PERMENTAN NO. 23 TAHUN 2015, TENTANG IMPOR DAN EKSPOR BAHAN PAKAN

Impor maupun ekspor bahan pakan hewan /ternak deperlukan suatu pengaturan yang jelas sehingga memudahkan bagi para pelaku usaha dan menjamin keadilan berusaha, namun demikian karena bahan pakan ini masih memiliki potensi membawa penyakit hewan maka  asas kehati hatian (Pencegahan penyakit) tidak boleh ditinggalkan.

*********





PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23/Permentan/PK.130/4/2015

TENTANG

PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BAHAN PAKAN ASAL HEWAN
KE DAN DARI WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

a. bahwa untuk memenuhi kebutuhan pakan dalam negeri diperlukan Bahan Pakan Asal Hewan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk memenuhi ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Pasal 79 ayat (7) dan Pasal 80 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan, serta Pasal 7 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pertanian tentang Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Hewan ke dan dari Wilayah Negara Republik Indonesia;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

2.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564);

3.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015) sebagaimana telah diubah dengan Undang­Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5619);

4.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara 5587);

5.Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat Hewan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3509);

6.Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002);

7.Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5543);

8.Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

9.Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode Tahun 2014-2019;

10.Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 339);

11.Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 8);

12.Keputusan Menteri Pertanian Nomor 471/Kpts/ TN.530/ 7/2002 tentang Pelarangan Penggunaan Tepung Daging, Tepung Tulang, Tepung Darah, Tepung Daging dan Tulang (TDT), dan Bahan Lainnya Asal Ruminansia sebagai Pakan Ternak Ruminansia;

13.Peraturan Menteri Pertanian Nomor 65/Permentan/ OT.140/9/2007 tentang Pedoman Pengawasan Mutu Pakan;

14.Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/PD.630/ 9/2009 tentang Penggolongan Jenis-jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa (Berita Negara Tahun 2009 Nomor 307);

15.Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/ OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;

16.Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/ OT. 140/ 12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (Berita Negara Tahun 2011 Nomor 7) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 44/ Permentan/ OT. 140 / 3 /2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/ OT. 140/ 12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (Berita Negara Tahun 2014 Nomor 428);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BAHAN PAKAN ASAL HEWAN KE DAN DARI WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Bahan Pakan adalah bahan hasil pertanian, perikanan, Peternakan, atau bahan lain serta yang layak dipergunakan sebagai Pakan, baik yang telah diolah maupun yang belum diolah.

2. Bahan Pakan Asal Hewan adalah bahan yang berasal dari ruminansia, non ruminansia, unggas, dan /atau ikan baik yang diolah maupun yang belum diolah.

3. Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak.

4. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan Bahan Pakan Asal Hewan dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

5. Pengeluaran adalah kegiatan mengeluarkan Bahan Pakan Asal Hewan dari wilayah Negara Republik Indonesia ke luar negeri.

6. Negara Asal adalah suatu negara yang mengeluarkan Bahan Pakan Asal Hewan ke suatu tempat pemasukan di wilayah Negara Republik Indonesia.

7. Unit Usaha Negara Asal adalah suatu unit usaha (rendering plant) di Negara Asal yang menjalankan kegiatan produksi dan/atau pengolahan Bahan Pakan Asal Hewan secara teratur dan terus menerus dengan tujuan komersial.

8. Penyakit Hewan adalah gangguan kesehatan pada hewan yang antara lain disebabkan oleh cacat genetik, proses degeneratif, gangguan metabolisme, trauma, keracunan, infestasi parasit, prion, dan infeksi mikroorganisme patogen.

9. Penyakit Hewan Menular adalah penyakit yang ditularkan antara hewan dan hewan, hewan dan manusia, serta hewan dan media pembawa penyakit hewan lain melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media perantara mekanis seperti air, udara, tanah, Pakan, peralatan, dan manusia, atau melalui media perantara biologis seperti virus, bakteri, amuba, atau jamur.

10. Penyakit Hewan Menular Strategis adalah Penyakit Hewan yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau kematian Hewan yang tinggi.

11. Penyakit Hewan Eksotik adalah Penyakit Hewan yang belum pernah ada atau sudah dibebaskan di suatu wilayah atau Negara Republik Indonesia.
12. Kemasan adalah wadah yang digunakan untuk mengemas atau membungkus Bahan Pakan, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung.

13. Segel adalah tanda berupa gambar atau tulisan yang resmi dikeluarkan oleh pemerintah Negara Asal yang menerangkan keaslian produk.

