TENTANG
TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN HASIL BAHAN ASAL HEWAN KONSUMSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
|
a.
|
bahwa
hasil
bahan asal hewan konsumsi merupakan media pembawa hama penyakit hewan
karantina;
|
b.
|
bahwa
untuk mencegah masuk,
keluar, dan tersebarnya hama penyakit hewan karantina
melalui hasil bahan asal hewan konsumsi,
dilakukan tindakan karantina hewan;
|
|
c.
|
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan huruf b,
serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7, Pasal
63 ayat (2), dan Pasal 69 ayat
(3) Peraturan Pemerintah Nomor
82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan,
perlu mengatur Tindakan Karantina Hewan
Terhadap
Pemasukan
dan
Pengeluaran Hasil Bahan Asal
Hewan Konsumsi, dengan
Peraturan Menteri
Pertanian;
|
|
Mengingat :
|
1.
|
Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan,
Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara
Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3482);
|
2.
|
Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1994
tentang Pengesahan
|
Persetujuan Pembentukan
Organisasi Perdagangan
Dunia
(Agreement Establishing the World Trade Organization) (Lembaran
Negara Tahun 1994
Nomor 57, Tambahan Lembaran
Negara Nomor
3564);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3821);
4. Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Lembaran Negara
Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
5.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran
Negara
Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 5360);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang
Karantina
Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4002);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi
Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4020);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi pangan (Lembaran Negara
Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan (Lembaran Negara Tahun
2012
Nomor
214,
Tambahan
Lembaran
Negara
Nomor
5356);
10. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu II;
11. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009
tentang Pembentukan
Organisasi
Kementerian Negara;
12. Peraturan Presiden Nomor
24
Tahun 2010 tentang
Kedudukan,
Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi,
Tugas,
dan
Fungsi Eselon I Kementerian
Negara;
13. Keputusan Menteri
Pertanian
Nomor 3238/Kpts/ PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa;
14. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/ OT.140/10/2010 tentang Organisasi
dan Tata
Kerja Kementerian Pertanian;
15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/ OT.140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media
Pembawa Penyakit Hewan Karantina
dan
Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina, juncto
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 44/ Permentan/OT.140/3/2014;
16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 84/Permentan/ PD.410/8/2013
tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya Ke
Dalam Wilayah
Negara Republik Indonesia, juncto Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 96/Permentan/ PD.410/9/2013;
Memperhatikan: Notifikasi World Trade Organization (WTO) Nomor G/SPS/N/IDN/91
tanggal 10 Februari
2014;
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI
PERTANIAN TENTANG
TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN
PENGELUARAN HASIL BAHAN
ASAL HEWAN KONSUMSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Hasil Bahan Asal Hewan yang selanjutnya disingkat HBAH adalah bahan asal hewan
yang telah
diolah.
2. HBAH Konsumsi adalah HBAH yang telah diolah meliputi daging olahan, susu olahan,
dan telur olahan untuk keperluan
konsumsi manusia.
3. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan HBAH konsumsi
dari luar ke dalam wilayah
Negara
Republik Indonesia atau, ke suatu area dari area
lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
4. Pengeluaran adalah kegiatan mengeluarkan HBAH konsumsi
dari dalam ke luar wilayah
Negara
Republik Indonesia atau, ke suatu area dari area
lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
5. Petugas
Karantina Hewan
yang selanjutnya disebut Petugas Karantina adalah dokter hewan karantina dan dapat dibantu
oleh paramedik karantina.
6. Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai
dan
danau, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan
Negara lain, dan tempat-tempat lain yang
ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan
dan/atau mengeluarkan HBAH konsumsi.
7. Hama Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disingkat HPHK adalah semua hama, hama penyakit, dan penyakit hewan yang
berdampak sosio-ekonomi nasional dan
perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat veteriner
yang dapat digolongkan menurut
tingkat risikonya.
8. Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Tindakan Karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama dan penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di dan/atau ke luar dari wilayah Negara Republik Indonesia.
9. Pemilik adalah orang atau badan hukum yang memiliki, atau kuasanya dan/atau orang
atau badan hukum
yang bertanggung jawab atas pemasukan atau pengeluaran HBAH konsumsi.
10. Kemasan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus HBAH
konsumsi, baik yang bersentuhan
langsung maupun
tidak langsung.
