikroba yang berkaitan dengan satwa liar memasuki
produsen ternak yang intensif (Brown 2004). Sedangkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap peningkatan kejadian emerging zoonoses diantaranya
peningkatan yang cepat dari pergerakan manusia dan produk sebagai hasil dari
globalisasi, perubahan lingkungan, perluasan populasi manusia ke wilayah yang
sebelumnya tidak dihuni, perusakan habitat hewan, dan perubahan peternakan dan
teknologi produksi (Thiermann 2004).
Kemunculan
re-emerging zoonoses dipicu oleh iklim, habitat, faktor kepadatan populasi yang
mempengaruhi induk semang, patogen atau vektor. Seringkali terjadi peningkatan
secara alamiah dan penurunan aktivitas penyakit di suatu wilayah geografis
tertentu dan selama berbagai periode waktu. Penyakit yang termasuk dalam
re-emerging zoonoses diantaranya adalah
rabies, virus Marburg, Rift valley fever (RVF), Bovine tuberculosis, Brucella
sp pada satwa liar, Tularemia, Plaque, dan Leptospirosis (Angulo et al. 2004).
One
health
Dalam
satu dekade terakhir penelitian kesehatan pada manusia dan hewan telah
dihadapkan dengan meningkatnya isu kompleks perubahan global yang menggantikan
perhatian utama kesehatan dalam pengaruh terpenting. Banyak isu-isu bersamaan
dengan meningkatnya populasi manusia dan urbanisasi yang cepat, produksi ternak
yang intensif, gangguan ekosistem dan globalisasi perdagangan serta lalu
lintas.
Kondisi
tersebut menginisiasi dunia melalui organisasi internasional membuat konsep
kesehatan yang lebih komprehensif melalui konsep one medicine. Konsep ini
memadukan profesional di kesehatan hewan dan kesehatan manusia. Adanya konsep
kesehatan ekosistem memperluas one medicine ke dalam ekosistem yang lebih utuh
termasuk satwa liar. Keberlanjutan pengembangan konsep ini tergantung pada
mutualisme kesehatan dan keberadaan manusia, hewan dan ekosistem yang
berdampingan (Lebel 2002).
Sebelumnya
garis pembatas antara profesi dokter hewan dengan dokter sangat jelas. Garis
pembatas tersebut membuat hambatan yang cukup serius bagi penanganan
penyakit-penyakit bersumber binatang yang zoonosis. Beberapa kondisi perbedaan
kurikulum, kurikulum yang tidak saling berkaitan, faktor sosial dan beberapa
faktor lainnya. Tabel dibawah ini menggambarkan hambatan yang terjadi selama
ini antara profesi dokter dengan dokter hewan dan hal apa yang dianggap bisa
menjembatani kedua profesi ini.
Tabel
1. Hambatan dan Jembatan Profesi Dokter dan Dokter Hewan
HAMBATAN
|
JEMBATAN
|
Pemisahan institusi:
Hubungan yang tida
serasi (misalnya antara Departemen Kesehatan dan Otoritas Veteriner).
Perbedaan penekanan:
Dokter : kesehatan
manusia.
Dokter Hewan :
produksi ternak.
Persaingan
(institusional dan profesional), kompetisi
Pelatihan: kurang
memberikan penekanan terhadap penyakit zoonotik.
Lemahnya infrastruktur
kesehatan masyarakat veteriner
Pengenalian
penyakit-penyakit zoonotik hanya berdasarkan manajemen pemadam
kebakaran,manajemen krisisi.
|
Kerjasana, integrasi
dan kemitraan kegiatan pencegahan dan pengendalian.
Keuntungan bersama :
manfaat untuk kesehatan hewan dan manusia.
Penguatan kapasitas :
pelatihan umum tentang zoonosis baik untuk pekerja kesehatan maupun
veteriner.
|
(Diadaptasi
dari: WHO/FAO/OIE, Control of Neglected Zoonotic Diseases, 2005)
Beberapa
pihak telah mempromosikan apa yang mereka tahu sebagai “Manhattan principles”,
bahwa kesehatan dan keberlangsungan pemeliharaan satwa liar dalam tempat
alaminya merupakan saling ketergantungan dengan kesehatan komunitas dan
lingkungan peternakan mereka (Osofsky et al., 2005). Akhirnya banyak agen
kausatif dengan potensi bioterorisme adalah zoonosis dan memerlukan hewan dan
kesiagaan kesehatan masyarakat untuk deteksi cepat (Kahn, 2006).
Terminologi
one medicine lebih memiliki konotasi klinik (Zinsstag et al. 2005) yang hanya
sedikit menyentuh aspek kesehatan masyarakat dan dimensi sosial yang lebih
luas. One medicine berkembang menjadi one health melalui praktik implementasi
dan validasi pada pemikiran kontemporer
pada kesehatan dan ekosistem dan relevansinya untuk publik dan pengembangan
kesehatan hewan (Zinsstag et al., 2005, 2009; Zinsstag and Tanner, 2008).
Konsep one health merupakan respon langsung dari kepedulian yang semakin
bertambah mengenai ancaman penyakit-penyakit yang baru muncul (emerging
diseases) di seluruh dunia dan ancaman nyata di depan kita seperti wabah yang
membahayakan kesehatan manusia dan hewan domestik. Ancaman ini juga berpotensi
mempengaruhi perekonomian regional dan global.
Konsep
one health menginisiasi pentingnya penelitian bersama terhadap penularan
penyakit lintas spesies dan surveilan serta sistem pengendalian terintegrasi
antara manusia, hewan domestik dan hewan liar. Upaya penelitian bersama lintas
sektor dan interdisiplin bidang akan membantu dalam memetakan dan
mengantisipasi perkembangan penyakit lintas spesies. Konsep one health ini akan
mendorong kemitraan yang lebih erat diantara para akademisi, industri dan
pemerintah untuk mengembangkan dan mengevaluasi metoda diagnostik baru,
pengobatan dan vaksin untuk pencegahan dan pengendalian penyakit lintas
spesies, bersamaan dengan upaya bersama untuk menginformasikan dan mengedukasi
para pemimpin politik dan publik (Naipospos, 2008).
Konsep
one health menekankan pada kemitraan dokter dan dokter hewan dalam studi dan
surveilan yang lebih baik di bidang zoonosis. Selain kemitraan dokter dan
dokter hewan, konsep ini juga menghendaki kolaborasi dengan ahli kesehatan
masyarakat. Pilar dalam konsep one health adalah profesi kedokteran hewan,
kedokteran manusia, dan kesehatan masyarakat.
Penerapan
konsep one health secara sistematik berpotensi besar untuk mengurangi ancaman
terhadap kesehatan global, kerena lebih dari 60% penyakit-penyakit yang baru
muncul disebabkan oleh penularan agen patogen yang berasal dari hewan
(Nurhayati, 2014). Beberapa zoonosis yang mengilustrasikan pentingnya konsep
one health meliputi Q fever, SARS, virus West Nile, Nipah Virus, Cholera,
Malaria dan Dengue (Atlas et al., 2010).
Ecohealth
Menghadapi
kompleksitas pola perubahan global, manusia selalu terkoneksi dengan hewan
kesayangan, ternak dan satwa liar dan sosial dan lingkungan ekologi jelas dan
membutuhkan pendekatan integrasi kesehatan hewan dan manusia dan
pertanggungjawaban sosial dan konteks linkungan (Zinsstag et al., 2011).
Melihat fakta yang ada diperlukan pendekatan baru dan terintegrasi dalam
menghadapi permasalahan ini.
Munculnya
emerging and re-emerging zoonoses dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya
adalah adanya perubahan iklim (global warming) dan deforestry yang berpengaruh
terhadap perubahan ekosistem. Ketidak seimbangan ekosistem akan berpengaruh
terhadap munculnya agen patogen baru. Beberapa contoh yang menunjukan
keterkaitan antara kerusakan ekosistem dengan munculnya penyakit diantaranya
adalah fragmentasi hutan-hutan di Amerika Utara kedalam segmen-segmen kurang
dari 2 (dua) hektar telah mengubah ekologi fauna hutan dan menyebabkan
peningkatan penularan Lyme disease pada kedekatan hewan dan manusia (Allan et al.,
2003). Peningkatan perkampungan dengan kepadatan populasi anjing domestik yang
tinggi yang berdekatan dengan Taman Nasional Serengeti menyebabkan persilangan
spesies yang tidak diharapkan dan munculnya distemper pada singa di Taman
Nasional (Cleaveland et al., 2000). Pembuatan jalan di bagian dalam hutan di
Afrika Barat telah memfasilitasi perburuan primata untuk konsumsi (the bushmeat
trade) dan telah menyebabkan penyakit baru pada manusia yang dibawa dari
pemotongan dan konsumsi primata termasuk virus T-lymphotropic (Wolfe et al.,
2005b), virus Ebola dan HIV (Wolve et al., 2005a).