14. Cemaran adalah masuknya atau kejadian adanya suatu bahaya (hazard) kimiawi, biologis, fisik, dan/atau mikroorganisme pathogen pada Bahan Pakan baik langsung maupun tidak langsung yang dapat mengganggu kesehatan manusia, hewan, dan/atau lingkungan.

15. Pelaku Usaha adalah badan usaha, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum yang bergerak di bidang peternakan dan kesehatan hewan.

16. Tim Penilai Negara Asal dan Unit Usaha Negara Asal yang selanjutnya disebut Tim NAUP adalah tim yang bertugas melakukan penilaian terhadap Negara Asal dan Unit Usaha Negara Asal.

17. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian yang selanjutnya disingkat PPVTPP adalah unit organisasi yang membidangi fungsi perizinan di Kementerian Pertanian.

18. Dinas Provinsi adalah satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi fungsi peternakan dan/atau kesehatan hewan.

Pasal 2

(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar hukum dalam pelaksanaan Pemasukan atau Pengeluaran Bahan Pakan Asal Hewan ke dan dari wilayah Negara Republik Indonesia.

(2) Peraturan Menteri ini bertujuan untuk:
a. mencegah masuk, menyebar, dan keluarnya agen Penyakit Hewan Menular dan Penyakit Hewan Eksotik; dan

b. menjamin Bahan Pakan Asal Hewan yang dimasukkan ke atau dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia, sesuai dengan persyaratan mutu dan keamanan pakan.

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi:
a. persyaratan pemasukan;

b. persyaratan pengeluaran;

c. tata cara pemasukan dan pengeluaran;

d. tindakan karantina;

e pelaporan dan pengawasan; dan

f. ketentuan sanksi.

BAB II
PERSYARATAN PEMASUKAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4

(1) Pemasukan Bahan Pakan Asal Hewan dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha, setelah mendapat izin pemasukan dari Menteri.

(2) Menteri dalam menerbitkan izin pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri, dalam bentuk Keputusan Menteri.

(3) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam memberikan izin pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memperhatikan saran dan pertimbangan dari otoritas veteriner nasional.

Pasal 5

(1) Jenis Bahan Pakan Asal Hewan yang dapat dimasukkan tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(2) Bahan Pakan Asal Hewan yang dimasukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan hanya untuk pembuatan Pakan.

Pasal 6

Untuk memperoleh izin pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.

Bagian Kedua
Persyaratan Administrasi

Pasal 7

(1) Pelaku Usaha yang akan memasukkan Bahan Pakan Asal Hewan harus memenuhi persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

(2) Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai berikut:
a.memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas pimpinan perusahaan;

b. memiliki SIUP, APIU/APIT, TDP, dan NPWP perusahaan;

c. memiliki akta pendirian perusahaan dan perubahannya;

d. memiliki rekomendasi dari Dinas Provinsi;

e. memiliki instalasi karantina hewan yang telah ditetapkan;

f. memiliki profil perusahaan (company profile);

g. memiliki dokter hewan yang bertanggung jawab di bidang kesehatan hewan;

h. membuat rencana pemasukan dan rencana distribusi Bahan Pakan Asal Hewan untuk 1 (satu) tahun sesuai Format-1;

i. membuat surat pernyataan tidak menggunakan/mendistribusikan bahan pakan asal ruminansia untuk bahan pakan ruminansia, sesuai Format-2;

j. membuat surat pernyataan Bahan Pakan yang dimasukkan hanya untuk pembuatan Pakan, sesuai Format-3;

k.membuat surat pernyataan bersedia menyediakan gudang penyimpanan yang memenuhi mutu dan keamanan bahan pakan, sesuai Format 4; dan

l.membuat surat pernyataan bahwa persyaratan administrasi benar dan sah
.
Bagian Ketiga
Persyaratan Teknis

Pasal 8

Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 meliputi:
a. persyaratan teknis kesehatan hewan;

b. persyaratan mutu dan keamanan bahan pakan; dan

c. persyaratan kemasan dan alat angkut.

Paragraf 1
Persyaratan Teknis Kesehatan Hewan

Pasal 9

Persyaratan teknis kesehatan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a meliputi:
a. persyaratan Negara Asal;

b. persyaratan Unit Usaha Negara Asal; dan

c. persyaratan Bahan Pakan Asal Hewan.

Pasal 10

(1) Persyaratan Negara Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a harus berstatus bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)/Foot and Mouth Disease (FMD), Bovine Spongiform Encephalopathy (negligible BSE risk), Scrapie, Chronic Wasting Disease (CWD), Transmissible Mink Encephalopathy (TME), dan New Variant Creutzfeld-Jacob Disease (vCJD) untuk Bahan Pakan Asal Hewan dari ruminansia.