11. Segel adalah tanda berupa gambar atau tulisan resmi dikeluarkan oleh pemerintah yang berwenang mengenai keaslian produk.
12. Label adalah keterangan atau
pernyataan dalam bentuk gambar, tulisan, kombinasi
keduanya, atau bentuk lainnya yang disertakan pada HBAH konsumsi, dimasukkan ke dalam,
ditempatkan pada, atau
merupakan bagian kemasan.
13. Tempat produksi adalah tempat/unit usaha HBAH konsumsi
dapat berupa
tempat
pengepakan,
tempat proses, tempat fermentasi,
dan sejenisnya.
14. Penanggung Jawab Alat Angkut
adalah
nakhoda, pilot,
masinis atau pengemudi.
Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar bagi setiap orang dalam memasukkan dan mengeluarkan HBAH konsumsi, dan bagi petugas karantina
dalam melakukan tindakan
karantina.
(2) Peraturan Menteri ini
bertujuan
agar HBAH konsumsi yang dimasukkan, atau
dikeluarkan bebas
dari HPHK dan memenuhi
ketentuan kesehatan masyarakat
veteriner.
Pasal 3
BAB II
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
Bagian Kesatu
Persyaratan
Pemasukan Ke Dalam
Wilayah Negara Republik Indonesia
Pasal 4
a. dilengkapi
sertifikat sanitasi yang
diterbitkan
oleh pejabat yang berwenang di negara
asal;
b. melalui tempat
pemasukan yang telah
ditetapkan; dan
c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan untuk keperluan tindakan
karantina.
Pasal 5
a. bebas dari
HPHK yang dapat ditularkan melalui jenis HBAH konsumsi;
b. HBAH konsumsi tidak mengandung atau berpotensi membawa HPHK;
c. telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan masyarakat veteriner;
d. identitas pemilik;
e. identitas penerima (nama dan alamat penerima);
f. pelabuhan asal dan
tanggal
muat;
g. jenis dan jumlah HBAH konsumsi;
dan h. pelabuhan tujuan.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c paling singkat 1 (satu) hari kerja
sebelum pemasukan.
Pasal 6
a. kemasan; dan
b. suhu sesuai
dengan sifat dan jenis
HBAH
konsumsi.
Pasal 7
(2) Kemasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling kurang memuat
keterangan:
a. nama
dan alamat produsen;
b. tanggal
produksi;
c. tanggal
kedaluwarsa;
d. jenis dan
berat HBAH
konsumsi;
e. nama
dagang; dan
f. tanda
kehalalan bagi yang dipersyaratkan.
(3) Kehalalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dibuktikan dengan sertifikat halal yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi halal negara asal
yang diakui oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI).
Pasal 8
Pasal 9
Ketentuan teknis mengenai persyaratan suhu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan teknis mengenai persyaratan suhu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ke dua
Persyaratan Pengeluaran dari Wilayah Negara Republik Indonesia
Persyaratan Pengeluaran dari Wilayah Negara Republik Indonesia
Pasal 10
HBAH konsumsi yang akan dikeluarkan wajib:
a. dilengkapi
sertifikat sanitasi yang
diterbitkan oleh
dokter
hewan
karantina di tempat
pengeluaran;
b. melalui tempat pengeluaran yang telah ditetapkan; dan
c. dilaporkan dan
diserahkan
kepada petugas karantina di tempat
pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.
Pasal 11
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c paling singkat 1 (satu) hari kerja sebelum pengeluaran.
Pasal 12
a. dilengkapi dengan surat keterangan sanitasi dari daerah asal yang diterbitkan oleh dokter hewan berwenang di daerah asal;
b. memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang
kesehatan
masyarakat veteriner;
dan
c. memenuhi
persyaratan
negara asal apabila dipersyaratkan.
Pasal 13
a. higiene sanitasi tempat produksi di daerah asal;
b. jumlah
dan jenis HBAH konsumsi; dan
c.
aman
dan layak konsumsi.
Bagian Ke tiga
Persyaratan Pemasukan dan Pengeluaran Antar Area di Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
Persyaratan Pemasukan dan Pengeluaran Antar Area di Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
Pasal 14
a. dilengkapi
sertifikat
sanitasi
yang diterbitkan
oleh dokter hewan karantina di tempat
pengeluaran;
b. melalui tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah
ditetapkan; dan
c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di
tempat pemasukan dan pengeluaran.
