Ketentuan ekspor maupun impor sarang burung walet belum diketahui oleh banyak orang, peraturan berikut ini berisi ketentuan tindakan karantina hewan terhadap pemasukan dan pengeluaran sarang walet dari dan ke wilayah Republik Indonesia melalui pelabuhan laut maupun bandar udara.
*****************************************************************************
MENTERI
PERTANIAN
REPUBLIK
INDONESIA
PERATURAN
MENTERI PERTANIAN
NOMOR
41/Permentan/OT.140/3/2013
TENTANG
TINDAKAN
KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN
ATAU
PENGELUARAN SARANG WALET KE DAN DARI DALAM
WILAYAH
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI
PERTANIAN,
Menimbang:
a.
bahwa dalam rangka mencegah masuk, menyebar, dan keluarnya hama penyakit hewan
karantina ke dalam atau ke luar dari wilayah negara Republik Indonesia dan
untuk memenuhi persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, dilakukan tindakan
karantina hewan terhadap sarang walet;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan sesuai dengan
ketentuan Pasal 7 ayat (3) juncto Pasal 50 ayat (3) Peraturan Pernerintah Nomor
82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan, perlu mengatur Tindakan Karantina Hewan Terhadap
Pemasukan atau Pengeluaran Sarang Walet Ke dan Dari Dalarn Wilayah Negara Republik
Indonesia dengan Peraturan Menteri Pertanian;
Mengingat:
1.
Undang-Undang Nornor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan
(Lernbaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lernbaran Negara Nornor 3482);
2.
Peraturan Pernerintah Nornor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara
Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nornor 3482);
3.
Peraturan Presiden Nornor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi
Kementerian Negara;
4.
Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
II.
5.
Peraturan Presiden Nornor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon l
Kementerian Negara;
6.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 34/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Penetapan lnstalasi Karantina Hewan;
7.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Kpts/OT.140/1/2007 tentang Dokumen dan Sertifikat
Karantina Hewan;
8.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian;
9.
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan
Jenis jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media
Pembawa (Berita Negara Tahun 2009 Nomor 307);
10. Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Pertanian;
11. Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/2/2011 tentang Tempat Pemasukan dan
Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina (Berita Negara Tahun
2011 Nomor 7).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN
MENTERI PERTANIAN TENTANG TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN ATAU
PENGELUARAN SARANG WALET KE DAN DARI DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.
Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah
upaya yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina masuk ke,
tersebar di, dan /atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.
2. Media
Pembawa Hama Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disebut media pembawa adalah hewan, bahan asal hewan,
hasil bahan asal hewan dan /atau benda lain yang dapat membawa hama penyakit hewan
karantina.
3. Hama
dan Penyakit Hewan Karantina yang
selanjutnya disingkat HPHK adalah semua
hama, agen penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonorni
nasional dan perdagangan internasional
serta dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan yang dapat
digolongkan menurut tingkat risikonya.
4. Hama
Penyakit Hewan Karantina Golongan I yang selanjutnya disingkat HPHK Golongan I
adalah hama penyakit hewan karantina yang mernpunyai sifat dan potensi penyebaran
penyakit yang serius dan cepat, belum diketahui cara penanganarinya, belum terdapat
di suatu area atau wilayah negara Republik Indonesia.
5. Hama
Penyakit Hewan Karantina Golongan II yang selanjutnya disingkat HPHK Golongan II
adalah hama penyakit hewan karantina yang potensi penyebarannya berhubungan erat
dengan lalu lintas media pernbawa, sudah diketahui cara penanganannya dan telah
dinyatakan ada di suatu area atau wilayah negara Republik Indonesia.
6. Sarang
Burung Walet yang selanjutnya disebut
sarang wallet adalah hasil burung walet
yang sebagian besar berasal dari air liur yang berfungsi sebagai tempat
untuk bersarang, bertelur, menetaskan
dan mernbesarkan anak burung wallet dan apabila dikonsumsi memerlukan proses
lebih lanjut atau merupakan produk pangan belum siap saji.
7. Tempat
Pemasukan dan Tempat Pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai, pelabuhan penyeberangan, bandar udara,
kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain, dan tempat-tempat lain yang
8. Pemasukan
adalah kegiatan memasukkan media pembawa sarang walet dari luar negeri ke dalam
wilayah negara Republik Indonesia.
9.
Pengeluaran adalah kegiatan mengeluarkan media pembawa sarang wallet dari dalam
wilayah negara Republik Indonesia ke
luar negeri.
10. Pemilik
Media Pembawa Sarang Walet yang selanjutnya disebut pemilik atau kuasanya
adalah perorangan atau badan usaha baik berbentuk maupun tidak berbentuk badan hukum
yang melakukan pemasukan atau pengeluaran sarang walet ke dalam atau keluar dari
wilayah negara Republik Indonesia.
11. Kemasan
adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan /atau membungkus media pembawa
baik yang bersentuhan langsung maupun tidak.
12. Petugas
Karantina Hewan yang selanjutnya disebut petugas karantina adalah pegawai
negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina.
13.
Dokter Hewan Petugas Karantina yang selanjutnya disebut dokter hewan karantina adalah
dokter hewan yang ditunjuk oleh Menteri untuk melaksanakan tindakan karantina.
14. Dokumen
Karantina Hewan yang selanjutnya disebut dokumen karantina adalah semua formulir resmi yang ditetapkan oleh Menteri
dalam rangka tertib administrasi pelaksanaan tindakan karantina.
15. Sertifikat
Sanitasi adalah keterangan yang ditandatangan oleh pejabat berwenang dari
negara asal atau dokter hewan karantina di tempat pengeluaran yang menyatakan bahwa
sarang walet bebas dari hama penyakit hewan karantina.
Pasal
2
(1) Peraturan
Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar hukum bagi:
a. petugas
karantina dalam, melakukan tindakan karantina terhadap pemasukan atau pengeluaran sarang wallet ke dan dari dalam wilayah
negara Republik Indonesia; dan
b.
pemilik atau kuasanya dalam pemenuhan persyaratan untuk pemasukan atau
pengeluaran sarang wallet ke dan dari
dalam wilayah negara Republik Indonesia.
(2)
Peraturan Menteri ini bertujuan untuk mencegah masuk, tersebar dan keluarnya
HPHK, memberikan perlindungan kesehatan,
serta menjamin ketentraman batin masyarakat.
Pasal
3
Ruang
lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. persyaratan
karantina untuk pemasukan atau pengeluaran sarang wallet ke dan dari dalam
wilayah negara Republik Indonesia;
b. tindakan
karantina terhadap pemasukan atau pengeluaran sarang wallet ke dan dari dalam wilayah negara Republik Indonesia.
BAB
II
PERSYARATAN
KARANTINA TERHADAP
PEMASUKAN
ATAU PENGELUARAN SARANG WALET
Bagian
Kesatu
Persyaratan
Pemasukan
Pasal
4
Pemasukan
sarang walet ke wilayah negara Republik
Indonesia wajib:
a. dilengkapi
Sertifikat Sanitasi;
b. melalui
tempat pemasukan yang ditetapkan Menteri; dan
c.
dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan
sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk keperluan
tindakan karantina.
Pasal
5
Sertifikat
Sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 paling kurang memuat pernyataan:
a. sarang
wallet bebas dari HPHK;
b.
sarang wallet memenuhi aspek kesehatan masyarakat veteriner;
c. jenis
dan jumlah sarang wallet;
d.
nama dan alamat pengirim dan penerima;
e. tempat
pengeluaran dan tanggal muat; dan
f. tempat
pemasukan.
Pasal
6
(1) Aspek kesehatan
masyarakat veteriner sebagaimana dimaksud
dalarn Pasal 5 huruf b,
sarang wallet tidak mengandung cemaran biologi, kimia, dan fisik yang
melebihi ambang batas maksimal.