(2) Persyaratan Negara Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a harus berstatus bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)/Foot and Mouth Disease (FMD), untuk Bahan Pakan Asal Hewan dari unggas.

Pasal 11

Persyaratan Unit Usaha Negara Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b harus:
a. telah diakreditasi dan didaftar oleh instansi berwenang di Negara Asal dan secara rutin dilakukan pengawasan oleh otoritas veteriner Negara Asal;

b. sistem produksi terintegrasi dengan Rumah Potong Hewan (RPH) atau menggunakan 1 (satu) jalur produksi per komoditas atau antara pengolahan Bahan Pakan Asal Hewan ruminansia dengan pengolahan Bahan Pakan Asal unggas melalui proses flasing;

c.melakukan sistem pencatatan dengan baik untuk mempermudah penelusuran kembali (traceability);

d. menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan Pakan sesuai dengan pedoman pembuatan pakan yang baik (Good Manufacturing Practices­GMP) dan pedoman penanganan pakan yang baik (Good Handling Practices-GHP);
tidak mengolah Bahan Pakan Asal Hewan yang hewannya berasal dari negara lain; dan

e. tidak mengolah Bahan Pakan Asal Hewan yang berasal dari babi, bangkai, dan satwa liar.

Pasal 12

(1) Negara Asal dan Unit Usaha Negara Asal dapat disetujui oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11.

(2) Negara Asal dan Unit Usaha Negara Asal untuk dapat disetujui oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Negara Asal harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri.

(3) Menteri dalam menyetujui Negara Asal dan Unit Usaha Negara Asal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempertimbangkan:
a.status Penyakit Hewan Menular di Negara Asal; dan

b. hasil analisis risiko terhadap rencana Pemasukan Bahan Pakan Asal Hewan.

Pasal 13

(1) Analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b dilakukan melalui tahapan:
a. penetapan tingkat perlindungan yang dapat diterima (acceptable level of protection) sesuai dengan jenis penyakit; dan
                  
b. kajian dokumen (desk review) dan kajian lapang/verifikasi (onsite review) sistem penyelenggaraan kesehatan hewan dan jaminan keamanan bahan pakan asal hewan.

(2) Kajian dokumen (desk review) dan kajian lapang/verifikasi (onsite review) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. kelembagaan, kewenangan, dan struktur otoritas veteriner Negara Asal;

b. pelaksanaan surveilans penyakit/pengamatan Penyakit Hewan Menular;
kemampuan laboratorium diagnostik;

c. sistem informasi dan tata cara pelaporan Penyakit Hewan;
sistem identifikasi ternak dan peternakan (farm);

d, status dan situasi Penyakit Hewan Menular dan Penyakit Hewan Eksotik;
sistem pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan;

e. strategi vaksinasi penyakit hewan;

f. status Penyakit Hewan Menular di wilayah yang berbatasan;

g. tingkat perlindungan dan kesejahteraan hewan;

i. hambatan fisik dan non fisik dengan wilayah yang berbatasan;

k.pelaksanaan pengawasan lalu lintas hewan/produk hewan;

l. sistem pengawasan keamanan produk hewan dan bahan pakan asal hewan;
demografi ternak dan pemasarannya;

m. tata cara pemotongan hewan dan pemrosesan;

n.penerapan sistem kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner, dan kesejahteraan hewan di Rumah Potong Hewan (RPH) dan unit pengolah bahan pakan;

o.sistem monitoring dan surveilans cemaran pada Bahan Pakan (mikro organisme, hormon, antibiotika, logam berat); dan sistem perkarantinaan.

(3) Penambahan Unit Usaha Negara Asal sebagai pemasok Bahan Pakan Asal Hewan dilakukan melalui tahapan analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Tim NAUP yang keanggotaannya terdiri atas perwakilan dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Badan Karantina Pertanian, Komisi Ahli Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Komisi Ahli Karantina Hewan, dan Komisi Ahli Pakan dengan latar belakang keilmuan terkait.

(5) Tim NAUP sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ditetapkan oleh Menteri dalam bentuk Keputusan.

Pasal 14

(1) Jika hasil analisis risiko Negara Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b, lebih rendah atau sama dengan tingkat perlindungan yang dapat diterima, Menteri menetapkan negara sebagai Negara Asal dalam bentuk Keputusan.

(2) Jika hasil analisis risiko terhadap Negara Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b melebihi tingkat perlindungan yang dapat diterima, Menteri menolak penetapan Negara Asal dalam bentuk surat penolakan.

Pasal 15

(1) Hasil analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 disampaikan kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan oleh Tim NAUP sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan Negara Asal dan Unit Usaha Negara Asal.

(2) Unit Usaha Negara Asal yang telah mendapatkan persetujuan sebagai pemasok Bahan Pakan Asal Hewan dilakukan penilaian kesesuaian lapang oleh Tim NAUP setiap 2 (dua) tahun sekali.

Pasal 16

(1) Persetujuan penetapan Negara Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ditetapkan oleh Menteri dalam bentuk Keputusan.

(2) Persetujuan penetapan Unit Usaha Negara Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dalam pelaksanaannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri dalam bentuk Keputusan.

Pasal 17

Persyaratan Bahan Pakan Asal Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c yang berasal dari ruminansia harus:
a.berasal dari ruminansia yang sehat, lahir, dan dibesarkan di Negara Asal serta sepanjang hidupnya tidak diberi Pakan yang mengandung Bahan Pakan Asal Hewan;

b. berasal dari ruminansia yang telah lulus pemeriksaan ante mortem dan post mortem;

c. tidak berasal dari sapi yang menunjukan gejala BSE;

d. berasal dari RPH yang telah diakreditasi dan didaftar oleh instansi berwenang di Negara Asal dan secara rutin dilakukan pengawasan oleh otoritas veteriner Negara Asal;

e. dapat ditelusur secara baik sejak hewan masih hidup hingga masuk RPH dan unit pengolah bahan pakan;

f. tidak tercampur dengan bahan yang berasal dari babi dan ruminansia non domestikasi; dan

g. bebas bakteri clostridium sp, salmonella sp, dan bacillus antracis.

Pasal 18

Persyaratan Bahan Pakan Asal Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c yang berasal dari unggas harus:
a. sehat, diternakkan, dan dibesarkan di Negara Asal;

b. tidak tercampur oleh bahan dari babi;

c. berasal dari Rumah Potong Unggas (RPU) yang telah diakreditasi dan didaftar oleh instansi berwenang di Negara Asal dan secara rutin dilakukan pengawasan oleh otoritas veteriner di Negara Asal;

d. dapat ditelusur secara baik sejak unggas masih hidup hingga masuk RPH dan unit pengolah bahan pakan; dan

e. bebas bakteri clostridium sp dan salmonella sp.

Pasal 19

Persyaratan teknis kesehatan hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diterbitkan oleh Direktur Kesehatan Hewan dalam bentuk Health Requirement (HR) tercantum dalam Lampiran II dan Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Paragraf 2
Persyaratan Mutu dan Keamanan Bahan Pakan

Pasal 20

(1) Persyaratan mutu bahan pakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b berdasarkan kandungan utama nutrisi.

(2) Kandungan utama nutrisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. protein;

b. mineral (kalsium, Phospor);

c. lemak; dan

d. serat kasar.

(3) Kandungan utama nutrisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 21

(1) Persyaratan keamanan bahan pakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b meliputi cemaran kimia, fisik, dan biologis.

(2) Cemaran kimia, fisik, dan biologis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan ambang batas maksimum tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Paragraf 3
Persyaratan Kemasan dan Alat Angkut

Pasal 22

(1) Persyaratan kemasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c harus asli dari Negara Asal, sesuai standar internasional, dan disegel.

(2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa karung (bulk) dan tidak berbentuk curah langsung dalam kontainer.

(3) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disegel oleh pejabat yang berwenang di Negara Asal, bernomor jelas, tetap utuh sampai di tempat pemasukan, dan dibuka oleh petugas karantina hewan di tempat pemasukan.

Pasal 23

Persyaratan alat angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c harus dapat melindungi mutu dan keamanan bahan pakan asal hewan.

Pasal 24

(1) Selain harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, setiap Pemasukan Bahan Pakan Asal Hewan harus disertai surat keterangan bahan pakan asal hewan.

(2) Surat keterangan bahan pakan asal hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang terdiri dari:
a. Health Certificate;

b. Bill of Lading;

c. Certificate of Origin;

d. Certificate of Analysis; dan

e. Invoice.

(3) Surat keterangan bahan pakan asal hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling kurang harus memuat keterangan tentang:
a. kategori jenis bahan pakan;

b. nomor registrasi perusahaan (establishment number);

c. nomor kontainer;

d. Negara Asal;

e. negara tujuan;

f. berat bersih/isi bersih;

g. nama dan alamat pihak yang memproduksi Bahan Pakan di Negara Asal; dan

h. nama dan alamat pihak yang memasukkan Bahan Pakan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

BAB III
PERSYARATAN PENGELUARAN

Pasal 25

(1) Pengeluaran Bahan Pakan Asal Hewan dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha, setelah mendapat izin pengeluaran dari Menteri.

(2) Menteri dalam menerbitkan izin pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya dilakukan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri, dalam bentuk Keputusan Menteri.
(3) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam menerbitkan izin pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memperhatikan saran dan pertimbangan dari otoritas veteriner nasional.

(4) Bahan Pakan yang dapat dikeluarkan tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 26

Pengeluaran Bahan Pakan Asal Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dilakukan sesuai dengan hasil analisa kebutuhan nasional, jumlah, dan j enisnya.

Pasal 27

Bahan Pakan Asal Hewan yang dapat dikeluarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 harus memperhatikan kebutuhan nasional berdasarkan pada ketersediaan Bahan Pakan di dalam negeri.

Pasal 28

Pengeluaran Bahan Pakan Asal Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 harus memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.

Pasal 29

Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 meliputi:
a. memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas pimpinan perusahaan;

b. memiliki SIUP, APIU/APIT, TDP, dan NPWP bagi perusahaan yang baru pertama kali mengajukan permohonan;

c. memiliki akta pendirian perusahaan dan perubahannya;

d. memiliki rekomendasi Dinas Provinsi;

e. memiliki instalasi karantina hewan yang telah ditetapkan;

f. profil perusahaan (company profile); dan

g. surat permohonan rencana pengeluaran bahan pakan.

Pasal 30

Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 meliputi:
a.memiliki sertifikat kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh otoritas veteriner nasional; dan

b. memenuhi standar mutu apabila dipersyaratkan oleh negara tujuan.

BAB IV
TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Bagian Kesatu
Tata Cara Pemasukan

Pasal 31

(1) Pelaku Usaha yang melakukan Pemasukan wajib mendapatkan izin pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

(2) Untuk mendapatkan izin pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha mengajukan permohonan secara online dan/atau langsung kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Kepala PPVTPP, sesuai Format-5.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 32

(1) Kepala PVTPP setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sudah memberikan jawaban menolak atau menyetujui.

(2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila persyaratan administrasi tidak lengkap dan tidak benar.

(3) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila persyaratan administrasi telah dipenuhi.

Pasal 33

(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) disampaikan oleh Kepala PPVTPP secara online dan/atau langsung kepada Pelaku Usaha disertai alasan penolakan, sesuai Format-6.

(2) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) disampaikan oleh Kepala PPVTPP kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan secara online dan/ atau langsung, sesuai Format- 7.

Pasal 34

(1) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) melakukan kajian teknis.

(2) Kajian teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pemenuhan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.

(3) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sudah memberikan jawaban menolak atau menyetujui.

Pasal 35

(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) apa bila tidak memenuhi persyaratan teknis.

(2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pelaku Usaha melalui Kepala PPVTPP secara online dan/atau langsung dengan disertai alasan penolakan, sesuai Format-8.

(3) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) apabila memenuhi persyaratan teknis.

(4) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan izin pemasukan dalam bentuk Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri, dengan tembusan kepada Menteri Pertanian, Kepala Badan Karantina Pertanian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Kepala UPT Karantina Pertanian tempat pemasukan, dan Kepala Dinas Provinsi wilayah pemasukan, sesuai Format-9.

(5) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Pelaku Usaha melalui Kepala PVTPP.

Pasal 36

(1) Penerbitan izin pemasukan dilakukan setiap kali pengapalan (shipment).

(2) Penetapan rencana Pemasukan Bahan Pakan Asal Hewan untuk tahun berikutnya oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dilakukan berdasarkan perhitungan kebutuhan Bahan Pakan Asal Hewan tahun berikutnya.

Pasal 37

(1) Dalam hal di Negara Asal terjadi wabah Penyakit Hewan yang dinyatakan oleh Negara Asal atau Organisasi Badan Kesehatan Hewan Dunia, Menteri menetapkan keputusan penutupan pemasukan bahan pakan asal hewan dari Negara Asal berdasarkan rekomendasi pejabat otoritas veteriner nasional.

(2) Menteri dapat mencabut keputusan penutupan pemasukan bahan pakan asal hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal:
a.Negara Asal mengajukan permohonan pembukaan kembali pemasukan bahan pakan asal hewan disertai dengan dokumen pengendalian dan pemberantasan Penyakit Hewan yang diterbitkan oleh otoritas veteriner Negara Asal; dan

b. Negara Asal telah dinyatakan bebas wabah Penyakit Hewan oleh Organisasi Badan Kesehatan Hewan Dunia.

(3) Pencabutan keputusan penutupan pemasukan bahan pakan asal hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan Menteri berdasarkan rekomendasi pejabat otoritas veteriner nasional.

(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun berdasarkan hasil analisis risiko.

Pasal 38

(1) Dalam hal terjadi wabah Penyakit Hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), pelaku usaha dapat mengajukan permohonan ulang kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk memasukkan Bahan Pakan Asal Hewan dari negara lain yang telah ditetapkan oleh Menteri sebagai Negara Asal.

(2) Permohonan ulang Pemasukan Bahan Pakan Asal Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jumlahnya harus sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan dengan melampirkan izin pemasukan yang telah diterbitkan.

Bagian Kedua
Tata Cara Pengeluaran

Pasal 39

(1) Pelaku Usaha yang melakukan Pengeluaran wajib mendapatkan izin pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.

(2) Untuk mendapatkan izin pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha mengajukan permohonan secara online dan/atau langsung kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan melalui Kepala PVTPP, sesuai Format-10.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

Pasal 40

(1) Kepala PPVTPP setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) memeriksa kelengkapan persyaratan administrasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sudah memberikan jawaban menolak atau menyetujui.

(2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila persyaratan administrasi tidak lengkap dan tidak benar.

(3) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila persyaratan administrasi telah dipenuhi.

Pasal 41

(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) disampaikan oleh Kepala PPVTPP secara online dan/atau langsung kepada Pelaku Usaha disertai alasan penolakan, sesuai Format-11.

(2) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) disampaikan oleh Kepala PPVTPP kepada Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan secara online dan/ atau langsung, sesuai Format- 12.

Pasal 42

(1) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) melakukan kajian teknis.

(2) Kajian teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap pemenuhan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30.

(3) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sudah memberikan jawaban menolak atau menyetujui.

Pasal 43

(1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) apabila tidak memenuhi persyaratan teknis.

(2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pelaku Usaha melalui Kepala PPVTPP secara online dan/atau langsung dengan disertai alasan penolakan, sesuai Format-13.

(3) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) apabila memenuhi persyaratan teknis.

(4) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan izin pengeluaran dalam bentuk Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan atas nama Menteri, dengan tembusan kepada Menteri Pertanian, Kepala Badan Karantina Pertanian, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, dan Kepala UPT Karantina Pertanian tempat pengeluaran, sesuai Format-14.

(5) Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada Pelaku Usaha melalui Kepala PPVTPP.

Pasal 44

Permohonan izin pengeluaran dapat dilakukan setiap saat oleh Pelaku Usaha.

BAB V
TINDAKAN KARANTINA

Pasal 45

(1) Setiap rencana pemasukan atau pengeluaran Bahan Pakan Asal Hewan wajib dilaporkan oleh pemilik atau kuasanya kepada petugas karantina di tempat pemasukan atau pengeluaran yang telah ditetapkan dalam izin pemasukan atau pengeluaran.

(2) Laporan pemasukan atau pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum alat angkut tiba di tempat pemasukan atau pengeluaran.

(3) Dalam hal pelaporan, pemilik atau kuasanya tidak dapat melengkapi izin pemasukan atau pengeluaran, dilakukan penolakan terhadap permohonan pemeriksaan karantina sampai pemilik atau kuasanya dapat melengkapi.

(4) Pada saat alat angkut tiba di tempat pemasukan atau pengeluaran, pemilik atau kuasanya wajib menyerahkan Bahan Pakan Asal Hewan beserta dokumen yang dipersyaratkan kepada petugas karantina untuk dilakukan tindakan karantina.

(5) Dokumen pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa sertifikat sanitasi.

(6) Dokumen pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berupa sertifikat kesehatan hewan yang dikeluarkan oleh petugas karantina.

Pasal 46

(1) Untuk mencegah masuknya Penyakit Hewan Menular dari luar wilayah Negara Republik Indonesia melalui transit alat angkut yang memuat Bahan Pakan, hanya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang karantina.

(2) Transit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan:
a. tidak boleh membuka kemasan;

b. tidak boleh keluar dari area karantina; dan

c. dilengkapi dengan surat keterangan transit dari otoritas veteriner negara transit.

Pasal 47

(1) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4) berupa pemeriksaan, perlakuan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan/atau pembebasan.

(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk membebaskan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II.

Pasal 48

(1) Tindakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) meliputi pemeriksaan dokumen persyaratan dan pemeriksaan kesehatan atau sanitasinya oleh dokter hewan karantina sebelum melewati tempat pemasukan atau pengeluaran.

(2) Tindakan pemeriksaan dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa kelengkapan, keabsahan dokumen, dan kesesuaian atau kecocokan antara dokumen dengan kemasan, label, jumlah, dan jenis.

(3) Tindakan pemeriksaan kesehatan atau sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pemeriksaan keutuhan secara organoleptik dan/atau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan teknik dan metode pemeriksaan.

(4) Dalam hal pemeriksaan keutuhan secara organoleptik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) petugas karantina belum dapat memastikan keutuhan dan/atau mendeteksi ada tidaknya HPHK dan kandungan bahaya mikroba, dilakukan pemeriksaan lanjutan di instalasi karantina yang telah ditetapkan.

Pasal 49

(1) Tindakan pemeriksaan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (4) berupa pemeriksaan keutuhan secara organoleptik dan/atau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan teknik dan metode pemeriksaan.

(2) Pengangkutan Bahan Pakan dari tempat pemasukan atau pengeluaran ke instalasi karantina harus dalam pengawasan petugas karantina.

(3) Setibanya di instalasi karantina, dilakukan:
a. pembukaan segel;

b. pemeriksaan keutuhan kemasan;

c. pemeriksaan kesesuaian jenis dan jumlah;

d. pemeriksaan organoleptik secara acak (random sampling); dan

e. pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium, jika diperlukan.

Pasal 50

(1) Tindakan penahanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dilakukan apabila:
a. Bahan Pakan berasal dari negara yang pemasukannya dilarang;

b. pada pemeriksaan diketemukan adanya gejala HPHK Golongan I dan risiko penularan HPHK Golongan II; dan

c. pemilik atau kuasanya menjamin dapat menunjukkan sertifikat kesehatan/sanitasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja, dan dokumen lain yang dipersyaratkan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja.

(2) Jaminan pemenuhan kelengkapan sertifikat kesehatan/ sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dituangkan dalam surat pernyataan bermaterai.

(3) Setelah pemilik atau kuasanya dapat memenuhi kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (5) dan ayat (6), dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan.

Pasal 51

(1) Tindakan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dilakukan apabila setelah:
a. dilakukan tindakan penahanan sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) huruf c, pemilik atau kuasanya tidak dapat melengkapi dokumen persyaratan; atau

b. dilakukan tindakan pemeriksaan tertular HPHK, berasal dari negara yang dilarang pemasukannya, sanitasinya tidak baik, kemasan tidak utuh, terjadi perubahan sifat, rusak, busuk, dan membahayakan kesehatan hewan dan/atau manusia.

(2) Bahan Pakan yang ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibawa ke luar dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja yang dituangkan dalam Berita Acara Penolakan.

(3) Pemilik atau kuasanya tidak dapat menyediakan alat angkut dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang paling lama 7 (tujuh) hari kerja dengan tetap mempertimbangkan tingkat risiko masuk dan menyebarnya HPHK.

(4) Dalam hal dilakukan tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi apapun serta wajib menanggung segala biaya penolakan.

Pasal 52

(1) Tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), dilakukan jika:
a. Bahan Pakan yang ditolak tidak dibawa ke luar dari wilayah Negara Republik Indonesia oleh pemilik atau kuasanya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) dan ayat (3); atau

b. setelah Bahan Pakan diturunkan dari alat angkut dan diberi perlakuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) tidak dapat disucihamakan dari HPHK Golongan II.

(2) Tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
a. menghadirkan saksi dari instansi terkait di tempat pemasukan;

b. mengundang pemilik atau kuasa pemilik Bahan Pakan yang akan dimusnahkan;

c. mempersiapkan Berita Acara Pemusnahan;

d. mempersiapkan tempat dan peralatan pemusnahan dengan tata cara dan metode pemusnahan yang telah ditetapkan;

e. pemusnahan dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan karantina dan disaksikan oleh pemilik atau kuasanya, petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, petugas bea dan cukai, kejaksaan dan instansi lain yang terkait; dan

f. Berita Acara Pemusnahan sekurang-kurangnya rangkap 3 (tiga), lembar kesatu untuk pemilik, lembar kedua untuk pejabat yang turut berkepentingan dalam pelaksanaan tindakan pemusnahan, dan lembar ketiga untuk dokter hewan karantina yang bersangkutan.

(3) Dalam hal dilakukan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi apapun serta wajib menanggung segala biaya pemusnahan.

Pasal 53

(1) Tindakan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dilakukan jika:
a. setelah dilakukan tindakan penahanan, pemilik atau kuasanya dapat melengkapi dokumen persyaratan; dan/atau

b. tidak tertular HPHK, berasal dari negara yang tidak dilarang pemasukannya, sanitasinya baik, kemasan utuh, tidak terjadi perubahan sifat, tidak rusak, tidak busuk, dan tidak membahayakan kesehatan hewan dan/atau manusia.

(2) Tindakan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah pemilik atau kuasanya menyelesaikan kewajiban menyetor jasa karantina sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Tindakan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pemasukan bahan pakan diterbitkan sertifikat pelepasan.

(4) Pemberian sertifikat pelepasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ditujukan kepada dokter hewan yang berwenang di daerah tujuan.

(5) Tindakan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk pengeluaran bahan pakan diterbitkan sertifikat sanitasi.

Pasal 54

Bahan Pakan Asal Hewan yang telah dilakukan tindakan karantina berupa tindakan pembebasan dikoordinasikan dengan pengawas mutu pakan.

BAB VI
PELAPORAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Pelaporan

Pasal 55

(1) Pelaku Usaha yang telah memperoleh izin pemasukan atau pengeluaran dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak diterbitkannya izin pemasukan atau pengeluaran wajib merealisasikan Pemasukan atau Pengeluaran Bahan Pakan Asal Hewan.

(2) Dalam merealisasikan Pemasukan atau Pengeluaran Bahan Pakan Asal Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib sesuai izin pemasukan atau pengeluaran.

(3) Pelaku Usaha yang telah melaksanakan Pemasukan atau Pengeluaran Bahan Pakan Asal Hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib menyampaikan laporan realisasi Pemasukan atau Pengeluaran kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan secara tertulis atau online dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja terhitung setelah dilakukan tindakan karantina, sesuai Format-15 dan Format-16.

(4) Pelaku Usaha selain menyampaikan laporan realisasi Pemasukan atau Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melaporkan Bahan Pakan Asal Hewan yang telah dilakukan tindakan pembebasan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian.

(5) Format -1 sampai dengan Format -16 tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Bagian Kedua
Pengawasan

Pasal 56

Pengawasan dilakukan oleh:
a. otoritas veteriner Kementerian, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai kewenangannya;

b. dokter hewan berwenang atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai kewenangannya; dan/atau

c. Pengawas Mutu dan Keamanan Pakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 57

(1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 dilakukan setelah tindakan pembebasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 paling kurang 6 (enam) bulan sekali, atau sewaktu-waktu apabila diketahui adanya dugaan penyimpangan terhadap dipenuhinya persyaratan teknis kesehatan hewan.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada:
a. pabrik pakan dan/atau perusahaan importir Bahan Pakan Asal Hewan;

b. distributor;

c. poultry shop; dan/atau

d. peternakan.

Pasal 58

(1) Pengawas Mutu dan Keamanan Pakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 huruf c melaporkan hasil pengawasannya secara berkala atau sewaktu-waktu kepada Direktur Kesehatan Hewan, Kepala Dinas Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya.

(2) Direktur Kesehatan Hewan, Kepala Dinas Provinsi atau Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan laporan hasil pengawasan secara berkala atau sewaktu-waktu kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya.

BAB VII
KETENTUAN SANKSI

Pasal 59

(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 55 dikenakan sanksi administrasi.

(2) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. peringatan secara tertulis;

b. tidak mendapatkan izin pemasukan atau pengeluaran berikutnya; atau

c. pencabutan izin usaha.

(3) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

(4) Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan oleh pemberi izin usaha berdasarkan usulan dari Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 60

(1) Negara Asal dan Unit Usaha Negara Asal yang telah melakukan Pemasukan Bahan Pakan Asal Hewan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, dapat ditetapkan sebagai Negara Asal dan Unit Usaha Negara Asal.

(2) Izin pemasukan atau izin pengeluaran yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, masih tetap berlaku sampai habis masa berlakunya izin.

(3) Izin pemasukan atau izin pengeluaran yang sedang dalam proses mengikuti ketentuan Peraturan Menteri ini.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 61

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 482/ Kpts / PD.620/8/2006 tentang Pemasukan Ternak Ruminansia dan Produknya dari Negara atau Bagian Negara (Zone) Terjangkit Penyakit Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang yang mengatur mengenai Bahan Pakan Asal Hewan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

P a  s a l   6 2

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada  tanggal  13  April  2015

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,





AMRAN SULAIMAN




Diundangkan di Jakarta pada  tanggal  24 April  2015

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,



YASONNA H. LAOLY

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 618

*********

PENTING UNTUK PETERNAKAN: