Pada
kondisi wabah penyakit hewan, sejumlah
hewan barangkali perlu
dimatikan
atau dibunuh
untuk tujuan pengendalian, pengurangan
dan /atau pemberantasan penyakit. Teknik Pematian Hewan Untuk Pengendalian Penyakit, oleh: drh Giyono Trisnadi, alih bahasa, sumber dari oie “Killing
of animals for disease control purposes”
RingkasanPada kondisi wabah penyakit hewan, sejumlah hewan barangkali perlu dimatikan atau dibunuh untuk tujuan pengendalian, pengurangan dan /atau pemberantasan penyakit. Strategi pengendalian penyakit pada umumnya diantaranya adalah depopulasi total sekawanan hewan /sekandang hewan, dan barangkali depopulasi diperluas melintas daerah yang ditentukan. Hewan hidup membawa resiko besar menyebarkan agen penyakit infeksi sehingga pematian /pembunuhan harus secepat mungkin dilakukan, dan dilakukan dengan cara agar hewan sedikit mungkin merasa sakit dan menderita. Metode yang dipilih untuk mematikan hewan harus manusiawi, efisien dan aman baik bagi manusia maupun lingkungan. Tugas untuk mematikan hewan ini harus dilakukan di bawah supervisi dokter hewan Pemerintah yang didukung sejumlah personel yang terlatih dan kompeten. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mematikan hewan adalah memastikan bahwa hewan tersebut telah mati, yang ditunjukkan oleh berhentinya detak jantung dan gerakan pernafasan. Tulisan ini membahas tentang metode pematian hewan untuk tujuan pengendalian penyakit.
Kata
kunci
Hewan-pengendalian-penyakit-manusia-pematian-penyembelihan
Definisi
Animal handler (Pengurus
hewan)
Pengurus hewan adalah seseorang yang
memiliki pengetahuan tentang tingkah laku dan kebutuhan hewan. Pengalaman dan profesionalisme serta pertimbangan aspek kesejahteraan
hewan, pengetahuan
ini akan
menghasilkan manajemen yang efektif dan kesejahteraan hewan yang baik.
Kompetensi perawat hewan ditunjukkan melalui
penilaian (uji kompetensi) dan
sertifikasi.
Kematian
Penghentian
secara irreversible dari aktivitas otak yang ditunjukkan oleh hilangnya refleks
batang otak.
Pematian
Beberapa prosedur yang dapat menyebabkan kematian
seekor hewan.
Neonate (Neo natal)
Hewan
muda, berumur dari lahir hingga umur 4
minggu.
Restrain
Suatu
aplikasi yang digunakan dalam prosedur
pembatasan pergerakan hewan agar tercapai tatalaksana yang efektif.
Root
mean square
Cara kalibrasi
arus
bolak balik.
Stock
Handling
Good
stock handling berarti
profesional dan berespon positif terhadap persyaratan kesejahteraan hewan
Stunning
Semua prosedur
mekanik, elektrikal, kimiawi dan prosedur lain yang dapat menyebabkan hilangnya
kesadaran secara langsung. Jika digunakan sebelum penyembelihan hilangnya
kesadaran akan bertahan sampai hewan mati dalam proses penyembelihan; bila tidak
disembelih, hewan bisa sadar dengan sendirinya.
Komisi Organisasi Dunia untuk Urusan Kesehatan Hewan
Pada tahun 2003, the World Organisation for Animal Health (OIE)
mendirikan komisi ad hoc untuk pembunuhan hewan secara manusiawi untuk tujuan
pengendalian penyakit. Anggota dari komisi ini adalah Drs John Galvin (ketua), Harry Blokhuis, Micus Chimbombi, De-shien Jong dan Steve Wotton. Komisi ini bertemu
dua kali pada tahun 2003 dan 2004, dengan hasil:
- Hasil pertama: draft pedoman dasar (daripada pendekatan prosedur secara preskriptif), khususnya dalam menangani depopulasi untuk tujuan pengendalian penyakit, berdasarkan dari prinsip umum yang telah ditentukan oleh OIE dan aturan-aturan animal welfare.
- Hasil final: draft standar/ pedoman untuk OIE Terrestrial Animal Health Code berdasarkan dari prinsip-prinsip ini
- Mengakomodasi sisi keagamaan dan kebudayaan, serta kebutuhan hewan bunting.
- Mengidentifikasi arah masa depan komisi Ad Hoc
- Menghasilkan draft-draft untuk pertimbangan oleh Animal Welfare Working Group dan dilanjutkan oleh Terrestrial Code Commission.
Pada pertemuan 2003 dan 2004
ini, komisi ini menampung metode pembunuhan secara manusiawi untuk sapi, domba,
kambing, babi, dan unggas.
Pendahuluan
Aspek animal
welfare dalam prosedur pengendalian penyakit perlu dilihat dalam ruang lingkup
yang lebih luas; hal-hal yang
berhubungan dengan keamanan manusia dan biosecurity menjadi bahan pertimbangan.
Dalam cakupan ini, artikel ini berisi metode pembunuhan hewan, dan kompetensi
personel yang dibutuhkan, untuk mengurangi dampak yang merugikan bagi animal
welfare. Artikel ini terbatas pada
prosedur-prosedur yang dibutuhkan yang muncul sejak keputusan pematian hewan diambil untuk tujuan pengendalian
penyakit sampai hewan tersebut mati, juga prosedur-prosedur pematian bagi sapi, domba, kambing, babi, dan
unggas. Metode ini juga bisa dipakai untuk hewan-hewan
yang harus dimatikan karena penyebab lain, seperti: korban bencana alam dan situasi
penyembelihan darurat.
Penjelasan pada
artikel ini tidak diberikan secara detail, prosedur spesifik pelaksanaannya
terdapat di rencana darurat pengendalian penyakit dan rekomendasi pembuatan
alat. Perincian penjelasan prosedur dianggap melampaui wewenang komisi ad hoc.
Metode-metode
ini bertujuan untuk memberi tanggung jawab personel dalam pematian hewan,
informasi yang tepat untuk memutuskan penerapan prosedur yang paling manusiawi
dalam keadaan yang mereka hadapi, dengan catatan bahwa keadaan akan sangat
berbeda dan biasanya jauh dari kondisi ideal, dan operasi ini biasanya harus
segera dilakukan dalam waktu singkat.
Metode dan
prosedur yang dideskripsikan pada artikel ini adalah bagian dari
pedoman pembunuhan secara manusiawi untuk tujuan pengendalian penyakit, yang
disetujui oleh Komisi Internasional saat General session OIE ke-73 pada bulan
Mei tahun 2005.
Perencanaan dan Persiapan
Untuk mendapatkan respon yang efektif dalam darurat wabah penyakit hewan, rencana-rencana
cadangan harus diletakkan pada level nasional dan harus mengandung struktur
manajemen yang rinci,
strategi pengendalian penyakit, dan prosedur operasional (1). Animal welfare merupakan
bahan pertimbangan yang harus dimasukan dalam rencana darurat penyakit hewan yang
fleksibel, tepat waktu dan diuji secara regular (1). Keikutsertaan organisasi
petani /peternak pada persiapan dan respon terhadap penyakit darurat sangat
penting, terutama ketika jumlah dokter hewan sedikit.
Pertimbangan
tambahan terhadap pengaturan pergerakan hewan
biasanya akan diperlukan untuk mencegah
penyakit tersebut, dan dapat menciptakan masalah animal welfare, terutama untuk
hewan-hewan rumahan.
Strategi pengendalian penyakit harus juga membahas
isu-isu animal welfare yang mungkin timbul dari pengendalian
pergerakan
hewan.
Pengaturan Organisasi
Kegiatan
operasional harus dipimpin oleh seorang dokter hewan pemerintah yang memiliki kewenangan untuk menjamin penerapan standar
kesejahteraan yang tinggi pada hewan dan bahwa
personel yang terlibat memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Dokter hewan yang
telah ditetapkan harus bertanggung jawab atas semua kegiatan (1) melewati satu atau lebih tempat lain terdampak, dan
memberikan bimbingan kepada personil dan dukungan logistik untuk operasi pada
semua tempat tersebut untuk memastikan konsistensi dalam kepatuhan terhadap
standar kesejahteraan hewan.
Satu tim khusus yang dipimpin oleh seorang pemimpin tim yang ditunjuk dan didukung oleh personel dengan keahlian dan kompetensi untuk mengorganisasi semua kegiatan yang diperlukan, mengatur dan mengorganisasi untuk bekerja pada setiap bagian masing-masing (1). Pemimpin tim membutuhkan pelatihan khusus dalam keterampilan yang relevan dan prosedur, termasuk keterampilan untuk mengelola semua kegiatan di tempat dan memberikan hasil tepat waktu, memberikan dampak kesadaran psikologis pada peternak, anggota tim dan masyarakat umum, dan keterampilan komunikasi yang efektif. Pemimpin tim memiliki tanggung jawab untuk:
- Perencanaan (planning) operasi keseluruhan pada bagian yang bersangkutan
- Menentukan (determining), melaksanakan (implementing) dan memantau (monitoring) operasi untuk memastikan bahwa kesejahteraan hewan, persyaratan keselamatan operator dan biosecurity terpenuhi
- Pengorganisasian (organizing), pengarahan (brifing) dan mengelola (managing) sebuah tim dari masyarakat untuk memfasilitasi pematian /pembunuhan secara manusiawi terhadap hewan yang relevan di tempat sesuai dengan peraturan nasional yang sesuai dengan standar kesejahteraan hewan
- Menentukan dan mengelola logistik yang diperlukan
- Melaporkan kemajuan dan permasalahan, termasuk penyediaan laporan tertulis dalam kesimpulan akhir pematian, tertuang /terlihat dalam praktek yang dilakukan dan hasilnya perihal kesejahteraan hewan.
Dokter hewan
di tempat yang bersangkutan memerlukan kemampuan untuk menilai kesejahteraan
hewan, terutama efektivitas yang baik pada pemingsanan dan pematian, dan kemampuan untuk menilai risiko biosekuriti. Mereka
mempunyai tanggung jawab untuk:
- Merencanakan, mengimenpletasikan dan memonitoring metode pematian paling efektif untuk memastikan bahwa hewan yang dimatikan terhindar dari rasa sakit dan stress
- Menentukan, mengimenpletasikan dan monitoring secara kontinyu persyaratan animal welfare, termasuk di dalamnya perintah pematian hewan
- Meminimalisasikan resiko penyebaran penyakit dari dan ke pada hewan dan dari sarana prasarana melalui pengawasan menyeluruh kepada petugas biosekuriti.
- Kerja sama dalam tim, penyiapan laporan tertulis pada akhir pematian, mendiskripsikan cara-cara yang di pakai dan efeknya dengan animal welfare.
Pengurus hewan (Animal handler) harus punya kemampuan, termasuk penanganan
hewan yang baik, tahu perilaku /kebiasaan hewan dan punya pengalaman bekerja dengan hewan dalam situasi
darurat dan untuk hewan yang
di dalam sangkar tertutup. Mereka memiliki tanggung jawab untuk:
- Memeriksa kembali kelayakan fasilitas fasilitas yang dimaksud
- Mendesain dan membangun fasilitan tempat penanganan hewan sementara bila di perlukan.
- Pemindahan dan restrain hewan
Penyembelih /Jagal
/Petugas pemati hewan,
memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa cara membunuhnya efektif
langsung bisa membunuh. Mereka harus memiliki kompetensi untuk menggunakan dan
memlihara peralatan untuk menyembelih, yang mana tekhnik yang cocok /tepat untuk jenis tertentu dan harus
melakukan
penilaian sendiri tentang cara mematikan
yang efektif. Jika perlu mereka harus memiliki lisensi untuk menggunakan
alat-alat itu atau lisensi menjadi penyembelih.
Peternak /pemilik /manager dapat
memberikan ilmu
yang spesifik tentang hewan dan
lingkung mereka yang mana mungkin sangat membantu pimpinan tim atau dokter hewan.
Personel pembuang bangkai yang bekerja pada tempat terdampak selama proses pematian. Mereka perlu menjamin bahwa pembuangan bangkai dilakukan
secara efisien sehingga
tidak akan menghambat proses pelaksanaan penyembelihan
Biosekuriti
Operasi pengendalian penyakit bertujuan untuk menghilangkan agen yang ada dalam lokasi yang terkena dampak atau daerah terjangkit. Binatang
hidup menjadi risiko utama
sebagai agen penyebar infeksi, mereka
harus dibunuh dengan
cepat. Sifat dari agen dan
disposisi hewan rentan
lainnya di daerah tersebut akan menentukan seberapa cepat hewan harus dibunuh; misalnya
ada sejumlah kasus foot and mouth disease /penyakit mulut
dan kuku (PMK)
lebih penting dari pada bovine
spongiform encephalopathy. Sebuah rencana biosekuriti harus mencakup pertimbangan pengamanan tempat dan mencegah penyebaran agen pada hewan, produk
hewan, personil, peralatan, atau
lingkungan.
Keamanan Manusia
Risiko terhadap keselamatan manusia
dapat muncul dari agen, metode pematian dan /atau bahaya yang berasal dari
peternakan, dimana personil bekerja
di lingkungan yang tidak biasa. Melibatkan personil ahli keselamatan manusia (K3
/keselamatan kesehatan kerja) dalam perencanaan operasi pada tempat yang terdampak seharusnya
dipertimbangkan.
Kemungkinan
personil terekspos
/terpapar agen zoonosis
ketika memindahkan dan
menangani hewan yang terinfeksi
atau pada saat pelaksanaan pematian menyebabkan tumpahan cairan tubuh yang berpotensi menular. Risiko ini dapat diminimalkan dengan memberikan alat pelindung diri yang tepat dan meminimalkan paparan saat penanganan
hewan.
Beberapa metode pematian /pembunuhan juga memberikan resiko untuk operator dan
orang lain di daerah /sekitar
area,
begitu juga di lingkungan yang lain. Hal ini penting untuk
memastikan bahwa personel yang terlibat
dalam pematian hewan
memiliki keterampilan yang sesuai,
pelatihan dan kompetensi dan semua hal tersebut harus diperhatikan. Peralatan
yang digunakan harus bekerja dengan baik dan terawat,
serta peralatan cadangan harus
disediakan.
Pelatihan
Personil
yang kompeten yang memiliki keterampilan yang sesuai sangat penting guna menjamin tingginya pemerapan standar animal welfare (1). Dokter hewan adalah
kualifikasi terbaik mengenai animal welfare, tetapi pengetahuan khusus diperlukan ketika dilakukan pengawasan pematian
yang
manusiawi pada
ternak untuk tujuan pengendalian penyakit. Dokter hewan Pemerintah
yang ditetapkan perlu peduli
terhadap
animal welfare dengan
mengunakan metode
pembunuhan yang ada yang bisa dipilih untuk kondisi tempat tertentu. Program pengembangan
profesional berkelanjutan (Meliputi
unsur animal welfare
dan penelitian ilmiah yang mendukung metode pematian yang dibenarkan) harus tersedia untuk
dokter hewan Pemerintah.
Pempinan tim dan dokter hewan
memerlukan program pelatihan dan program evaluasi
yang jelas
untuk pelaksanaan kegiatan
tim dan uraian tugasnya.
Pelatihan secara rinci harus mencakup metode pematian /pembunuhan yang manusiawi dan terfokus pada pertimbangan
kesejahteraan pada metode pematian /pembunuhan untuk sapi, domba, kambing, babi dan unggas.
Pelatihan resmi dan
penilaian /assesmen
terhadap kompetensi dalam hal ini harus dilakukan kepada pengurus hewan (animal handler) dan jagal /pemati
(slaughter) hewan.
Perencanaan Pematian Hewan Secara Manusiawi
Banyak
kegiatan yang membutuhkan bimbingan pada tempat yang terdampak, termasuk pematian hewan yang manusiawi. Metode
yang digunakan seyogyanya menyebabkan kematian yang cepat ataupun pingsan yang cepat yang
berakhir dengan
kematian. Ketika hilang kesadarannya tidak cepat, induksi ketidak sadaran seharusnya diberikan sesegera mungkin sehingga menurunkan rasa takut, sakit, stres pada hewan. Metode
yang kita pilih harus dapat menjamin bahwa hewan dapat dimatikan secara manusiawi dan mati dengan cepat.
Dari
segi kesejahteraan hewan, hewan yang berumur muda seharusnya disembelih terlebih dahulu sebelum hewan yang
berumur tua. Karena pertimbangan
biosekuriti, hewan yang terinfeksi harus dimatika
terlebih dahulu dan baru diikuti dengan pematian hewan yang pernah kontak dengan hewan
sakit dan kemudian diikuti dengan hewan yang tersisa.
Pemantauan yang terus menerus seharusnya dilakukan terhadap konsistensi penggunakan prosedur untuk menjamin animal welfare
/kesejahteraan
hewan, keamanan operator dan biosekuriti.
Rencana pematian /pembunuhan hewan yang manusiawi di
tempat terdampak perlu dikembangkan untuk pelaksanaan pada keadaan khusus yang
seharusnya mencakup pertimbangan sebagai berikut:
- Meminimalisir penanganan (handling) dan pergerakan hewan (restrain hewan seharusnya dilakukan untuk membantu proses mematikan hewan agar berjalan efektif, selaras dengan animal welfare dan keamanan operator, ketika restrain dilakukan, kematian hewan diharapkan terjadi dalam waktu cepat).
- Menjamin sebisa mungkin bahwa hewan yang dimatikan ditempat terdampak (Namun, ada kemungkinan dimana hewan hewan perlu dipindah ditempat lain untuk pematianya)
- Spesies, jumlah, umur, dan ukuran hewan yang akan dimatikan, dan faktor lainnya
- Metode mematikan hewan dan biayanya.
- Kandang dan lokasi hewannya.
- Ketersediaan dan efektifitas dari peralatan yang dibutuhkan untuk mematikan hewan.
- Fasilitas yang tersedia ditempat terdampak yang akan mendukung proses pematian hewan.
- Aspek biosekuriti
- Kesehatan dan keamanan personil yang menjalankan proses pematian hewan dan orang2 lainnya yang berada di wilayah tersebut.
- Beberapa aspek hukum yang berkaitan, sebagai contoh aplikasi obat-obatan hewan yang dibatasi penggunaanya yang mungkin digunakan atau dimana proses tersebut dapat berdampak terhadap lingkungan.
- Adanya faktor lain yang dekat tempat terdampak yang mempengaruhi penanganan hewan
- Di dalam proses mematikan hewan dan pemusnahan bangkai agar tidak diketahui oleh masyarakat, untuk meminimalisir kepanikan masyarakat.
Mengikuti
keputusan pematian hewan, pematian hewan seharusnya dilakukan sesegara mungkin dan peternakan normal harus dijaga sampai hewan hewan mati. Setelah prosedur operasional berjalan diwajibkan untuk
membuat laporan tertulis yang mengambarkan praktek yang dilakukan dan efeknya pada
animal welfare, keselamatan operator, dan biosekuriti.
Metode
Mematikan Hewan
Beberapa metode
sebagai
penyebab kematian, pertama melalui kehilangan kesadaran, diikuti dengan berhentinya jantung dan /atau pernafasan, disempurnakan
dengan hilangnya fungsi
otak secara total. Terdapat tiga metode inti yang mengakibatkan kematian yaitu:
- Hipoksia: mengakibatkan ketidak sadaran dan menekan pusat pernafasan pada sistem saraf pusat (CNS) yang diikuti dengan kehilangan fungsi otak secara total.
- Tetakan pada saraf saraf penting yang mempengaruhi fungsi kehidupan: tekanan pada system syaraf pusat pernafasan mengakibatkan berhentinya fungsi jantung
- Kerusakan fisik pada otak
Pematian Hewan dengan Metode Mekanik
Metode mekanik menyebabkan
ganguan fisik di otak, atau leher,
yang memicu /mendorong
ketidaksadaran dan menyebabkan kematian. Intinya, beberapa hanya
menyebabkan
ketidaksadaran, terkulai ataupun pendarahan yang
diikuti segera dengan kematian hewan.
Free Bullet /Peluru
Sebuah free bullet adalah proyektil peluru senapan patah /senapan berburu (umumnya berukuran caliber 12, 16, 20, 28 dan 410),
senapan laras panjang yang
biasanya berukuran 22 rimfire,
243, 270 dan 308 digunakan untuk hewan besar dan penggunakan dalam jangka
panjang). Hand
gun
/pistol (kaliber
32 - 45) atau yang dibuat dengan
tujuan untuk membunuh secara manusiawi. Peluru yang ditembakkan mengenai
tengkorak kepala atau jaringan lunak dibagian atas leher dari hewan yang
mengakibatkan kematian otak secara permanen dan kematian (1, 3, 4). Tembakan yang mengenai
jantung akan lebih cepat, efektif dan manusiawi serta memiliki ketepatan yang
lebih baik untuk berbagai kondisi. Peluru yang tepat, kaliber dan tipe peluru untuk spesies yang berbeda, umur dan ukuran yang
seharusnya digunakan.
Idealnya amunisi dapat memberikan daya menghilangkan energi dalam tengkorak. Operator akan
memastikan posisi hewan sebagai target seakurat mungkin sehingga peluru dapat
digunakan untuk menembak dari kejauhan (misalnya menggunakan alat teleskopik)
untuk mengurangi kemungkinan kesalahan tembak. Senapan tidak boleh menyentuh
kepala hewan ketika ditembak. Hewan yang tertembak harus diperiksa untuk memastikan tidak adanya reflek dari
batang otak. Jago tembak
akan memperhitungkan keselamatan manusia pada area dimana prosedur tersebut
dilaksanakan.
Ketika
proses dilakukan dengan benar oleh personel yang kompeten, penembakan akan
menjadi cepat dan efektif untuk mematikan, meminimalisir, mengurangi ataupun
tidak diperlukan restrain atau handling dan mampu membunuh dari jarak jauh. Hal
tersebut juga cocok untuk membunuh hewan pada area terbuka (4). Meskipun hal tersebut
berpotensi membahayakan terhadap manusia dan hewan lainnya diarea tersebut dan
berpotensi melukai hewan ternak (2).
Kerusakan dari jaringan otak akibat penembakan kemungkinan dapat menghalangi diagnosa berbagai penyakit dan
kebocoran cairan tubuh dapat menimbulkan resiko dari segi biosecurity (3). Persyaratan
resmi barangkali menghalangi penggunaan senjata api (2). Penggunaan peluru adalah metode yang
cocok mematikan /membunuh
sapi, kambing, domba, babi dan unggas termasuk hewan besar di area terbuka.
Tabel I
Metode Pematian Untuk Berbagai Spesies Hewan
Metode
|
Prosedur
|
Sapi
|
Domba
& kambing
|
Babi
|
Unggas
|
Mekanik
|
Peluru
|
Y
|
Y
|
Y
|
Y
|
Penetrating
captive bolt –diikuti pithing atau penyem belihan
|
Y
|
Y
|
Y
(kecuali neonatal)
|
N
|
|
Non
penetrating captive bolt
|
Y
(hanya dewasa)
|
Y
|
Y
(hanya untuk neonatal)
|
Y
|
|
Dislokasi
leher (manual & mekanis)
|
N
|
N
|
N
|
Y
(untuk sedikit unggas)
|
|
Maserasi
|
N
|
N
|
N
|
Y
(Neonatal & telur)
|
|
Listrik
|
Aplikasi
dua tahap
|
Y
(pedet saja)
|
Y
|
Y
(di atas umur 1 minggu)
|
N
|
Aplikasi
satu tahap termasuk water bath
|
Y
(pedet saja)
|
Y
|
Y
(di atas umur 1 minggu)
|
Y
|
|
Gas
|
CO2
campuran udara
|
N
|
Y
(hanya neonatal)
|
Y
(hanya neonatal)
|
Y
|
Nitrogen
/gas inert bercampur CO2
|
N
|
Y
(hanya neonatal)
|
Y
(hanya neonatal
|
Y
|
|
Nitrogen
& atau gas inert
|
N
|
Y
(hanya neonatal)
|
Y
(hanya neonatal)
|
Y
|
|
CO
|
N
|
Y
(hanya neonatal)
|
Y
(genjik saja)
|
Y
|
|
Suntikan
|
Barbiturat
& lainnya
|
Y
|
Y
|
Y
|
Y
|
Penam-bahan
anastesi pada pakan atau minum
|
Barbiturate
& lainnya
|
N
|
N
|
N
|
Y
|
Pematian
hewan yang pingsan
|
Pemeng-galan
/dekapitasi
|
N
|
N
|
N
|
Y
|
Pithing
|
Y
|
Y
|
Y
|
N
|
|
Penyembe-lihan
|
Y
|
Y
|
Y
|
Y
|
|
N
= No, Y = Yes
|
Penetrating
Captive Bolt
Penetrating
captive bolt ditembakkan dari senapan didorong oleh salah satu kompresi udara
atau peluru
kosong, tidak ada proyektil bebas.
Captive
bolt dapat
mengenai atau sedikit menjauh dari kepala dan ditujukan pada sudut kanan
tengkorak dalam posisi untuk menembus korteks dan pertengahan otak hewan (1, 2, 3). Impak Captive
bolt pada tengkorak menimbulkan ketidaksadaran (3), kerusakan fisik pada otak yang
disebabkan oleh penetrasi karena bolt
barangkali dapat menyebabkan kematian,
namun perdarahan dapat terlihat secepatnya setelah tembakan untuk memastikan
kematian hewan, seperti yang ditunjukkan oleh tidak adanya refleks batang otak,
dalam beberapa situasi, penggunaan obat penenang seperti xylazine dapat
digunakan dipandang dari aspek kesejahteraan hewan.
Kekuatan
peluru
dan kaliber,
serta panjang pasak (bolt)
haruslah tepat untuk spesies dan jenis hewan, dan disesuaikan dengan
rekomendasi produk (3) hewan harus terlebih dahulu di restrain (4) untuk meminimalisir pergerakan
hewan. Sehingga operator dapat memastikan bahwa kepala hewan dapat terjangkau.
Bagian laras senapan harus berada pada posisi yang tepat saat tembakan
dilepaskan, dan senapan harus dibersihkan secara rutin dan dipastikan dalam
keadaan yang baik.
Senjata
captive bolt mudah digerakkan,
mengakibatkan
naiknya kecepatan periode ketidaksadaran berkelanjutan dan memberikan
keselamatan operator saat pengunaan senapan kosong. Meskipun begitu,
kesalahan penembakan dan ketidak tepatan mengakibatkan penerapan animal welfare yang buruk, terutama pada hewan
yang bertemperamen
buruk, saat kejang pasca pingsan barangkali menimbulkan kesulitan dan berbahaya (3). Saat setelah penggunaan
peluru kosong,
kerusakan jaringan otak bisa
menghalangi diagnosis terhadap beberapa penyakit serta kebocoran cairan tubuh dapat
mengakibatkan resiko biosekuriti. Metode ini cocok untuk membunuh sapi, domba,
kambing, dan babi (termasuk babi yang baru lahir), ketika disertai dengan
pendarahan (4)
Non
Penetrating Captive Bolt
Non
penetrating captive bolt digunakan pada beberapa rumah potong unggas
sebagaimana biasanya digunakan pada hewan mamalia (3). Ia dilepaskan dari sebuah senapan yang bertenaga tekanan udara atau
peluru kososng atau proyektil kosong. Alat ini dibuat dan dirancang untuk
memberikan sentakan melalui kepala, yang mana jika diaplikasikan pada burung
dapat menyebabkan pingsan dan kematian dikarenakan disfungsi otak bagian dalam
dan kerusakan fisik, sedangkan
pada mamalia dapat menyebabkan pingsan. Pada mamalia (khususnya neonatal), pendarahan dapat terjadi
segera setelah hentakan alat tersebut yang selanjutnya menyebabkan kematian.
Kecepatan alat seharusnya disesuaikan dengan spesies dan tipe hewan sebagaimana
yang ketentuan dari rekomendasi produk (3).
Unggas
seharusnya direstrain
dalam cones,
belengggu, pegang pakai tangan (perlengkapan keselamatan operator termasuk dalam
perlengkapan gun). Pelatuk gun diposisikan diantara telunjuk
dan ibu jari. Laras gun
ditempatkan di belakang kepala sebelum gun diaplikasikan. Metode ini dapat
menyebabkan kematian yang disertai konvulsi. Untuk mamalia sebaiknya
ditempatkan pada kandang jepit.
Peralatan
yang menggunakan tekanan udara dinilai tidak mahal untuk diaplikasikan dan perlu sedikit pelatihan operator untuk
menurunkan resiko keamanan operator. Senapan bertekanan udara yang multipel
bisa diaplikasikan dengan menggunakan kompresor tunggal dan bisa digunakan untuk mematikan
unggas secara manusiawi
dalam jumlah banyak. Senapan seharusnya dibersihkan secara berkala
dan dirawat
dalam kondisi kerja yang
baik. Mengggunakan sebuah
Non Penetrating Captive Bolt dinilai cocok untuk mematikan unggas, sapi
(dewasa), dan domba neonatus, kambing, dan babi.
Cervical dislocation (manual dan mekanik)
Unggas
dapat dimatikan dengan cara manual yaitu dengan cervical dislocation /pencopotan sendi
leher (peregangan) atau dengan cara mekanik
yaitu mematahkan leher menggunakan tang. Kedua metode ini mengakibatkan
kematian karena sesak napas dan/atau anoksia serebral, tetapi tidak segera
menyebabkan hilangnya kesadaran. Pelaksanaan cervical dislocation harus
dilakukan dalam satu kali tindakan
untuk memutuskan sumsum tulang belakang. Tang mekanik yang digunakan harus
dapat menghancurkan tulang leher sampai menyebabkan kerusakan besar pada sumsum tulang belakang,
napas kemudian segera terhenti
dan pupil mata berdilatasi.
Unggas
perlu dipegangi
dan direstrain. Hasil yang nyata
membutuhkan kekuatan dan keterampilan, sehingga personel harus beristirahat
secara teratur untuk memastikan hasil yang selalu baik sehingga dapat diandalkan, dan pelaksanaan harus dimonitor secara
seksama. Meskipun metode ini merupakan metode yang termurah untuk mematikan
/membunuh unggas,
kematian akibat anoksia serebral pada unggas membutuhkan waktu lebih lama
(lebih dari satu menit), unggas tidak langsung kehilangan kesadaran dan mungkin
dapat menyebabkan rasa sakit dan /atau
tekanan selama proses. Hasil yang tetap baik dan dapat diandalkan sulit dicapai jika unggas yang
dibunuh dalam jumlah banyak.
Peraturan penggunaan teknik ini sudah dilarang di
beberapa negara. Cervical dislocation seharusnya hanya diterapkan pada burung dalam
yang jumlah sedikit (seperti bebek dan angsa dengan leher panjang) dimana penggunaan agen gas pembunuh lebih sulit dan
metode lain tidak tersedia.
Maserasi
Maserasi
menyebabkan kematian cepat
dengan
cara memasukkan hewan pada penggiling
berkecepatan tinggi yang
dilengkapi dengan pisau putar (6.000
atau lebih putaran per menit), mengakibatkan kerusakan otak dan jaringan lain.
Metode ini membutuhkan tenaga terlatih dan menggunakan peralatan khusus yang
harus diperlihara dengan sangat baik. Unggas neonatal dan telur dimasukkan ke
dalam mesin maserasi melalui hopper. Jumlah unggas yang dimasukkan ke dalam
alat maserasi tidak boleh sampai menyebabkan kemacetan atau kerusakan alat,
unggas diletakkan pada posisi yang mendekasi pisau maserasi sebelum proses maserasi dimulai.
Metode ini hanya direkomendasikan untuk membunuh unggas neonatal dan telur
fertil.
Pematian dengan Metode Listrik
Pematian dengan metode listrik menyebabkan depresi pada Sistim Syaraf Pusat (CNS) pusat pernafasan dan /atau fibrilasi ventrikel yang menyebabkan pingsan, serangan jantung dan kematian.
Aplikasi Arus listrik dua tahap
Aplikasi arus listrik dua tahap terdiri dari aplikasi ke kepala denagn guntuing /catut - jenis penjepit yang diikuti oleh sebuah alat yang digunakan menjepit dadap dalam posisi ke jantung. Pemberian arus listrik yang cukup untuk kepala akan menginduksi "tonik /klonik" epilepsi dan ketidaksadaran. Setelah hewan tidak sadar, pada tahap kedua arus listrik frekuensi rendah diberikan di dada akan menginduksi fibrilasi ventrikel (serangan jantung) yang mengakibatkan kematian. Untuk mencegah rasa sakit yang berlebihan aplikasi tahap kedua seharusnya hanya diterapkan pada hewan yang tidak sadar. Hewan harus direstrain, sehingga berdiri terbatas dalam kurungan, yang dekat dengan sumber listrik. Diperlukan dua operator, yang pertama untuk memasang elektroda dan operator yang kedua untuk mengatur posisi hewan untuk melaksanakan tindakan kedua dilakukan. Pakaian pelindung yang sesuai (termasuk sarung tangan karet dan sepatu) harus dipakai. Alat kontrol pemingsan yang baik harus menghasilkan frekuensi rendah (50 Hz) arus listrik dengan tegangan minimum 250 volt RMS (Root Mean Square). Arus listrik pemingsan seharusnya dialirkan melalui tang penjepit pada posisi otak selama minimal tiga detik. Segera setelah aplikasi pertama, arus listrik harus dialirkan ke posisi jantung dan dengan waktu minimal tiga detik. Hewan harus dipantau untuk memastikan tidak adanya refleks batang otak. Setelah digunakan elektroda harus dibersihkan secara teratur agar aliran listrik yang optimal dapat dipertahankan.
Metode ini langsung berkerja dan sangat efektif pada babi, yang meminimalkan post-stun convulsions /kejang pasca pemingsanan. Ini adalah teknik non - invasif yang mana meminimalkan risiko biosekuriti. Elektroda harus terapkan dan dirawat dalam posisi yang benar untuk menghasilkan aliran listrik yang efektif memingsankan dan mematikan. Prosedur menuntut fisik, yang menyebabkan kelelahan operator, dan ada potensi kejutan yang menimbulkan rasa sakit dan bahkan mematikan bagi operator. Ini adalah metode yang cocok untuk membunuh sapi, domba dan kambing, dan terutama untuk babi (berumur lebih dari satu minggu). Gagal jantung dan gagal sirkulasi darah mungkin tidak terjadi pada babi dengan berat badan kurang dari 5 kg setelah penghentian aliran arus.
Arus listrik: aplikasi tunggal
Ada beberapa metode pematian hewan dengan penggunaan arus listrik aplikasi tunggal. Metode 1, Terdiri dari aplikasi tunggal dengan arus listrik yang rendah (baik head-to-back atau head-to-body) yang cukup untuk menyetrum hewan sehingga menimbulkan fibrilasi ventrikel yang menyebabkan serangan jantung. Penggunaan yang tepat pada otak dan jantung menyebabkan hewan tidak akan pulih kesadaran. Metode ini langsung beraksi dan sangat efektif pada babi, karena post-stun convulsions /kejang pasca pemingsanan diminimalkan. Hewan direstrain satu persatu mendekati sumber listrik, pemasangan arus listrik harus tepat agar metoda efektif, aliran listrik dipasang pada alat dalam posisi ke otak dan jantung. Pakaian pelindung yang sesuai (termasuk sarung tangan karet dan sepatu) harus digunakan.
Perangkat kontrol pemingsan frekuensi rendah (50 Hz) harus menghasilkan tegangan minimum 250 volt RMS. Elektroda depan diletakkan mengarah pada mata dan elektroda belakang di punggung, pada posisi di atas atau di belakang jantung, dengan waktu pengaliran arus listrik minimla selama 10 detik. Efektifitas pemingsanan /pematian ditandai dengan tidak adanya refleks batang otak. Untuk mematikan domba digunakan air atau larutan garam yang dapat meningkatkan kontak listrik dengan hewan (3). Peralatan harus dibersihkan secara berkala diantra penggunaan, dirawat secara regular, di coba pada handset, elektroda, kable conekting dan unit pengontrol untuk keduanya yaitu keselamatan operator dan animal welfare. Metode ini cocok untuk mematikan /membunuh sapi, domba dan kambing, dan babi (lebih satu minggu usia). Gagal jantung dan gagal sirkulai darah mungkin tidak terjadi pada babi dengan berat badan kurang dari 5 kg setelah penghentian aliran arus.
Metode 2, Secara cepat memingsankan /mematikan, dengan membalik unggas dengan cara membelenggu /menggantung kaki diatas dan dilewatkan pada air yang dialiri listrik. Kontak elektrik yang cukup dapat membunuh unggas. Pakaian pelindung yang sesuai (termasuk sarung tangan karet dan sepatu) harus dipakai.
Dibutuhkan air bermuatan listrik yang bergerak dalam lintasan pendek. Unggas harus secara manual ditangkap dari kandang, sangkar atau pekarangan, kemudian digantung secara terbalik pada lintasan pendek air yang bermuatan listrik tadi(3). Frekuensi rendah (50 Hz) (3) diterapkan selama minimal tiga detik dapat membunuh unggas. Arus minimum yang diperlukan untuk mematikan adalah: puyuh, 100 mA; ayam, 160 mA; bebek dan angsa, 200 mA; dan kalkun, 250 mA (3). Unggas yang telah mati ditandai oleh tidak adanya refleks batang otak. Metode ini mampu mematikan burung dalam jumlah besar secara efektif, namun membutuhkan investasi modal yang relatif tinggi dan pasokan listrik atau pembangkit listrik.
Metode
3, terdiri dari aplikasi tunggal
dengan aliran listrik yang cukup ditujukan tepat pada otak unggas yang
menyebabkan tidak sadar diikuti
dengan pemotongan, pithing atau
penyembelihan.
Unggas direstrain secara manual setidaknya dekat dengan sumber listrik. Perangkat kontrol yang baik setidaknya menghasilkan arus yang cukup (lebih dari 300 mA /unggas). Arus listrik kemudian seharusnya dialirkan melalui pada otak selama minimal tiga detik, segera setelah ini, unggas seharusnya dimatikan. Burung harus diamati setelah pingsan sampai mati dengan dipastikan tidak adanya refleks batang otak . Elektroda seharusnya dibersihkan setelah dipergunakan, untuk menghasilkan aliran listrik yang optimal seharusnya dirawat. Ini adalah metode yang sesuai untuk pemingsanan (sebelum pematian) sejumlah kecil unggas.
Pematian Dengan Metode Gas
Pematian dengan metode gas dilakukan dengan melakukan pemaparan campuran gas yang telah ditentukan pada hewan, yang ditangani dalam wadah /kontainer atau ruangan dengan gas yang dimasukkan ke kandang. Persyaratan yang diperlukan untuk Pematian dengan metode gas termasuk diantaranya:
- Gas dalam kontainer atau kandang unggas diperlukan konsentrasi yang stabil dan akurat.
- Peralatan tersebut harus dirancang, dibangun dan dirawat sedemikian rupa untuk menghindari cedera pada hewan ketika hewan dipapar secara individu atau secara berkelompok dan memungkinkan mereka untuk diamati.
- Peralatan harus dapat mengalirkan gas secara cepat tanpa henti.
- Hewan harus dimasukkan ke dalam wadah /kontainer kemudian diisi dengan gas konsentrasi tertentu, dan dijaga agar gas tersebut tidak keluar dari kontainer sampai semua hewan mati; atau ditangani dalam kandang mereka yang mana di segel dalam gas yang dimasukkan dan dijaga sampai semua hewan mati (gas seharusnya dimasukkan untuk mengisi kandang di atas level kepala hewan atau unggas).
- Anggota tim harus memastikan bahwa waktu yang dibutuhkan cukup untuk mematikan setiap kelompok hewan sebelum yang hewan yang akan dimatikan berikutnya dimasukkan ke dalam wadah /kontainer.
- Kontainer tidak boleh penuh sesak untuk menghindari hewan tercekik atau terinjak-injak satu sama lain.
Karbon
dioksida /campuran udara
Menghirup
karbon dioksida (CO2) menginduksi pernapasan dan mengasamkan metabolisma dan karena itu mengurangi pH cairan serebrospinal dan neuron, sehingga
menyebabkan ketidaksadaran, dan setelah terekspos lama dapat menyebabkan kematian.
Metode
1. Dilakukan dengan mengekspos
hewan dengan konsentrasi CO2
> 40% dengan menempatkan hewan tersebut ke dalam ruangan /wadah
/kontener. Hewan
dimasukkan ke dalam kontainer setelah itu
diisi dengan CO2
dengan konsentrasi yang diperlukan.
Ketika CO2 sudah siap pelaksanaan metode adalah
sederhana, namun barangkali ada masalah animal welfare pada saat fase induksi
mengikuti sifat bawaan hewan pada
konsentrasi tinggi CO2. Metode
ini cocok untuk membunuh unggas dan bayi domba, kambing dan babi.
Metode 2. dilakukan dengan memaparkan gas ke kandang unggas pada konsentrasi CO2 > 40 %. Kandang unggas harus tertutup /tersegel rapat untuk meminimalkan keluarnya gas dan menjaga konsentrasi CO2. Sebagai gas yang diterapkan secara in situ, metode ini mengurangi penanganan terhadap burung secara manual. Jika campuran gas digunakan untuk membunuh hewan in situ, gas-gas tersebut harus diatur sedemikian rupa sehingga secara bertahap mengisi kandang dari bawah kandang hingga mencapai kepala unggas. Mungkin ada kesulitan dalam mencapai keberhasilan dan mempertahankan konsentrasi CO2 yang memadai di beberapa kandang unggas, terutama pada kandang 'high rise', dan kesulitan dalam memastikan kematian. Ini adalah metode yang cocok untuk membunuh unggas, terutama pada kandang tertutup.
Metode 2. dilakukan dengan memaparkan gas ke kandang unggas pada konsentrasi CO2 > 40 %. Kandang unggas harus tertutup /tersegel rapat untuk meminimalkan keluarnya gas dan menjaga konsentrasi CO2. Sebagai gas yang diterapkan secara in situ, metode ini mengurangi penanganan terhadap burung secara manual. Jika campuran gas digunakan untuk membunuh hewan in situ, gas-gas tersebut harus diatur sedemikian rupa sehingga secara bertahap mengisi kandang dari bawah kandang hingga mencapai kepala unggas. Mungkin ada kesulitan dalam mencapai keberhasilan dan mempertahankan konsentrasi CO2 yang memadai di beberapa kandang unggas, terutama pada kandang 'high rise', dan kesulitan dalam memastikan kematian. Ini adalah metode yang cocok untuk membunuh unggas, terutama pada kandang tertutup.
Nitrogen /gas
inert dicampur dengan karbon dioksida
CO2
dapat dicampur dalam berbagai proporsi dengan nitrogen atau gas inert (misalnya
argon). Menghirup campuran tersebut menyebabkan hiperkapnia-hipoksia dan
kematian ketika konsentrasi oksigen volumenya
≤ 2%
(2). Metode ini caranya adalah
dengan memasukkan
hewan ke dalam kontainer /ruang
yang mengandung gas. Menggunakan CO2 dikombinasikan dengan nitrogen atau gas inert menginduksi
ketidaksadaran, lebih cepat daripada menggunakan CO2 saja. Namun, tidak semua
campuran gas tersebut dapat menyebabkan pemingsanan secara cepat, tautan dari beberapa campuran gas dan
gangguan pernapasan selama fase induksi menjadi pertimbangan penting dalam hal animal
welfare. Babi dan
unggas tampaknya tidak terpengaruh dengan volume 30 % CO2 yang tidak layak, dan
campuran nitrogen
dan /atau
argon dengan volume CO2 diatas 30% dan ≤ 2% volume O2 telah digunakan untuk membunuh
unggas dan domba neonatal /cempe, kambing dan babi.
Jika campuran gas yang digunakan untuk mematikan babi atau unggas di kandang mereka, gas harus diberikan sedemikian rupa sehingga secara bertahap mereka mengisi ruangan kandang dari alas hingga mencapai kepala hewan. Peralatan khusus diperlukan pada saat mengaplikasika campuran gas pada hewan yang barangkali tidak menyenangkan. Beberapa campuran barangkali tidak menyebabkan kehilangan kesadaran secara cepat, dan membutuhkan waktu pemaparan yang cukup lama untuk mematikan babi dan unggas, sementara itu proses mempertahankan campuran gas yang menghasilkan kurang dari 2% O2 sulit di lakukan dalam kandang. Ini adalah metode yang cocok untuk membunuh unggas, domba neonatal /cempe, kambing dan babi.
Nitrogen dan /atau gas Inert
Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan hewan ke dalam kontainer /wadah /ruang yang mengandung nitrogen atau gas inert seperti xenon, krypton atau argon, dan semua gas yang memiliki sifat anestesi. Teknik ini menyebabkan ketidaksadaran dan kematian karena hipoksia. Efek hipoksia pada babi dan unggas tidak sama (sebagaimana hewan tidak dapat merasakan nitrogen atau gas inert) dan tidak menyebabkan tanda-tanda gangguan pernapasan sebelum kehilangan kesadaran. Namun, bila terlalu lama terkena gas ini dapat berbahaya bagi manusia.
Xenon adalah gas anestesi di bawah tekanan atmosfer normal, sedangkan argon dan kripton memiliki sifat anestesi hanya dalam kondisi hiperbarik (3). Xenon dan kripton membutuhkan biaya tinggi dan ketersediaannya mungkin terbatas. Hipoksia yang diinduksi karena Argon atau nitrogen pada kondisi normobaric secara komersial digunakan untuk memingsankan / membunuh unggas. Ruangan harus diisi dengan 100 % gas inert kemudian hewan dimasukkan ke dalamnya. Konsentrasi oksigen dalam ruangan harus terus diamati secara berkala untuk memastikan bahwa volume gas tidak kurang dari 2 %(2). Metode ini cocok untuk membunuh unggas, domba neonatal / cempe, kambing dan babi, di ruangan atau di kandang mereka. Namun, ketersediaan gas yang terbatas membuat aplikasi ini jarang digunakan.
Karbon monoksida
Karbon monoksida (CO) berikatan dengan hemoglobin membentuk carboxyhaemoglobin, yang mencegah pengangkutan oksigen oleh sel darah merah, merangsang ketidaksadaran dan kematian, melalui anoksia serebral. CO dapat diperoleh dari pasokan CO komersial, hasil reaksi kimia natrium format dan asam sulfat, atau dihasilkan dari mesin pembakaran (2). Jika CO yang dihasilkan oleh mesin pembakaran, gas harus didinginkan sampai suhu lingkungan dan disaring untuk menghilangkan kotoran, karena ini akan menyebabkan gangguan pernapasan pada hewan.
Di kandang unggas tertutup (close house), menggunakan CO adalah cara yang relatif mudah untuk membunuh unggas tanpa memindahkan dan handling hewan. Ruangan harus diisi dengan minimal 1% Konsentrasi gas CO kemudian hewan dimasukkan ke dalam ruangan. CO adalah gas yang sangat beracun, maka dibutuhkan exhouse dan atau ventilasi pada sistem ini. Terhadap risiko pada kesehatan manusia dan keselamatan perlu dilakukan penilaian (assessment), maka semua personil harus diberitahukan mengenai bahaya dan tindakan yang diambil untuk menanggulanginya. Penggunaan karbon monoksida hanya bisa digunakan setelah dilakukan penilaian (assessment) bahaya secara cermat dan area terebut mempunyai ventilasi yang baik. Metode ini sangat cocok untuk digunakan pada unggas, cempe /domba neonatal, kambing dan babi, terutama bila diterapkan in situ di kandang unggas tertutup (close house).
Pematian Dengan Metode Injeksi /Suntikan
Suntikan mematikan (Lethal Injection)
Injeksi
mematikan dengan menggunakan obat bius (anastesi) dan penenang (sedative) dosis tinggi menyebabkan terdepresnya sistem saraf
pusat, ketidaksadaran dan kematian yang tenang. Dalam praktek kedokteran hewan,
golongan barbiturate (misalnya sodium pentobarbital) dan kombinasi dari obat
lainnya biasanya diberikan dengan dosis tinggi untuk proses euthanasia hewan.
Dosis dan cara pemberian yang digunakan dapat menyebabkan hilangnya kesadaran
yang kemudian diikuti oleh kematian. Sebelumnya obat penenang /sedativa perlu diberikan pada hewan yang
agresif. Hewan seharusnya direstrain.
Pemberian obat intravena menjadi pilihan utama. Bahan yang tidak mengiritasi
dapat diberikan secara intraperitoneal. Injeksi kedalam jantung /intrakardiak seharusnya hanya
diaplikasikan pada hewan yang telah dipengaruhi obat penenang dan hewan sudah
dalam keadaan pingsan. Cara pemberian rute lain termasuk melalui intramuskular, subkutan,
intratorak dan intrapulmonari tidak disarankan.
Hewan harus direstrain untuk memudahkan pemberian obat dan kemudian dimonitor
untuk memastikan tidak adanya reflek batang otak.
Untuk
alasan praktis, metode ini banyak digunakan untuk hewan kecil atau untuk sejumlah
kecil hewan
besar. Petugas yang terlatih dengan baik dibutuhkan untuk pelaksanaan merestrain hewan dan hanya
dokter hewan yang berwenang untuk menyuntik mati hewan. Metode ini cocok diaplikasikan pada
sapi, kambing, domba, babi dan unggas.
Metode
Pematian Hewan Secara Oral
Penambahan
anaesthetikum ke dalam pakan atau air minum
Bahan
anastesi yang dicampur dengan pakan atau air minum bisa digunakan untuk membius
atau membunuh unggas di kandang. Metode lain dapat digunakan terhadap unggas
yang tidak dapat dibunuh dengan metode ini. Bahan-bahan ini tergolong mahal dan
mungkin memiliki rasa dan aroma yang tidak disukai hewan serta penggunaannya
yang diatur atau terbatas bagi dokter hewan.
Untuk
menghasilkan respon yang efektif, bahan harus “termakan” dalam jumlah yang
cukup. Hal ini bisa tercapai dengan baik apabila hewan dipuasakan terlebih
dahulu. Akan tetapi, dosis efektif individual tidak bisa ditentukan karena bisa
bervariasi antara hewan yang satu dengan yang lainnya. Metode ini juga bisa
diaplikasikan terhadap hewan liar tetapi tidak untuk membunuh. Namun, spesies yang tidak
ditargetkan
mungkin tidak sengaja menelan pakan obat atau air ketika diberikan di
lingkungan terbuka. Kehati-hatian sangat penting dalam penyiapan
/penerapan bahan
tersebut dalam pakan dan air minum. Sisa pakan dan air minum serta bangkai
hewan yang mati karena bahan tersebut harus disingkirkan /dimusnahkan untuk mencegah pencemaran
lingkungan. Metode ini sangat tepat diaplikasikan pada peternakan unggas skala
besar.
Penambahan
bahan toksik /racun
dalam pakan atau air minum
Beberapa
bahan toksik /racun
bisa dicampur ke dalam pakan atau air minum untuk membunuh hewan, antara lain
golongan organophosphates dan fluoroacetates. Tim tidak tetap /ad hoc (oie) menguji penggunaan bahan yang dimaksudkan dan mempertimbangkan prinsip animal welfare, pencemaran lingkungan, dan resiko adanya hewan lain di luar
target yang menjadi korban. Tim ini pada akhirnya tidak menyetujui penggunaan
bahan-bahan tersebut untuk membunuh hewan dalam rangka kontrol terhadap suatu
penyakit.
Metode
Pematian, untuk hewan yang tidak sadar
Sejumlah metode yang
dibahas di atas menyebabkan ketidaksadaran
tetapi tidak selalu menyebabkan kematian hewan. Jika metode
pematian
tersebut tidak efektif
atau metode pemingsanan yang digunakan, fungsi otak dan tubuh hewan yang
pingsan akan pulih kembali. Berikut ini metode yang
dapat diterapkan untuk mematikan hewan
yang pingsan secara efektif.
Decapitation /pemenggalan /pemotongan (Pemisahan
kepala dari tubuh)
Metode
pemenggalan
ini menyebabkan kematian dengan cara iskemia
(kurang darah) otak. Metode ini
harus dipertimbangkan hanya untuk
membunuh unggas. Metode
ini membutuhkan pemotongan kepala dengan cepat, menggunakan
guillotine atau pisau
tajam. Darah yang keluar dapat mengotori wilayah kerja dan menimbulkan masalah biosekuriti. Metode ini tidak
estetis dan menyulitkan
bagi
personel yang melakukan.
Metode ini adalah metode yang cocok untuk membunuh unggas yang tidak sadar.
Pithing
Pithing adalah metode untuk membunuh hewan yang sudah
dipingsankan dengan penetrative captive bolt /pasak. Pithing mengakibatkan kerusakan fisik pada otak dan bagian atas
medulla spinalis, sebagai akibat dari penyelipan
batang
/stik melalui lubang bolt. Penyelenggaraan (pithing) yang segera setelah aplikasi penetrative
captive bolt, ini adalah teknik yang efektif
untuk membunuh secara cepat. Kejang setelah pemingsanan mungkin melambatkan
kecepatan aplikasi pithing
dan terjadi masalah biosecurity akibat kontaminasi darah pada area dilakukannya
pithing. Ini adalah
metode untuk mematikan hewan pingsan setelah dipingsankan dengan penetrasi
captive bolt.
Bleeding /Penyembelihan
Penyembelihan
adalah metode membunuh hewan dengan cara memutuskan pembuluh darah utama di
leher atau dada.
Penyembelihan mengakibatkan penurunan tekanan darah secara drastis sehingga
terjadi kekurangan oksigen di otak dan mati.
Teknik ini efektif untuk mematikan hewan setelah pemingsanan yang kemudian
dilarang dilakukan pithing. Pisau yang tajam, personel yang terlatih dan posisi yang tepat di
leher atau dada
merupakan kunci keberhasilan penyembelihan. Hewan harus diamati secara kontinu
sampai hewan benar-benar mati yang dicirikan dengan tidak adanya refleks batang otak.
Sumber:
oie, Tim Ad hoc, J.W. Galvin (1), H. Blokhuis (2), M.C. Chimbombi (3), D. Jong (4) & S. Wotton (5): (1) Department of Primary Industries, Cnr Midland Highway and Taylor Street, Bendigo, Victoria 3551, Australia; (2) Animal Sciences Group, Edelhertweg, 15, P.O. Box 65, NL-8200 AB Lelystad, the Netherlands (3) Department of Animal Health and Production, Ministry of Agriculture, Private Bag 0032, Gaborone, Botswana; (3) National Taiwan University, #50, Lane 155, Sec. 3, Keelung Road, Taipei, Taiwan; (4) Department of Clinical Veterinary Science, University of Bristol, Langford House, Langford, Bristol BS40 5DU, United
Kingdom
Ucapan Terima kasih:
Terima kasih di sampaikan pada siswa pelatihan dasar dokter hewan karantina angkatan tahun 2015 atas kontribusinya dalam alih bahasa ini.
oie, Tim Ad hoc, J.W. Galvin (1), H. Blokhuis (2), M.C. Chimbombi (3), D. Jong (4) & S. Wotton (5): (1) Department of Primary Industries, Cnr Midland Highway and Taylor Street, Bendigo, Victoria 3551, Australia; (2) Animal Sciences Group, Edelhertweg, 15, P.O. Box 65, NL-8200 AB Lelystad, the Netherlands (3) Department of Animal Health and Production, Ministry of Agriculture, Private Bag 0032, Gaborone, Botswana; (3) National Taiwan University, #50, Lane 155, Sec. 3, Keelung Road, Taipei, Taiwan; (4) Department of Clinical Veterinary Science, University of Bristol, Langford House, Langford, Bristol BS40 5DU, United
Kingdom
Ucapan Terima kasih:
Terima kasih di sampaikan pada siswa pelatihan dasar dokter hewan karantina angkatan tahun 2015 atas kontribusinya dalam alih bahasa ini.
******
Tidak ada komentar:
Posting Komentar