Gambar
3. Kompleksitas faktor penyebab
Terkait
dengan kondisi dimana perubahan ekosistem berpengaruh terhadap kesehatan
manusia maka disusun suatu konsep yang secara terintegrasi mempelajari dampak
perubahan ekosistem terhadap kesehatan manusia. Ecosystem approaches to health
or eco-health dapat didefinisikan sebagai pendekatan partisipatif secara
sistemik untuk memahami dan mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan dalam
konteks sosial dan interaksi ekologi (Waltner-Toews, 2009). Ecohealth tidak
hanya berdasarkan pada pendekatan ilmiah seperti epidemiologi, percobaan ilmiah
dan sosiologi, tetapi mengintegrasikan kesemuanya untuk memahami dan
menganalisa situasi yang nyata (Waltner-Toews,
2009)
Konsep
ecohealth muncul sekitar tahun 1990-an yang diinisiasi oleh International
Development Research Centre in Ottawa (IDRC), Canada (Lebel, 2003). Awalnya
konsep serupa sudah pernah dikenalkan antara abad 18 sampai awal abad 19.
Tetapi upaya-upaya pada waktu itu tidak cukup berhasil. Kemudian pendekatan
terintegrasi pada kesehatan dan ekologi ini dimunculkan kembali tahun 1990-an
dan termasuk konsep one health, conservation medicine, ketahanan ekologi,
integritas ekologi, komunitas kesehatan dan berbagai pendekatan lainnya.
Pendekatan ecohealth saat ini dipraktekan secara partisipatif, sistem berbasis
pendekatan untuk pemahaman dan mempromosikan kesehatan dalam konteks interaksi
sosial dan ekologi.
Ecohealth
membawa dokter, dokter hewan, ecologist, economist, peneliti sosial, perencana
dan yang lainnya untuk belajar dan memahami bagaimana perubahan ekosistem
berpengaruh terhadap kesehatan manusia dan hewan. Ecohealth mengkaji
perubahan-perubahan lingkungan biologik, fisik, sosial dan ekonomi dan
menghubungkan perubahan-perubahan ini dengan dampaknya terhadap kesehatan
manusia. Ecohealth berkomitmen mengintegrasikan ilmu lingkungan, termasuk
sosial, ekonomi, budaya dan interaksi politik dengan elemen ekologi sebagai
aspek ekosistem (Forget & Lebel, 2001). Ecohealth berusaha untuk
menyediakan inovasi, solusi praktis untuk mengurangi efek negatif terhadap
kesehatan akibat perubahan ekosistem.
Gambar
4. Konsep eco-health
Seperti
diketahui, pendekatan klasik terhadap kesehatan memisahkan antara dimensi
ekonomi, lingkungan dan masyarakat. Pada kenyataannya pendekatan terhadap
kesehatan mencakup konsep yang lebih luas, yang keluar dari cakupan kesehatan
individu dan melibatkan dimensi ekonomi, lingkungan dan masyarakat (Gambar 6). Dengan
demikian pendekatan ecohealth perlu dilihat sebagai suatu hirarkhi yang saling
kait mengait, dimana permasalahan kesehatan tidak bisa dipisahkan begitu saja
dari konteks sosio-ekonomi, lingkungan dan ekologi, baik dalam skala temporal
maupun spasial dari kehidupan manusia (Bazzani et al., 2009).
Ecohealth
menawarkan konsep yang lebih komprehensif dalam melibatkan berbagai aspek yang
saling terkait dan memberikan kontribusi dalam munculnya suatu penyakit.
Pendekatan ecohealth menitikberatkan pada kerjasama dan kontribusi dari
berbagai disiplin ilmu dalam menjawab permasalahan yang dihadapi.
Gambar
5. Perubahan pendekatan kesehatan
Dalam
pendekatan eco-health diperlukan kerjasama antara para peneliti atau spesialis,
masyarakat dan pembuat kebijakan (decision maker) baik pemerintah maupun
pimpinan masyarakat. Lebel (2003) menyatakan bahwa berbasis pada program IDRC
ada 3 pilar eco-health yaitu transdisciplinarity, participation dan equity.
Pilar pertama berupa transdisciplinarity menggambarkan bahwa eco-health bukan
hanya berupa satu disiplin ilmu/bidang saja tetapi terdiri dari berbagai bidang
yang memiliki semua jawaban untuk mengatasi permasalahan komplek kesehatan.
Pilar kedua berupa partisipasi bertujuan untuk mencapai konsesus dan kerjasama
tidak hanya dalam masyarakat, peneliti dan kelompok pembuat kebijakan tetapi
juga diantara mereka. Pilar ketiga berupa equity melibatkan analisa dari
masing-masing pria dan wanita dalam kelompok sosial.
Keterkaitan
antara manusia, hewan dan ekosistem yang ada Lebih dalam proses ekologi harus
dipahami sebagai bagian penting dalam eco-health. Beberapa pakar menyatakan
bahwa eco-health lebih luas dari one health karena mencakup ekologi bukan hanya
lingkungan, transdisciplinary bukan hanya multidisciplinary, dan kesehatan
global (global health). Global health yang dimaksudkan dalam eco-health tidak
sebatas pada kesehatan saja akan tetapi juga keseimbangan dan keselarasan
pembangunan manusia dengan ekosistemnya yang kesemuanya berada dalam satu
sistem yang kompleks (complex system) dan didekati dengan kajian sistem
(system-based approach) dan partisipatif.
Pendekatan
one health dan eco-health
Era
globalisasi dengan berbagai efek lanjutannya menstimulasi munculnya emerging
and re-emerging zoonoses. Pola penyebaran dan penanganan yang belum sepenuhnya
diketahui menjadi kendala dunia dalam menghadapi ancaman zoonosis. Penyakit
yang muncul menunjukan interaksi yang kompleks antara manusia, hewan domestik
dan satwa liar bersama kerusakan ekosistem yang ada.
Banyak
contoh semakin menjelaskan bahwa banyaknya penyakit baru sebagai hasil
kerusakan lingkungan dan peningkatan kontak diantara manusia dan hewan domestik
dan satwa liar dalam lingkungan yang terganggu. Pemahaman yang penuh terhadap
sejarah penyakit baru dan strategi efektif untuk kontrol membutuhkan
kolaborasi, upaya interdisiplin spesialis kesehatan manusia, hewan dan
lingkungan.
Munculnya
emerging zoonoses menunjukan adanya interaksi yang kompleks antara manusia,
hewan domestik dan populasi satwa liar bersama dengan kerusakan ekosistem. Hal
ini jelas menunjukan perlunya pemahaman yang efektif dan pencegahan penyakit
membutuhkan multidisiplin atau melalui pendekatan baru. Pendekatan global yang
terintegrasi untuk memperbaiki kesehatan manusia, hewan dan lingkungan membuktikan
menjadi perhatian di banyak negara. Melalui pendekatan one health dan
eco-health dengan melibatkan dokter hewan, dokter, ahli biologi satwa liar,
ecologist dan peneliti lingkungan serta lainnya. Dokter hewan, dengan pelatihan
formal yang diperoleh dalam hal comparative medicine dan pengobatan populasi,
diposisi yang tepat untuk mengenalkan konsep one health dan menjadi contoh
pemimpin dalam melakukan pendekatan one health dalam menghadapi permasalaha
penyakit saat ini.
Konsep
one health akan mendorong kemitraan antara dokter dan dokter hewan menuju
penelitian dan surveilans yang lebih baik di bidang zoonotik dan
penyakit-penyakit baru muncul (emerging and re-emerging zoonoses) (Naipospos,
2008). Pendekatan one health dengan memperkuat penelitian dan surveilan yang
dilakukan secara terintegrasi antara otoritas kesehatan hewan dan kesehatan
manusia akan membantu dalam upaya pencegahan dan pengendalian zoonosis. Hal
yang tidak kalah penting adalah pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan dan
pengendalian zoonosis. Pengendalian rabies di Afrika yang berbasis
masyarakat/komunitas (community based animal health workers) merupakan salah
satu pendekatan dengan konsep one health dan eco-health. Pendekatan berbasis
masyarakat menjadi salah satu kunci sukses dalam pencegahan dan pengendalian
zoonosis.
Sementara
dengan perbaikan ekosistem seperti meminimalisir deforestrasi akan dapat
mencegah interaksi/kontak satwa liar dengan manusia atau hewan domestik. Upaya
pencegahan kontak satwa liar dengan manusia dan hewan domestik ini akan
mencegah munculnya emerging zoonosis maupun vector-borne disease. Selain itu
biosekuriti dan biocontainment pada hubungan antar manusia dan hewan dalam
industri makanan memerlukan pertimbangan ekosistem (Graham et al., 2008).
Pendekatan
one health dan eco-health menitikberatkan pada kerjasama antar disiplin
ilmu/bidang dalam mengatasi permasalahan yang ada. Pemahaman akan konsep
eco-health akan membantu menciptakan keseimbangan ekosistem yang dapat
digunakan untuk mencegah munculnya zoonosis. Satu hal yang juga ditekankan
dalam konsep eco-health adalah upaya-upaya penanganan penyakit melalui
pendekatan budaya dan politik.
Peran
dokter hewan
Dokter
hewan merupakan profesi yang disiapkan dalam menjawab kompleksitas zoonosis
yang saat ini sedang dihadapi oleh dunia. Dokter hewan secara khusus
dipersiapkan untuk dapat bekerjasama dalam paradigma one health atau ecohealth
dengan mengambil bagian penting dari implementasi konsep tersebut.
Profesi
ini telah dibekali dengan berbagai keahlian atau pengetahuan tentang
comparative medicine, penyakit dan kesehatan multi spesies dengan jangkauan
taksonomi yang sangat luas, kesehatan populasi yang melibatkan faktor
lingkungan. Pada dasarnya dalam melakukan tugasnya dokter hewan sedah
mengkombinasikan berbagai aspek dalam mewujudkan kesehatan hewan dan manusia.
Selain itu dokter hewan juga dituntut aktif dalam kesehatan masyarakat, bekerja
sama dengan dokter, profesional kesehatan lain, surveian penyakit, dan respon
wabah secara efektif.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kesimpulan
Seiring
dengan dinamisasi zoonosis baik dari aspek penyebaran, rute infeksi, dampak
kesehatan, ekonomi dan politik maka pendekatan yang dilakukan harus lebih
komprehensif. Pendekatan dengan melibatkan mutlidisiplin menjadi strategi yang
harus dilakukan dalam mengantisipasi perkembangan zoonosis.
One
health dan eco-health merupakan konsep yang secara terintegrasi melibatkan
berbagai bidang (multidisiplin dan transdisiplin) dalam menghadapi permasalahan
zoonosis. Konsep ini tidak hanya mengatur interaksi manusia, hewan dan
lingkungan tetapi juga interaksi diantara ketiganya (ekosistem). Konsep ini
melihat secara komprehensif interaksi antar komponen terkait dengan proses
munculnya atau penyebaran zoonosis sehingga dapat diperoleh gambaran penyakit
secara utuh yang dapat memudahkan upaya penanganannya.
Saran
1. Kerjasama
antar profesi atau multi disiplin ilmu perlu terus ditingkatkan khususnya di
Indonesia dalam rangka mengantisipasi munculnya emerging zoonoses.
2. Profesi
kedokteran hewan harus melakukan inisiatif dalam menciptakan komunitas one
health dan ecohealth.
BAB
V
DAFTAR
PUSTAKA
Allan
BF, Keesing F, Ostfeld RS. 2003. Effect of forest fragmentation on Lyme disease
risk. Conserv Biol 17:267-272.
Angulo
FJ, Nunnery JA, Blair HD. 2004. Antimicrobial resistance in zoonotic enteric
pathogens. Rev. sci. tech. off. Int. Epiz., 23 (2), 485- 496.
Atlas
R, G Resnick, S Maloy, P Daszak, R Colwell, dan B Hyde. 2010. One Health –
Attaining Optmal Health for People, Animals and the Environment.
MicrobeMagazine.http://microbemagazine.org/index.php/09-2010-home/60-one-health-attaining-optimal-healt-for-people-animals-and-the-environment.
Bazzani
R, Noronha L, Sanchez A. 2009. An Ecosystem Approach to Human Health: Building
a transdisciplinary and participatory research framework for the prevention of
communicable diseases. Website:
http://www.globalforumhealth.org/forum8/forum8-cdrom/OralPre-
sentations/Sanchez%20Bain20%%20F8-165.doc
Brown
C. 2004. Emerging zoonoses and pathogens of public health sigancean overview.
Rev. sci. tech. off. Int. Epiz., 23 (2), 435- 442.
Cleavaland
S, Laurenson MK, Taylor LH. 2001. Diseases of humans and their domestic
mammals: pathogen characteristics, host range and the risk of emergency.
Philos. Trans. roy. Soc. Lond., B, biol. Sci., 356 (1411), 991-999.
Cleaveland
S, Appel MGJ, Chalmers WSK, Chillingworth C, Kaare M, Dye C. 2000. Serological
and demographic evidence for domestic dogs as a source of canine distemper
virus infection for Serengeti wildlife. Vet Microbiol 72:217-227.
Daszak
P, Tabor GM, Kilpatrick AM, Epstein J, Plowright R. 2004. Conservation Medicine
and a New Agenda for Emerging Diseases. Ann. N.Y. Acad. Sci.1026, 1-11.
Forget
G, Lebel J. An ecosystem approach to human health, International Journal of
Occupational and Environmental Health 2 (Suppl. 7) (2001) S1–S38.
Graham
JP, Leibler JH, Price LB, Otte JM, Pfeiffer DU, Tiensin T, Silbergeld EK. 2008.
The animal–human interface and infectious disease in industrial food animal
production: rethinking biosecurity and biocontainment. Public Health Rep. 123,
282–299.
Kahn,
L.H., 2006. Confronting zoonoses, linking human and veterinary medicine. Emerg.
Infect. Dis. 12, 556–561.
Lebel
J. 2003. In-focus : Health An Ecosystem Approach. IDRC. Canada
Lebel
J. 2002. Health: An Ecosystem Approach. Ottawa.
Morse
S. 2004. Factors and determinants of disease emergence. Rev. sci. tech. off.
Int. Epiz., 23 (2), 443- 451.
Naipospos
T. 2008. Rintis konsep “Satu Kesehatan”. http://tatavetblog.blogspot.com/
2010/03/rintis-konsep-satu-kesehatan.html.
Nurhayati
D. 2014. Konsep ecohealth dalam pengendalian zoonosis.
http://kesmavet.ditjennak.pertanian.go.id/index.php/berita/tulisan-ilmiah-populer/120-konsep-ecohealth-dalam-pengendalian-zoonosis.
Osofsky
SA, Cleaveland S, Karesh WB, Kock MD, Nyhus PJ, Starr L, Yang A (Eds.). 2005.
Conservation and Development Interventions at the Wildlife/Livestock Interface:
Implications for Wildlife, Livestock and Human Health. Gland, Switzerland/Cambridge,
UK
Tabor
GM. 2002. Conservation Medicine; Ecological health in Practice. Oxford
University Press. New York.
Thiermann
A. 2004. Emerging diseases and implication for global trade. Rev. sci. tech.
off. Int. Epiz., 23 (2), 701- 708.
Waltner-Toews
D. 2009. Eco-health: A primer for veterinarians. Canadian Veterinary Journal,
50(5), 519-521.
Wolfe
ND, Daszak P, Kilpatrick AM, Burke DS. 2005a. Bushmeat hunting, deforestation,
and prediction of zoonotic disease emergence. Emerg Infect Dis 11:1822-1827.
Wolfe
ND, Heneine W, Carr JK, Garcia AD, Shanmugam V, Tamoufe U, Torimiro JN, Prosser
AT, LeBreton M, Mpoudi-Ngole E, McCutchan FE, Birx DL, Folks TM, Burke DS,
Switzer WM. 2005b. Emergence of unique primate T-lymphotropic viruses among
central African bushmeat hunters. Proc Natl Acad Sci U S A 102:7994-7999.
Zinsstag
J, Schelling E, Wyss K, Mahamat MB. 2005. Potential of cooperation between
human and animal health to strengthen health systems. Lancet 366, 2142–2145.
Zinsstag
J, Tanner M. 2008. “One health”: the potential of closer cooperation between
human and animal health in Africa. Ethiop. J. Health Dev. 22, 105–109.
Zinsstag
J, Schelling E, Bonfoh B, Fooks AR, Kasymbekov J, Waltner-Toews D, Tanner M.
2009. Towards a “one health” research and application tool box. Vet. Ital. 45,
121–133.
Zinsstag
J, Schelling E, Waltner-Toews D, Tanner M. 2011. From “one medicine” to “one
health” and systemic approaches to health and well-being. Preventive Veterinary
Medicine 101: 148– 156.
*********