TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN HASIL BAHAN ASAL HEWAN KONSUMSI


PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA 
NOMOR 65/Permentan/PD.410/5/2014

TENTANG

TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN HASIL BAHAN ASAL HEWAN KONSUMSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang            :
a.
bahwa   hasil   baha asa hewa konsumsi   merupaka media pembawa hama penyakit hewan karantina;

b.
bahwa untuk mencegah masuk, keluar, dan tersebarnya hama penyakit hewan karantina melalui hasil bahan asal hewan konsumsi, dilakukan tindakan karantina hewan;

c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7, Pasal 63 ayat (2), dan Pasal 69 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor
82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan, perlu mengatur Tindakan Karantina  Hewan  Terhadap  Pemasukan  dan  Pengeluaran  Hasil Bahan Asal Hewan Konsumsi, dengan Peraturan Menteri Pertanian;

Mengingat              :

1.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina  Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

2.
Undang-Undan Nomor    Tahun   1994   tentang   Pengesahan
Persetujuan     Pembentukan     Organisasi     Perdagangan     Dunia
(Agreement Establishing the World Trade Organization) (Lembaran
Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3564);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);

4.  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);

5.   Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5360);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002);

7.   Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 199, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);

8.   Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);

9.  Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan (Lembaran Negara Tahun  2012  Nomor  214,  Tambahan  Lembaran  Negara  Nomor
5356);

10.   Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu II;

11.   PeraturaPresiden  Nomor  47  Tahun  2009  tentang Pembentukan
Organisasi Kementerian Negara;

12.   Peraturan  Presiden  Nomor  24  Tahun  2010  tentang  Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;

13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/ PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa;

14.   Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/ OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;

15.   Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/ OT.140/12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina, juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor 44/ Permentan/OT.140/3/2014;

16.   Peraturan Menteri Pertanian Nomor 84/Permentan/ PD.410/8/2013 tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, dan/atau Olahannya Ke Dalam  Wilayah  Negara  Republik   Indonesia,  juncto  Peraturan Menteri Pertanian Nomor 96/Permentan/ PD.410/9/2013;

Memperhatikan: Notifikasi World Trade Organization (WTO) Nomor G/SPS/N/IDN/91 tanggal 10 Februari 2014;

MEMUTUSKAN

Menetapkan: PERATURAN  MENTERI  PERTANIAN  TENTANG  TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN HASIL BAHAN ASAL HEWAN KONSUMSI.

BAB I 
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1.     Hasil Bahan Asal Hewan yang selanjutnya disingkat HBAH adalah bahan asal hewan yang telah diolah.

2.     HBAH Konsumsi adalah HBAH yang telah diolah meliputi daging olahan, susu olahan, dan telur olahan untuk keperluan konsumsi manusia.

3.     Pemasukan adalah kegiatan memasukkan HBAH konsumsi dari luar ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia atau, ke suatu area dari area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

4.     Pengeluaran adalah kegiatan mengeluarkan HBAH konsumsi dari dalam ke luar wilayah Negara Republik Indonesia atau, ke suatu area dari area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

5.     Petugas  Karantina  Hewan  yang  selanjutnya  disebut  Petugas  Karantina  adalah  dokter hewan karantina dan dapat dibantu oleh paramedik karantina.

6.     Tempat Pemasukan dan Tempat Pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan Negara lain, dan tempat-tempat lain yang ditetapkan sebagai tempat untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan HBAH konsumsi.

7.     Hama Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disingkat HPHK adalah semua hama, hama penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat veteriner yang dapat digolongkan menurut tingkat risikonya.

8.     Tindakan Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Tindakan Karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama dan penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di dan/atau ke luar dari wilayah Negara Republik Indonesia.

9.     Pemilik adalah orang atau badan hukum yang memiliki, atau kuasanya dan/atau orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas pemasukan atau pengeluaran HBAH konsumsi.

10.   Kemasan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus HBAH
konsumsi, baik yang bersentuhan langsung maupun tidak langsung.

11.   Segel adalah tanda berupa gambar atau tulisan resmi dikeluarkan oleh pemerintah yang berwenang mengenai keaslian produk.

12. Label adalah keterangan atau pernyataan dalam bentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lainnya yang disertakan pada HBAH konsumsi, dimasukkan ke dalam, ditempatkan pada, atau merupakan bagian kemasan.

13. Tempat produksi adalah tempat/unit usaha HBAH konsumsi dapat berupa tempat pengepakan, tempat proses, tempat fermentasi, dan sejenisnya.

14.   Penanggung Jawab Alat Angkut adalah nakhoda, pilot, masinis atau pengemudi.

Pasal 2

(1)   Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar bagi setiap orang dalam memasukkan dan mengeluarkan HBAH konsumsi, dan bagi petugas karantina dalam melakukan tindakan karantina.

(2)   Peratura Menter ini   bertujuan   aga HBA konsumsi   yan dimasukkan atau dikeluarkan bebas dari HPHK dan memenuhi ketentuan kesehatan masyarakat veteriner.

Pasal 3

Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi pemasukan dan pengeluaran, serta tindakan karantina.

BAB II
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN

Bagian Kesatu
Persyaratan Pemasukan Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia

Pasal 4
HBAH konsumsi yang akan dimasukkan wajib:

a dilengkapi sertifikat sanitasi yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di negara asal;
b.   melalui tempat pemasukan yang telah ditetapkan; dan
c dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina.


Pasal 5
(1)   Sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a paling kurang memuat keterangan:

a bebas dari HPHK yang dapat ditularkan melalui jenis HBAH konsumsi;
b.   HBAH konsumsi tidak mengandung atau berpotensi membawa HPHK;
c telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan masyarakat veteriner;
d.   identitas pemilik;
e identitas penerima (nama dan alamat penerima);
f pelabuhan asal dan tanggal muat;
g jenis dan jumlah HBAH konsumsi; dan h.   pelabuhan tujuan.

(2)   Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c paling singkat 1 (satu) hari kerja sebelum pemasukan.



Pasal 6 

Selain  persyaratan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  4,  HBAH  konsumsi  yang  akan dimasukkan harus memenuhi persyaratan:

a kemasan; dan
b.   suhu sesuai dengan sifat dan jenis HBAH konsumsi.



Pasal 7
(1)   Persyaratan kemasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a harus berasal dari negara asal dan terbuat dari bahan yang aman untuk HBAH konsumsi (food grade), kuat dan tidak mudah rusak.

(2)   Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat keterangan:

a nama dan alamat produsen;
b.   tanggal produksi;
c tanggal kedaluwarsa;
d.   jenis dan berat HBAH konsumsi;
e nama dagang; dan
f tanda kehalalan bagi yang dipersyaratkan.

(3)   Kehalalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f dibuktikan dengan sertifikat halal yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi halal  negara asal  yang diakui  oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pasal 8

Persyaratan  suhu  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  6  huruf  b  didasarkan  pada  tingkat pengolahan HBAH konsumsi.


Pasal 9

Ketentuan teknis mengenai persyaratan suhu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ke dua
Persyaratan Pengeluaran dari Wilayah Negara Republik Indonesia

Pasal 10

HBAH konsumsi yang akan dikeluarkan wajib:

a dilengkapi  sertifikat  sanitasi  yang  diterbitkan  oleh  dokter  hewan  karantina  di  tempat pengeluaran;
b.   melalui tempat pengeluaran yang telah ditetapkan; dan
c dilaporkan  dan  diserahkan  kepada  petugas  karantina  di  tempat  pengeluaran  untuk keperluan tindakan karantina.

Pasal 11

(1)   Sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a paling kurang memuat keterangan yang menyatakan HBAH konsumsi tidak mengandung atau berpotensi membawa HPHK dan  memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan  di bidang kesehatan masyarakat veteriner.

(2)   Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c paling singkat 1 (satu) hari kerja sebelum pengeluaran.