(2)
Ambang batas maksimal cemaran biologi, kimia, dan fisik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sebagai berikut:
No
|
JENIS PENGUJIAN
|
METODE
|
BATAS
MAKSIMAL
|
1
|
Bahaya Biologi
Total Mikroba
(TPC)
Staphylococcus aureus
Koliform
Escherichia coli
Salmonella SD
Avian Influenza (AI)
Listeria SD
Total Yeast and mold
|
Total Plate Count
Kultur
Most Probable Number
(MPN)
MPN dan Kultur
Kultur
RT-PCR
Kultur
Kultur
|
1 X 10 6 cfu /g 1 X 10 2 cfu /g
1 X 10 2 cfu /g
1 X 10 1
cfu /g
Negatif / 25 g
Negatif
Negatif /25 g'
1 X 10 1
cfu /g'
|
2
|
Bahaya fisik
(logam, kavu,
dll]
|
Visual
|
Negatif
|
3
|
Bahaya Kimia
Kadar Nitrit
|
Spektro fotometri
/ HPLC/LCMS-MS
|
125 mg /kg
|
Pasal
7
(1)
Sarang walet yang dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia,
harus dikemas dalam suatu kemasan.
(2)
Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari negara asal dan terbuat
dari bahan yang kuat dan aman.
(3) Kemasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan keterangan yang paling
kurang memuat:
a. jenis
dan spesifikasi sarang wallet (ukuran, kualitas /grade);
b.
berat bersih sarang wallet; dan
c.
tanggal, bulan, dan tahun produksi.
Bagian
Kedua
Persyaratan
Pengeluaran
Pasal
8
Pengeluaran
sarang wallet dari wilayah negara Republik Indonesia wajib:
a. dilengkapi
Sertifikat Sanitasi;
b. melalui
tempat pengeluaran yang ditetapkan oleh Menteri; dan
c. dilaporkan
dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pengeluaran sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk keperluan tindakan karantina.
Pasal
9
Sertifikat
Sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 paling kurang memuat pernyataan:
a.
sarang walet bebas dari HPHK;
b.
sarang walet memenuhi aspek kesehatan masyarakat veteriner;
c.
jenis dan jumlah sarang walet;
d.
nama dan alamat pengirim dan penerima;
e.
tempat pengeluaran dan tanggal muat; dan
f.
tempat pemasukan di negara tujuan.
Pasal
10
(1)
Sarang wallet yang dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia, harus
dikemas dalam suatu kemasan.
(2)
Kemasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terbuat dari bahan yang kuat dan aman.
(3)
Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi paling kurang dengan
keterangan yang memuat:
a.
jenis dan spesifikasi sarang wallet (ukuran, kualitas /grade);
b. berat
bersih sarang walet; dan
c.
tanggal, bulan, dan tahun produksi.
Pasal
11
(1)
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10,
pengeluaran sarang wallet dari dalam wilayah negara Republik Indonesia wajib
memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh negara tujuan, berdasarkan protocol
yang telah disepakati.
(2)
Ketentuan mengenai pemenuhan persyaratan negara tujuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.
BAB
III
TATA
CARA TINDAKAN KARANTINA TERHADAP PEMASUKAN
ATAU
PENGELUARAN SARANG WALET
Bagian
Kesatu
Umum
Pasal
12
(1) Pemilik
atau kuasanya menyampaikan laporan rencana pernasukan atau pengeluaran sarang wallet paling lambat 1 (satu) hari sebelum pemasukan
atau pengeluaran.
(2)
Tindakan karantina terhadap pemasukan atau pengeluaran sarang wallet
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh petugas karantina di tempat
pemasukan atau pengeluaran.
(3) Tindakan
karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pemeriksaan, pengasingan,
pengarnatan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan /atau pembebasan.
Bagian
Kedua
Tata
Cara Tindakan Karantina Terhadap Pemasukan Sarang Walet
Pasal
13
(1)
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), terdiri atas pemeriksaan:
a.
dokumen; dan
b. sanitasi.
(2)
Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk
mengetahui kelengkapan, kebenaran isi dan keabsahan dokumen.
(3)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa Sertifikat Sanitasi.
Pasal
14
(1)
Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2),
terbukti sarangwalet tidak dilengkapi Sertifikat Sanitasi, dilakukan penolakan.
(2)
Sarang wallet yang dikenakan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan penahanan apabila:
a.
setelah dilakukan pemeriksaan fisik terhadap sarang wallet dan diduga tidak berpotensi
membawa dan menyebarkan HPHK;
b.
bukan berasal dari negara yang dilarang pemasukannya; dan
c.
pemilik atau kuasanya menjamin dapat melengkapi Sertifikat Sanitasi paling lama
dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja.
(3)
Tenggat waktu 3 (tiga) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, bukan
memberikan kesempatan kepada pemilik atau kuasanya untuk membuat Sertifikat
Sanitasi dari negara asal.
(4)
Dalam hal tenggat waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah berakhir dan pemilik
atau kuasanya tidak dapat melengkapi Sertifikat Sanitasi, dilakukan penolakan.
Pasal
15
(1)
Pemeriksaan keabsahan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
dilakukan untuk membuktikan keabsahan Sertifikat Sanitasi.
(2)
Sertifikat Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah apabila:
a.
diterbitkan oleh pejabat berwenang;
b.
menggunakan kop surat resmi;
c.
dibubuhi tanda tangan, nama serta jabatan;
d.
dibubuhi stempel;
e.
diberi nomor; dan
f.
mencantumkan tempat dan tanggal penerbitan Sertifikat Sanitasi.
(3)
Dalam hal Sertifikat Sanitasi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dilakukan penolakan.
Pasal
16
(1)
Pemeriksaan kebenaran dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara data yang tercantum dalam
Sertifikat Sanitasi dengan fisik sarang walet.
(2)
Kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa kesesuaian jenis dan jumlah
sarang walet.
(3)
Dalam hal pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbukti tidak
sesuai antara data yang tercantum dalam Sertifikat Sanitasi dengan fisik sarang
walet, dilakukan penolakan.
Pasal
17
(1)
Dalam hal hasil pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
huruf a, terbukti Sertifikat Sanitasi lengkap, sah dan benar dilakukan pemeriksaan
sanitasi.
(2)
Pemeriksaan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengetahui
sarang walet:
a.
bebas HPHK; serta
b.
aman dan Iayak sebagai bahan konsumsi.
Pasal
18
(1)
Apabila hasil pemeriksaan sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 terbukti
sarang walet:
a.
tidak bebas HPHK Golongan I, dilakukan pemusnahan;
b.
tidak bebas HPHK Golongan II, diberikan perlakuan; atau
c.
tidak aman atau tidak layak sebagai bahan konsumsi, dilakukan pemusnahan.
(2)
Dalam hal setelah diberikan perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b:
a.
tidak dapat dibebaskan dari HPHK Golongan II, dilakukan pemusnahan; atau
b.
dapat dibebaskan dari HPHK Golongan II, dilakukan pembebasan.
(3) Pembebasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan apabila sarang wallet
terbukti aman dan layak sebagai bahan konsumsi.
Pasal
19
Dalam
hal hasil pemeriksaan sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 terbukti sarang
walet:
a.
bebas HPHK; dan
b.
aman dan layak sebagai bahan konsumsi, dilakukan pembebasan.
Pasal
20
(1)
Sarang wallet yang dikenakan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (4), Pasal 15 ayat (3), atau Pasal 16 ayat (3)
harus segera dibawa keluar dari dalam wilayah negara Republik Indonesia, dalam
batas waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja dan dituangkan dalam Berita Acara
Penolakan.
(2)
Batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang, apabila pemilik
atau kuasanya:
a.
tidak dapat menyediakan alat angkut; dan
/atau
b. belum
menyelesaikan kewajiban lainnya sesuai peraturan perundangan di bidang kepabeanan.
(3)
Pemberian perpanjangan waktu pelaksahaan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus mempertimbangkan tingkat risiko masuk dan menyebarnya HPHK.
(4)
Dalam hal dilakukan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi apapun.
(5)
Segala hal yang diperlukan untuk pelaksanaan tindakan penolakan menjadi beban dan
tanggung jawab pemilik atau kuasanya.
Pasal
21
(1)
Sarang walet yang dikenakan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(2), diterbitkan Berita Acara Penahanan, dan harus berada di bawah pengawasan petugas
karantina.
(2)
Segala hal yang diperlukan selama masa penahanan menjadi beban dan tanggung jawab
pemilik atau kuasanya.
Pasal
22
(1)
Dalam hal tenggat waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), sarang walet
belum dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia, dilakukan pemusnahan.
(2) Pemusnahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam Berita Acara Pemusnahan dan
dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan karantina, disaksikan petugas kepolisian
negara Republik Indonesia serta petugas dari instansi terkait lainnya.
(3)
Dalam hal dilakukan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik
atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi apapun.
(4)
Segala hal yang diperlukan untuk pelaksanaan pemusnahan menjadi beban dan tanggung
jawab pemilik atau kuasanya.
Pasal
23
(1)
Sarang wallet yang dikenakan tindakan pembebasan sebagaimana imaksud dalam Pasal
18 ayat (3) atau Pasal 19 diterbitkan Sertifikat Sanitasi.
(2)
Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pemilik atau kuasanya
menyelesaikan kewajiban pembayaran pungutan jasa karantina yang merupakan penerimaan
negara bukan pajak sesuai peraturan perundang - undangan.
Pasal
24
Ketentuan
mengenai pemeriksaan dokumen dan sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1) dan perlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b,
lebih lanjut ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian.
Bagian
Ketiga
Tata
Cara Tindakan Karantina Terhadap Pengeluaran Sarang Walet
Pasal
25
(1)
Sarang walet yang dikeluarkan dari wilayah negara Republik Indonesia harus dilengkapi
dengan Sertifikat Sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(2)
Sertifikat Sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan setelah
dilakukan pemeriksaan sanitasi.
Pasal26
(1) Apabila
hasil pemeriksaan sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti
sarang walet:
a. tidak
bebas HPHK Golongan I, dilakukan pemusnahan;
b. tidak
bebas HPHK Golongan II, diberikan perlakuan; atau
c.
tidak aman atau tidak layak sebagai bahan konsumsi, dilakukan pemusnahan.
(2)
Dalam hal setelah diberikan perlakuan sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) huruf
b:
a.
tidak dapat dibebaskan dari HPHK Golongan II, dilakukan pemusnahan; atau
b.
dapat dibebaskan dari HPHK Golongan II, dilakukan pembebasan.
(3)
Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan apabila sarang
walet aman dan layak sebagai bahan konsumsi.
Pasal
27
Dalam
hal hasil pemeriksaan sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) terbukti
sarang walet:
a.
bebas HPHK; dan
b.
aman dan layak sebagai bahan konsumsi, dilakukan pembebasan.
Pasal
28
(1)
Pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) atau Pasal 27, dilakukan
dengan menerbitkan Sertifikat Sanitasi.
(2)
Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pemilik atau
kuasanya menyelesaikan kewajiban pembayaran pungutan jasa karantina yang merupakan
penerimaan negara bukan pajak sesuai peraturan perundangan.
Bagian
Keempat
Tata
Cara Tindakan Karantina Terhadap Pemasukan Kembali
Sarang
Walet Yang Ditolak Oleh Negara Tujuan
Pasal
29
(1)
Pemasukan kembali sarang wallet dari luar negeri karena tidak memenuhi persyaratan
karantina, persyaratan yang ditetapkan oleh negara tujuan, kontaminasi HPHK dan
/atau alasan lain dilakukan tindakan karantina sesuai ketentuan tentang pemasukan.
(2)
Pemasukan kembali sarang wallet sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus disertai
surat keterangan penolakan dari negara tujuan yang menerangkan alasan penolakan.
(3) Sertifikat
Sanitasi produk hewan yang diterbitkan oleh dokter hewan karantina pada waktu pengeluaran
sarang wallet dapat dipergunakan: lagi sebagai
persyaratan karantina.
BAB
IV
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal
30
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada
tanggal 21 Maret 2013
MENTERI PERTANIAN,
SUSWONO
Diundangkan
di Jakarta pada tanggal
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK
INDONESIA,
AMIR
SYAMSUDIN
BERITA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013