Pasal 15
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c paling singkat 1 (satu) hari
kerja sebelum pemasukan atau
pengeluaran.
Pasal 16
(2) Surat keterangan sanitasi dari daerah asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat keterangan:
a. higiene sanitasi tempat produksi
di daerah asal;
b. jumlah
dan jenis HBAH konsumsi; dan
c.
aman
dan layak konsumsi.
BAB III
TINDAKAN KARANTINA
Bagian Ke satu
Umum
Pasal 17
(1) HBAH konsumsi yang dimasukkan ke dalam, dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain, atau dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina.
(2) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa pemeriksaan, penahanan,
penolakan, pemusnahan, dan
pembebasan.
(3) Pelaksanaan
tindakan karantina terhadap HBAH konsumsi yang membahayakan kesehatan manusia, dikoordinasikan dengan instansi yang bertanggung
jawab di bidang
kesehatan masyarakat
veteriner dan zoonosis.
Pasal 18
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dilakukan terhadap sertifikat sanitasi, sertifikat halal, dan fisik.
Pasal 19
(1) Pemeriksaan sertifikat sanitasi dan sertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
dilakukan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran,
dan keabsahan.
(2) Sertifikat sanitasi dan sertifikat halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan benar jika sesuai antara:
a. data yang
tercantum dalam
sertifikat
sanitasi,
dan sertifikat halal
bagi
yang dipersyaratkan dengan fisik HBAH konsumsi; dan
b. isi dan keterangan yang tercantum pada kemasan.
(3) Sertifikat sanitasi dan sertifikat halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah
jika
menggunakan kop sertifikat resmi yang
ditandatangani oleh pejabat berwenang
di negara asal yang
dibubuhi dengan tanda tangan, nama dan jabatan, cap atau stempel, nomor sertifikat, serta
mencantumkan tempat dan tanggal penerbitan
sertifikat.
(1) Jika
dari hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal
19 ayat
(1)
tidak
dilengkapi
sertifikat sanitasi, dilakukan tindakan penolakan.
(2) Tindakan penolakan sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1), dapat dilakukan tindakan
penahanan apabila:
a. setelah dilakukan pemeriksaan
kemasan dalam
keadaan utuh
dan tidak rusak; dan
b. pemilik atau kuasanya menjamin dapat melengkapi sertifikat sanitasi dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga)
hari kerja terhitung setelah
diterimanya surat penahanan.
(3) Jaminan pemenuhan kelengkapan sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dituangkan
dalam surat
pernyataan
bermaterai sesuai Format-1.
(4) Apabila setelah dilakukan tindakan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pemilik atau
kuasanya tidak
dapat melengkapi sertifikat sanitasi, dilakukan tindakan
penolakan.
Pasal 21
(2) Tindakan penolakan sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1), dapat dilakukan tindakan
penahanan apabila pemilik atau kuasanya menjamin dapat melengkapi sertifikat halal dalam jangka waktu paling
lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung
setelah diterimanya surat
penahanan.
(3) Apabila setelah dilakukan tindakan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pemilik atau kuasanya tidak dapat melengkapi sertifikat halal, dilakukan tindakan
penolakan.
Pasal 22
Apabila dari hasil pemeriksaan sertifikat sanitasi dan sertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 tidak benar dan/atau tidak sah, dilakukan tindakan penolakan.
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pemeriksaan suhu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
24 dilakukan untuk mengetahui pemenuhan persyaratan suhu
selama dalam pengiriman.
Pasal 27
(1) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 kemasan tidak utuh atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak sesuai dengan persyaratan suhu, dilakukan pemeriksaan HBAH konsumsi.
(2) Pemeriksaan HBAH konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara organoleptik.
(3) Pemeriksaan organoleptik
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2)
dilakukan untuk
mengetahui kemurnian atau keutuhan
HBAH konsumsi.
(4) Pemeriksaan organoleptik
sebagaimana dimaksud
pada ayat
(3) dilakukan dengan mempergunakan
panca indera antara lain terhadap bau,
rasa,
dan
warna.
Pasal 28
(2) Tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan terhadap
HBAH konsumsi yang mengalami
perubahan bau, rasa, atau
warna.
(3) Terhadap HBAH konsumsi
yang tidak mengalami
perubahan bau, rasa,
atau warna
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pengambilan sampel.
(4) Sampel
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dipergunakan untuk
pemeriksaan laboratorium.
(5) Jika dari hasil pemeriksaan laboratorium
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) HBAH
konsumsi
ternyata:
a. ditemukan HPHK, dilakukan
tindakan penolakan;
b. ditemukan
kandungan bahaya (hazard) mikroba dan
residu kimia melebihi batas maksimal yang ditetapkan
dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), dilakukan
tindakan penolakan; atau
c. bebas HPHK dan kandungan bahaya (hazard) mikroba dan residu kimia di bawah
batas maksimal yang ditetapkan
dalam SNI, dilakukan tindakan
pembebasan.
Bagian Ke dua
Tindakan Karantina Terhadap Barang Bawaan dan HBAH Konsumsi yang Dikirim Melalui Pos atau Jasa Titipan
Tindakan Karantina Terhadap Barang Bawaan dan HBAH Konsumsi yang Dikirim Melalui Pos atau Jasa Titipan
Pasal 29
(2) HBAH konsumsi sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) tidak untuk diperdagangkan, pemilik atau
kuasanya mengisi surat pernyataan bermaterai sesuai Format-2, tidak
merupakan aktivitas yang rutin, dan bukan merupakan HBAH konsumsi
yang dilarang pemasukannya.
(3) HBAH konsumsi sebagaimana dimaksud pada
ayat
(1) tetap dikenakan pemeriksaan kesehatan
dan mempertimbangkan risiko penyebaran HPHK sesuai dengan ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ke tiga
Tindakan Karantina Berdasarkan Tingkat Risiko
Tindakan Karantina Berdasarkan Tingkat Risiko
Pasal 30
(2) Tingkat risiko
HBAH konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas risiko rendah, sedang, atau
tinggi.
(3) Tingkat risiko
HBAH konsumsi
sebagaimana dimaksud
pada ayat
(2) didasarkan pada:
a. jenis pengolahan
HBAH konsumsi;
dan/atau
b.
potensi HBAH konsumsi membawa agen penyakit.
Pasal 31
a. tertular HPHK golongan I,
terhadap
HBAH konsumsi
tingkat risiko rendah dan sedang
harus disertai hasil uji laboratorium dari negara atau daerah/area asal yang menyatakan bebas
dari HPHK golongan I; dan/atau
b.
terjadi wabah HPHK golongan II, terhadap HBAH konsumsi
tingkat risiko rendah
dan
sedang dilakukan uji laboratorium di tempat pemasukan.
(2)
Dalam hal terjadi perubahan status dan situasi HPHK di negara atau daerah/area asal tertular HPHK golongan I dan/atau terjadi wabah HPHK golongan II, terhadap HBAH konsumsi tingkat risiko
tinggi
dilarang pemasukannya.
(3) Ketentuan mengenai pelarangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Pasal 33
(2) Jika
dari hasil pemeriksaan laboratorium
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ternyata:
a. ditemukan HPHK,
dilakukan tindakan
penolakan; atau
b. ditemukan kandungan bahaya
(hazard)
mikroba
dan residu
kimia melebihi batas
maksimal yang ditetapkan dalam SNI,
dilakukan tindakan penolakan.
(3) HBAH konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk
pengiriman selanjutnya
dilakukan pemeriksaan laboratorium setiap pengiriman.
Pasal 34
Pasal 35
(2) Jika dari
hasil pemeriksaan
laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata:
a. ditemukan HPHK,
dilakukan tindakan
penolakan; atau
b. ditemukan kandungan bahaya
(hazard)
mikroba
dan residu
kimia melebihi batas
maksimal yang ditetapkan dalam
SNI, dilakukan
tindakan penolakan.
Pasal 36
Pasal 30 ditetapkan
oleh Kepala Badan Karantina Pertanian dalam
bentuk petunjuk teknis.
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Agar
setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan
Menteri
ini dengan penempatannya dalam
Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 2014
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUSWONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
21 Mei 2014
MENTERI HUKUM
DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR
SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 677