Pasal 12

Selain  persyaratan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  10,  HBAH  konsumsi  yang  akan dikeluarkan harus:

a dilengkapi dengan surat keterangan sanitasi dari daerah asal yang diterbitkan oleh dokter hewan berwenang di daerah asal;
b.   memenuhi  ketentuan  peraturan  perundang-undangan  di  bidang  kesehatan  masyarakat veteriner; dan
c memenuhi persyaratan negara asal apabila dipersyaratkan.

Pasal 13

Surat keterangan sanitasi dari daerah asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a paling kurang memuat keterangan:

a higiene sanitasi tempat produksi di daerah asal;
b.   jumlah dan jenis HBAH konsumsi; dan c aman dan layak konsumsi.


Bagian Ke tiga

Persyaratan Pemasukan dan Pengeluaran Antar Area di Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia

Pasal 14

HBAH konsumsi yang akan dimasukkan atau dikeluarkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia wajib:

a dilengkapi  sertifikat  sanitasi  yang  diterbitkan  oleh  dokter  hewan  karantina  di  tempat pengeluaran;
b.   melalui tempat pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan; dan
c dilaporka da diserahka kepada   petuga karantina   di   tempa pemasuka dan pengeluaran.

Pasal 15

(1)   Sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a paling kurang memuat keterangan yang menyatakan HBAH konsumsi tidak mengandung atau berpotensi membawa HPHK dan  memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan  di bidang kesehatan masyarakat veteriner.

(2)   Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c paling singkat 1 (satu) hari kerja sebelum pemasukan atau pengeluaran.

Pasal 16

(1)   Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, HBAH konsumsi yang akan dikeluarkan antar area di dalam wilayah Negara Republik Indonesia harus dilengkapi dengan surat keterangan sanitasi dari daerah asal.

(2)   Surat keterangan sanitasi dari daerah asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang memuat keterangan:

a higiene sanitasi tempat produksi di daerah asal;
b.   jumlah dan jenis HBAH konsumsi; dan c aman dan layak konsumsi.

BAB III
TINDAKAN KARANTINA

Bagian Ke satu
Umum

Pasal 17

(1)   HBAH konsumsi yang dimasukkan ke dalam, dibawa atau dikirim dari suatu area ke area lain, atau dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina.

(2)   Tindaka karantina   sebagaimana   dimaksud   pada   aya (1 berupa   pemeriksaan, penahanan, penolakan, pemusnahan, dan pembebasan.

(3)   Pelaksanaa tindaka karantina   terhada HBAH   konsumsi   yan membahayakan kesehatan manusia, dikoordinasikan dengan instansi yang bertanggung jawab di bidang kesehatan masyarakat veteriner dan zoonosis.

Pasal 18

Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dilakukan terhadap sertifikat sanitasi, sertifikat halal, dan fisik.

Pasal 19
(1)   Pemeriksaan sertifikat sanitasi dan sertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan untuk mengetahui kelengkapan, kebenaran, dan keabsahan.

(2)   Sertifikat sanitasi dan sertifikat halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan benar jika sesuai antara:

a data  yang  tercantum  dalam  sertifikat  sanitasi,  dan  sertifikat  halal  bagi  yang dipersyaratkan dengan fisik HBAH konsumsi; dan
b.   isi dan keterangan yang tercantum pada kemasan.

(3)   Sertifikat sanitasi dan sertifikat halal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sah jika menggunakan kop sertifikat resmi yang ditandatangani oleh pejabat berwenang di negara asal yang dibubuhi dengan tanda tangan, nama dan jabatan, cap atau stempel, nomor sertifikat, serta mencantumkan tempat dan tanggal penerbitan sertifikat.


(1)   Jika  dari  hasil  pemeriksaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  19  ayat  (1)  tidak dilengkapi sertifikat sanitasi, dilakukan tindakan penolakan.

(2)   Tindakan  penolakan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  dapat  dilakukan  tindakan penahanan apabila:

a setelah dilakukan pemeriksaan kemasan dalam keadaan utuh dan tidak rusak; dan
b.   pemilik atau kuasanya menjamin dapat melengkapi sertifikat sanitasi dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah diterimanya surat penahanan.

(3)   Jaminan pemenuhan kelengkapan sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dituangkan dalam surat pernyataan bermaterai sesuai Format-1.

(4)   Apabila setelah dilakukan tindakan penahanan  sebagaimana dimaksud pada ayat  (2), pemilik atau kuasanya tidak dapat melengkapi sertifikat sanitasi, dilakukan tindakan penolakan.

Pasal 21

(1)   Jika  dari  hasil  pemeriksaan  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  19  ayat  (1)  tidak dilengkapi sertifikat halal, dilakukan tindakan penolakan.

(2)   Tindakan  penolakan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  dapat  dilakukan  tindakan penahanan apabila pemilik atau kuasanya menjamin dapat melengkapi sertifikat halal dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung setelah diterimanya surat penahanan.

(3)   Apabila setelah dilakukan tindakan penahanan  sebagaimana dimaksud pada ayat  (2), pemilik atau kuasanya tidak dapat melengkapi sertifikat halal, dilakukan tindakan penolakan.

Pasal 22

Apabila dari hasil pemeriksaan sertifikat sanitasi dan sertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 tidak benar dan/atau tidak sah, dilakukan tindakan penolakan.

Pasal 23

Apabila dari hasil pemeriksaan sertifikat sanitasi dan sertifikat halal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ternyata lengkap, benar, dan sah, dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.

Pasal 24

Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan terhadap kemasan, suhu, dan HBAH konsumsi.

Pasal 25

Pemeriksaan kemasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan untuk mengetahui keutuhan kemasan.


Pemeriksaan  suhu  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  24  dilakukan  untuk  mengetahui pemenuhan persyaratan suhu selama dalam pengiriman.

Pasal 27

(1)   Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 kemasan tidak utuh atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak sesuai dengan persyaratan suhu, dilakukan pemeriksaan HBAH konsumsi.

(2)   Pemeriksaan HBAH konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara organoleptik.

(3)   Pemeriksaan  organoleptik  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (2)  dilakuka untuk mengetahui kemurnian atau keutuhan HBAH konsumsi.

(4)   Pemeriksaan  organoleptik  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (3)  dilakukan  dengan mempergunakan panca indera antara lain terhadap bau, rasa, dan warna.

Pasal 28

(1)   Apabila dari hasil pemeriksaan organoleptik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) HBAH konsumsi mengalami perubahan bau, rasa, atau warna, dilakukan tindakan pemusnahan.

(2)   Tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan terhadap
HBAH konsumsi yang mengalami perubahan bau, rasa, atau warna.

(3)   Terhadap  HBAH  konsumsi  yang  tidak  mengalami  perubahan  bau,  rasa,  atau  warna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengambilan sampel.

(4)   Sampel   sebagaiman dimaksud   pada   aya (3)   dipergunaka untuk   pemeriksaan laboratorium.

(5)   Jika dari hasil pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (4) HBAH
konsumsi ternyata:

a ditemukan HPHK, dilakukan tindakan penolakan;
b. ditemukan kandungan bahaya (hazard) mikroba dan residu kimia melebihi batas maksimal yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI), dilakukan tindakan penolakan; atau
c.   bebas HPHK dan kandungan bahaya (hazard) mikroba dan residu kimia di bawah batas maksimal yang ditetapkan dalam SNI, dilakukan tindakan pembebasan.


Bagian Ke dua
Tindakan Karantina Terhadap Barang Bawaan dan HBAH Konsumsi yang Dikirim Melalui Pos atau Jasa Titipan



Pasal 29

(1)   HBAH konsumsi sebagai barang bawaan, dikirim melalui pos, atau jasa titipan untuk keperluan sendiri paling banyak 2 (dua) kg atau 2 (dua) liter.

(2)   HBAH  konsumsi  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  tidak  untuk  diperdagangkan, pemilik atau kuasanya mengisi surat pernyataan bermaterai sesuai Format-2, tidak merupakan aktivitas yang rutin, dan bukan merupakan HBAH konsumsi yang dilarang pemasukannya.

(3)   HBAH konsumsi  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1) tetap  dikenakan  pemeriksaan kesehatan dan mempertimbangkan risiko penyebaran HPHK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Bagian Ke tiga
Tindakan Karantina Berdasarkan Tingkat Risiko



Pasal 30

(1)   Tindakan  karantina  terhadap  HBAH  konsumsi  dilakukan  dengan  mempertimbangkan tingkat risiko.

(2)   Tingkat risiko HBAH konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas risiko rendah, sedang, atau tinggi.

(3)   Tingkat risiko HBAH konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan pada:

a jenis pengolahan HBAH konsumsi; dan/atau
b.   potensi HBAH konsumsi membawa agen penyakit.

Pasal 31

(1)  Dalam hal terjadi perubahan status dan situasi HPHK di negara atau daerah/area asal:

a tertular  HPHK  golongan  I,  terhadap  HBAH  konsumsi  tingkat  risiko  rendah  dan sedang harus disertai hasil uji laboratorium dari negara atau daerah/area asal yang menyatakan bebas dari HPHK golongan I; dan/atau
b.   terjadi wabah HPHK golongan II, terhadap HBAH konsumsi tingkat risiko rendah
dan sedang dilakukan uji laboratorium di tempat pemasukan.

(2)  Dalam hal terjadi perubahan status dan situasi HPHK di negara atau daerah/area asal tertular HPHK golongan I dan/atau terjadi wabah HPHK golongan II, terhadap HBAH konsumsi tingkat risiko tinggi dilarang pemasukannya.

(3)  Ketentuan mengenai pelarangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 32

Tindakan  karantina  berdasarkan  tingkat  risiko  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  30 dilakukan terhadap tingkat risiko rendah, sedang, dan tinggi.



Pasal 33

(1)   Tindakan  karantina  terhadap  HBAH  konsumsi  tingkat  risiko  sedang  sebagaimana dimaksud   dalam   Pasa 3 dilakuka pemeriksaa laboratorium   secara   berkala berdasarkan frekuensi pengiriman.

(2)   Jika dari hasil pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata:

a ditemukan HPHK, dilakukan tindakan penolakan; atau

b.   ditemukan  kandungan  bahaya  (hazard)  mikroba  dan  residu  kimia  melebihi  batas maksimal yang ditetapkan dalam SNI, dilakukan tindakan penolakan.

(3)   HBAH konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk pengiriman selanjutnya dilakukan pemeriksaan laboratorium setiap pengiriman.



Pasal 34

Apabila dari hasil pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) paling kurang setelah 3 (tiga) kali pemeriksaan berturut-turut ternyata tidak ditemukan HPHK dan tidak ditemukan kandungan bahaya (hazard) mikroba dan residu kimia melebihi batas maksimal yang ditetapkan dalam SNI, dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala.



Pasal 35

(1)   Tindakan  karantina  terhadap  HBAH  konsumsi  tingkat  risiko  tinggi   sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dilakukan pemeriksaan laboratorium setiap pengiriman.

(2)   Jika dari hasil pemeriksaan laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ternyata:
 a ditemukan HPHK, dilakukan tindakan penolakan; atau
b.   ditemukan  kandungan  bahaya  (hazard)  mikroba  dan  residu  kimia  melebihi  batas maksimal yang ditetapkan dalam SNI, dilakukan tindakan penolakan.


Pasal 36

Ketentuan teknis mengenai tingkat  risiko HBAH konsumsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ditetapkan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian dalam bentuk petunjuk teknis.


BAB IV 
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar  setiap  orang  mengetahuinya,  memerintahkan  pengundangan  Peraturan  Menteri  ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 2014
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd 


SUSWONO


Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Mei 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

ttd.


AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 677

PENTING UNTUK PETERNAKAN: