REPTIL, ZOONOSIS (PENYAKIT REPTIL YANG BISA MENULAR KE MANUSIA), DAN PENCEGAHANNYA

Reptil (Reptilia) adalah kelompok beragam vertebrata yang termasuk diantaranya ular, kadal cacing, kadal, buaya, caiman, kura-kura, penyu, dan tuatara. Ada sekitar 7.900 spesies reptil hari ini yang hidup menghuni berbagai habitat beriklim tropis termasuk gurun, hutan, lahan basah air tawar, hutan bakau dan laut lepas.

Sebagai binatang, reptile bukan termasuk binatang yang sudah terdomestikasi seperti sapi domba kambing ayam anjing kucing, namun memelihara reptile adalah sebuah keniscayaan. Dan sekarang memelihara reptile bukan merupakan hal yang luar biasa, di berbagai daerah (kota) semakin banyak saja pemelihara binatang jenis ini. Namun memelihara reptil harus hati hati selain reptil bisa menggigit (mungkin berbisa) juga bisa mengakibatkan beberapa penyakit infeksius pada manusia

REPTIL
Reptil adalah hewan berdarah dingin. Ini berarti mereka tidak dapat mengatur suhu tubuh mereka sendiri seperti yang dilakukan burung dan mamalia. Oleh karena itu, reptil harus memodifikasi aktivitas dan perilaku mereka untuk mengakomodasi perubahan suhu lingkungan. Mereka harus mencari perlindungan selama terkena panas yang berlebihan (untuk mencegah over-heating) dan ekstrim dingin (untuk mencegah hipotermia). Tapi menjadi hewan berdarah dingin memiliki keuntungan juga. Dimana memungkinkan reptil untuk menikmati keberhasilan dalam habitat dimana mamalia dan burung mendapat tantangan. Karena reptil tidak perlu membakar kalori untuk membuat suhu tubuh yang konstan, mereka dapat bertahan hidup jauh lebih sedikit asupan makanan dari pada burung dan mamalia. Dengan ini, reptil adalah vertebrata yang bertahan di habitat padang pasir.

Ada dua karakteristik reptil yang memungkinkan mereka untuk menjelajah habitat dunia lebih luas dari pada amfibi dan kesanggupan untuk bertelur telur bercangkang keras. Sisik reptil yang keras merupakan lapisan pelindung pada kulit mereka. Sisik juga membantu untuk meminimalkan hilangnya kelembaban tubuh. Sisik reptil terdiri dari protein yang disebut keratin. Sisik reptil bukan berstruktur individu, seperti pada ikan, tetapi sebaliknya berupa lembaran kontinyu jaringan epidermis.

Telur bercangkang keras menyediakan lingkungan pelindung di mana embrio dapat berkembang dan memungkinkan reptil untuk bertelur di lingkungan yang kering. Sebaliknya, telur amfibi tidak memiliki lapisan cangkang keras dan akibatnya harus bertelur di dalam air atau dekat air.

Kerangka reptil berbeda dari vertebrata lain dalam berbagai jalan. Misalnya, mamalia memiliki tulang rahang yang lebih rendah tunggal yang disebut mandibula tapi reptil memiliki beberapa tulang di rahang mereka lebih rendah yang memungkinkan mereka membuat gigitan yang lebih besar. Juga, reptil hanya memiliki satu tulang di setiap telinga sedangkan mamalia memiliki tiga tulang kecil di setiap telinga. Reptil juga hanya memiliki satu kondilus oksipital (tonjolan pada tengkorak yang membentuk sendi yang memungkinkan gerakan kepala), sementara mamalia dan amfibi memiliki dua kondilus oksipital.

Karakteristik utama
Karakteristik utama dari reptil meliputi: vertebrata, tetrapoda, ectothermic, sisik dan tempurung, telur amniotic.

Klasifikasi
Reptil diklasifikasikan dalam hirarki taksonomi sebagai berikut: Animals - chordata - Vertebrata - Tetrapoda - Reptil

Reptil dibagi menjadi kelompok-kelompok taksonomi berikut:
Crocodilians (Crocodilia) - Ada sekitar 23 spesies buaya yang hidup saat ini. Anggota kelompok ini termasuk buaya, aligator, caiman, dan gharial. Buaya adalah reptil besar dengan rahang yang kuat dan ekor berotot.

Squamata (Squamates) - Ada sekitar 7.400 spesies squamates bertahan hidup sampai sekarang. Anggota kelompok ini termasuk kadal, ular, dan kadal cacing. Squamates memiliki sendi unik di tengkorak dan rahang mereka, yang memberi mereka mobilitas dan fleksibilitas rahang yang luar biasa.

Tuatara (Tuatara) - Ada dua spesies Tuatara yang bertahan hidup, Tuatara Island dan Tuatara utara. Anggota dari kelompok ini menyerupai kadal tetapi sebenarnya garis keturunan yang berbeda. Tuatara memiliki jengger menonjol sepanjang punggung mereka dan mata photoreceptive menonjol.

Kura-kura (Testudines) - Ada sekitar 293 spesies kura-kura hidup hari ini. Anggota dari kelompok ini termasuk kura-kura berleher samping dan kura kura berleher tersembunyi. Kura-kura yang terkenal karena tempurung mereka, tempurung internal yang keras yang menutupi tubuh mereka. 

KEBUTUHAN LINGKUNGAN

Salah satu perbedaan utama antara reptil sebagai hewan peliharaan dan hewan peliharaan normal seperti kucing dan anjing, adalah bahwa sebagian besar reptil memiliki persyaratan lingkungan yang tidak dapat dipenuhi dengan hidup bebas di lingkungan rumah tangga yang normal sehingga sebagian besar reptil biasanya menghabiskan sebagian besar waktu mereka dalam lingkungan yang terkontrol biasanya semacam vivarium.

Ada banyak hal yang bisa dibahas untuk pendekatan ini mengenai reptil. Banyak masalah yang terjadi pada reptil adalah karena masalah dengan lingkungan dan gizi mereka. Jika lingkungan atau gizi yang salah maka masalah apa pun yang dihadapi cenderung terus berulang.

Dalam memelihara reptile di vivarium, adalah penting mencari tahu tentang sejarah alam reptil yang dipelihara di mana ia biasa hidup (di alam), habitatnya, makanan, kebiasaanya dan lain lain karena fakta fakta (yang diperoleh) ini akan memberitahu kita tentang lingkungan (faktor faktor) yang harus disiapkan untuk membuatnya nyaman di vivarium.

Faktor faktor yang harus dipertimbangkan dalam memelihara reptile meliputi:
1. Temperatur. Temperature adalah faktor yang paling utama. Reptil adalah poikilotherms, atau dikenal sebagai hewan berdarah dingin. Ini berarti bahwa mereka tidak bisa mengatur suhu tubuh mereka secara fisiologis, namun mereka dapat mengaturnya dengan sangat baik dengan perilaku sehingga memiliki rentang suhu yang cukup dalam habitat mereka. Ini berarti bahwa sebagian memerlukan sumber panas (berjemur) dan perlu tempat dingin di daerah lain. Sumber panas harus diatur oleh termostat dan diperiksa dengan termometer. Persyaratan suhu bervariasi tetapi biasanya sekitar 23º – 30º C sesuai dengan tempat berjemur sekitar 33º C tetapi untuk ini cek pada lis untuk perawatan setiap individunya. Reptil gurun seperti kadal berkerah (collared lizards) tentu saja membutuhkan suhu yang lebih tinggi.

Masalah yang umum yang sering terjadi pada ular, banyak orang mengatakan bahwa ular mereka berhenti makan di musim dingin meskipun tidak diubah pengaturan thermostat. Ini mungkin merupakan respon alami untuk mengurangi penyinaran tapi kadang-kadang masalah suhu, ketika pemanas sentral mati di malam hari ruang vivarium bisa begitu dingin bahwa sumber pemanas tidak dapat memberikan panas yang cukup untuk menjaga suhu cukup sesuai di habitat sehingga ular bisa dingin di malam hari. Orang sering mengatakan bahwa ular "merasa dingin" di pagi hari. Kebiasasan dingin akan mengakibatkan ular ke dalam keadaan "brumation" semacam semi-hibernasi /tidur dan mereka berhenti makan. Hal ini biasanya tidak terlalu banyak masalah karena banyak ular yang lebih besar memiliki kecenderungan untuk obesitas (kegemukan) pula tapi pengaturan suhu yang jelek membuat banyak spesies yang sensitif rentan terhadap infeksi pernapasan.

Solusinya adalah dengan memeriksa suhu pada waktu malam hari dengan termometer dan jika vivarium dingin (dari standar) pada malam hari, beri panas tambahan.

Kadal berkerah (Collared lizards) berasal dari daerah gurun Amerika memerlukan suhu lingkungan yang tinggi. Perhatikan beban otot tungkai dan lipatan kulit di atas dada karena berat tubuh yang buruk (obesitas) dan dehidrasi.

2. Kelembaban. Tingkat kelembaban yang salah dapat menyebabkan masalah terutama pernapasan dan kulit. Kelembaban harus mencerminkan lingkungan hewan yang biasanya, spesies hutan hujan seperti Python Greentree membutuhkan lingkungan yang lembab dan udaranya membutuhkan pengabutan yang teratur. Spesies gurun tentu saja membutuhkan suasana kering.
                                                                                                                
3. Penerangan. Penerangan (lampu) perlu ada ritme yang cukup normal. Jauh lebih penting adalah mencari tahu apakah perlu tidaknya spesies yang dipelihara membutuhkan sinar UV untuk pembentukan vitamin D. Secara umum;

Untuk spesies kadal, identifikasi spesies yang benar adalah sangat penting untuk menentukan apakah mereka binatang diurnal (siang) atau nocturnal (malam) tapi ada panuan yang berguna dapat dilihat pada mata; kadal nocturnal biasanya memiliki pupil celah (seperti kucing), kadal diurnal biasanya memiliki satu blatan.

Gecko jambul, seperti kucing celah pupilnya menunjukkan bahwa ini adalah spesies nokturnal. Pupil bulatan iguana badak menunjukkan itu diurnal.

Kurangnya sinar UV yang cukup merupakan penyebab umum dari penyakit tulang metabolik /Metabolik Bone Disease (MBD) Tidaklah cukup bahwa sinar UV ada. Masalah yang umum adalah bahwa hewan tidak bisa mendapatkan cukup dekat dengan sumber UV untuk waktu yang cukup lama mereka harus bisa mendapatkan dalam jarak 5 - 10 Cm dari sumber UV. Kadang kadang sumber UV misalnya hanya diletakan di bagian atas vivarium tersebut. Masalah lain dapat terjadi apabila beberapa kadal dipelihara bersama sama, individu yang dominan cenderung memonopoli sumber UV sepanjang hari dan individu yang kalah tidak mendapatkan cukup waktu dekat sumber UV. Perlu diperiksa posisi sumber UV di vivarium, bila cukup sering diubah akan ada cukup akses untuk semua hewan di vivarium tersebut.

Sumber terbaik UV adalah matahari, kadal diurnal dan chelonians akan memperoleh manfaat besar jika diperkenankan untuk berjemur di bawah sinar matahari alami selama satu jam 3 atau 4 kali seminggu (selama musim panas).

4. Litter (substrat) dan furniture. Substrat (alas kandang) juga merupakan faktor penting. Substrat yang tidak cocok bisa dimakan dan menyebabkan obstruksi (sumbatan pada saluran pencernaan); substrat yang berdebu dapat menyebabkan masalah pernapasan. Furniture (perabotan) kandang (vivarium) pada ular hijau penting karena ular hijau perlu bertengger untuk menggantung.

5. Penyediaan air. Beberapa spesies dapat memanfaatkan air dari wadah terbuka. Spesies lainnya seperti bunglon hanya akan mengambil tetesan air pada daun sehingga pengabutan udara (semprotan air lembut) sangat penting.

6. Pengelompokan (sosial). Banyak reptil hidup soliter /sendiri dan berpasangan hanya untuk kawin. Beberapa spesies hidup dalam jenis kelompok sosial "harem" (1 jantan dengan 2 atau 3 betina). Kebanyakan reptil jantan hidup memiliki teritorial dan tidak dapat dipelihara bersama-sama. Memelihara reptil dalam kelompok tidak cocok dan akan menyebabkan stres, berbagai penyakit dan perkelahian.

7. Persembunyian. Tempat persembunyian sangat penting bagi banyak ular. Ular seperti Royal Python pada saat memangsa (makan) biasanya akan sering tidak mau makan kecuali disediakan tempat persembunyian yang cukup di mana mereka akan merasa aman. Ular akan sering makan makanan besar yang memerlukan waktu berhari, berminggu atau bahkan berbulan-bulan untuk mencerna, selama periode ini, mereka rentan terhadap predator /pemangsa dan karenanya mereka tidak akan makan jika mereka tidak aman (menyembunyikan diri) untuk istirahat (tidur /hibernasi) untuk mencerna makanan mereka. Daerah persembunyian tersebut juga harus di bagian hangat dari vivarium tersebut, efektivitas enzim pencernaan adalah tergantung pada suhu.

Daerah persembunyikan juga penting untuk ganti kulit dan bertelur. Ketidak cukupan daerah yang sesuai akan menyebabkan masalah dengan proses tersebut.

PENYAKIT ZOONOSIS

Kohabitasi (hidup bersama) antara manusia dan hewan selalu menjadi urusan yang berisiko sejauh risiko sanitasi yang dipersoalkan. Perawatan Reptil di vivarium (kandang /kurungan) dan peternakan tidak bisa lepas dari masalah ini: Reptil membawa banyak agen patogen yang mungkin masuk atau menginfeksi orang dan vektor yang potensial dari berbagai penyakit yang bersifat zoonosis.

Namun mengenai risiko ini jangan diterima secara berlebihan, untuk tertular penyakit zoonosis dipengaruhi oleh beberapa faktor: kedekatan hubungan antropomorfik (kekerabatan /sosial /kelompok) antara pemilik dengan reptil hewan peliharaannya, kebersihan dan kesehatan baik dari lingkungan kurungan hewan, serta daerah asal (geografis) hewan.

Menurut definisi WHO, zoonosis adalah penyakit atau infeksi yang secara alami bisa ditularkan dari hewan ke manusia, atau sebaliknya.

Penyakit Bakterial Zoonosis
1. Salmonellosis.
Salmonellosis adalah penyakit yang paling sering ditularkan oleh reptile. Dikenal dalam dua bentuk yang berbeda: infeksi salmonellosis non-tifoid, dan tifoid fever (demam).

Salmonellosis sp. Adalah bateri fakultatif Gram negatip (-) anaerobik dari famili Enterobacteriaceae, umumnya berflagela, dan tersebar luas di seluruh dunia. Nomenklatur Salmonella sangat kompleks, sebagai obyek perdebatan terus menerus. Saat ini, klasifikasi genus Salmonella terdiri dari dua spesies: S. enterica dan S. bongori, dan enam subspesies S. enterica: S. enterica (sub-group I); S. enterica salamae (sub-group II); S. enterica arizonae (sub-group III); S. enterica arizonae (sub-group IIIb); S. enterica houtenae (sub-group IV); S. enterica indica (sub-group V).

Salmonella enteritidis, Salmonella paratyphi, Salmonella typhi dan Salmonella typhimurium merupakan serovar dari subspesies Salmonella enterica (Salmonella enteritidis, Salmonella paratyphi A, Salmonella typhi, Salmonella typhimurium).

Sub-group I adalah salah satu yang paling sering diisolasi dari manusia sedangkan subspesies lain umumnya diisolasi dari hewan poikilothermik dan dari lingkungan. Identifikasi serovar di sub-kelompok I disebut seperti itu setelah daerah geografis terlokalisasi (contoh: S. e. e. sandiego, S. e. e. panama, S. e. e. tenessee), dan sub group lainnya sesuai dengan formula antigennya. 2435 serovar yang berbeda saat ini ada dalam genus Salmonella, yang sebagian besar milik kelompok I. subspesies arizonae dan diarizonae, yang paling sering diisolasi di antara reptil, masing-masing memiliki 94 dan 321 serovar.

Lebih dari 80% dari kasus yang pernah dilaporkan, salmonelloses manusia disebabkan oleh makanan. Ini terkait dengan konsumsi daging kurang matang, dan /atau kondisi higienis yang buruk di Negara negara berkembang. Tapi makanan dan minuman bukan sumber satu-satunya kontaminasi bagi masyarakat. Memang, hampir 90% dari kandang reptil adalah pembawa berbagai serotipe salmonella, yang dikeluarkan saat defekasi /berak. Bakteri saprofit oportunis khususnya sangat toleran pada hewan poikilothermic, tetapi mereka dapat memicu septicemia, patologi paru, gastroenteritis yang mematikan, pada reptile akan menjadi lemah oleh kondisi kandang yang tidak cocok atau infeksi sekunder.

Risiko penularan salmonella dari reptil ke manusia sudah diketahui dengan baik di Amerika Serikat sejak tahun 70 an, mengingat peningkatan besar dari kasus di antara anak-anak, paralel dengan pemasukan anak kura-kura telinga merah (Trachemys scripta elegans) di rumah tangga Amerika (15 juta kura-kura yang dijual setiap tahun di tahun 70 an di Amerika Serikat). Antara 1963 dan 1974, antara 2 juta kasus salmonellosis ditemukan pada manusia per tahun di AS, sekitar 280 000 kasus per tahun ditemui pada anak-anak berusia di bawah umur 10 tahun yang memiliki kura-kura (yang merupakan kejadian 14% kasus tahunan). Untuk ini mengadapi ini pada tahun 1975 diupayakan membuat peternakan kura kura " bebas salmonella", pemerintah Amerika telah menyatakan penjualan kura-kura telinga kuning kurang dari 4 inci = 10,15 cm (panjang tempurungl) adalah ilegal. Memang, kura-kura kecil lebih banyak di pakai main main oleh anak anak, dan ekskresi salmonella tampaknya lebih banyak sejak umur tiga tahun pertama. Sejak itu terjadi penurunan 77 % kasus salmonellosis yang disebabkan oleh hewan. Sekarang ini di Amerika, reptil ikut andil sebagai penyebab 3 - 5% kasus salmonellosis pada manusia.

Prancis harus menunggu sampai bulan September 1993 untuk menerapkan peraturan impor kura kura telinga merah di wilayahnya, dan September 1997 untuk larangan tersebut. Pencegahan reptile terinfeksi salmonellosis terutama didasarkan pada anjuran /rekomendasi sanitasi: mencuci tangan sebelum dan sesudah bermain reptil, dan perhatian terhadap beberapa aturan higienis dasar yang cukup untuk menghindari zoonosis ini. Vaksinasi terhadap tifoid (tipes) tersedia, tetapi hanya melindungi terhadap infeksi Salmonella enterica enteritica serovar typhi (tipes).

2. Tuberkulosis
Banyak spesies mikobakteri, disebut patogen bagi manusia, telah diisolasi dari reptile yang tampak sehat ataupun yang sakit (yaitu: Mycobacterium tuberculosis, M. avium, M. marinum). Reptil terinfeksi TBC menunjukkan luka kronis, kadang-kadang granulomatosa, pada paru-paru, hati, limpa, kulit, sistem saraf pusat, membran mukosa bukal dan kelenjar. Manusia dapat menjadi sakit baik melalui inhalasi dari sekresi bukal atau pernapasan dari reptil yang terinfeksi, atau karena terkontaminasi melalui kulit, ketika membersihkan terarium, menangani hewan atau setelah tergigit.

Mengenakan sarung tangan, kacamata dan masker adalah cara yang baik mencegah penyakit zoonose. Pengobatan reptil yang terkena Tuberculose (TB) tidak dianjurkan, karena risiko tertular pada pihak lain di sekitarnya, manusia atau reptil.

3. Bakteri bakteri lain
Aeromonas sp adalah sebuah bakteri Gram negatip (-) dari famili Pseudomonadaceae. Ini adalah kuman patogen saprofit pada reptil, dianggap bertanggung jawab pada banyak penyakit menular yang berpotensi fatal (pneumonia, mouth rot, enteritis, septikemia dll). Bakteri ini umumnya ditemukan di alam liar di air tawar dihuni oleh reptil, ikan dan amfibi (danau, kolam, dll), tetapi juga dalam kondisi dipenangkaran, dalam mangkuk air, di cekungan Vivaria dengan atau tanpa tempat air. Kontaminasi pada manusia biasanya terjadi melalui kontak dengan air yang terinfeksi dengan luka kulit kecil. Ini juga dapat terjadi setelah tercakar oleh kura-kura. Sejauh Aeromonas sp (khususnya Aeromonas hydrophila) ditemukan di antara oro-pharyngian mikrofauna yang biasa, setiap gigitan dari reptil bisa menjadi sumber aeromonosis. Demikian juga, banyak bakteri yang terletak di bukal seperti Serratia, Klebsiella, Enterobacter, Providencia, Citrobacter, Campylobacter, Proteus, Bacteroides dan Pseudomonas (contoh: P. aeruginosa) dapat menyebabkan infeksi yang sama. Semua bakteri ini, juga ditemukan dalam saluran pencernaan reptil, cenderung menyebabkan gangguan gastro-intestinal pada manusia "tipe gastro enteritis menular" melalui kontaminasi oral - fecal, khususnya di kalangan anak anak. Enterobacter cloacae dan Klebsiella pneumoniae bahkan sering dianggap sebagai sumber infeksi urogenital bagi manusia yang hidup berdampingan dengan reptil. Yersinia enterocolitica terutama menyebabkan gastroenteritis dengan demam pada manusia, yang dapat disalah artikan dengan gejala palsu appendicitis (usus buntu). Yersinia pseudotuberculosis, bakteri yang sering ditemukan pada reptil yang makan tikus liar, bertanggung jawab untuk terjadinya adenitis (radang kelenjar) mesenterika dan septicaemia pada manusia.

Penyakit Parasit zoonoses
Parasitoses pada manusia yang berasal dari reptil adalah tidak biasa di Asia Tenggara dan Afrika, daerah di mana perilaku dan kebiasaan memasak mendukung teori zoonosis.

1. Pentastomidosis (Linguatulosis).
Pentastomids, juga disebut porocephales atau linguatulids, adalah organisme berbentuk cacing berbeda dari cacing sebagai parasit, sering di berbentuk sub-klinik saluran pernapasan reptil. Ini adalah hospes kebetulan bahwa manusia dapat terinfestasi sendiri: minum air yang terkontaminasi yang mengandung telur pentastomid, menangani reptile berparasit tanpa mengindahkan higienis, atau makan daging reptile mentah atau kurang matang. Genus Armillifer (sepeti: A. moniliformis, A. armillatus) adalah agen utama yang bertanggung jawab untuk penyakit porocephalosis pada manusia. Setelah termakan dan setelah menetas, telur ini melepaskan larva yang bermigrasi ke arah hati dan paru-paru, di mana mereka dapat menyebabkan kerusakan, menurut lokasi mereka, kerusakan seperti sirosis hati, icteria, pneumonia purulen, peritonitis, meningitis atau perikarditis. Kemudian, larva ini enkyst sendiri, mati dan mengapur dalam waktu kurang dari dua tahun di daerah yang berbeda ditubuh. Pada tahap ini, mereka dapat dideteksi melalui foto X-ray. Tidak ada perawatan medis memungkinkan untuk memberantas itu sampai sekarang, baik pada reptil atau pada manusia. Pada reptil, satu-satunya solusi adalah mengeluarkannya melalui endoskopi, dan pada manusia, pengeluaran kysta larva dengan tindakan operasi. Pencegahan zoonose ini diantaranya melalui pemeriksaan parasitologis tinja disetiap reptil liar yang baru tertangkap. Telur berembrio (dari parasit) yang keluar melalui air liur atau kotoran, mudah untuk mengidentifikasinya.

2. Protozooses.
Bahkan jika reptil sering pembawa protozoa dalam pencernaan (seperti: Entamoeba sp, Cryptosporidium sp, Giardia sp, Trichomonas sp dll), Protozoa darah (missal: Plasmodium sp, Trypanosoma sp.), urin (missal: Hexamita sp.), mereka tidak pernah diperhitungkan secara langsung bertanggung jawab atas protozooses pada manusia. Organisme bersel tunggal ini secara umum dikatakan spesifik pada hewan ectothermic, dan kadang-kadang eksklusif pada reptil.

3. Cestodoses.
Manusia bisa menderita dua larva cestodo-zoonosis, sparganosis dan mesocestoides, setelah mengkonsumsi daging mentah ber larva taenia dari reptil sebagai hospes perantara kedua.

4. Sparganosis.
Ophidians (reptile) dapat menjadi hospes dalam jaringan penghubung di bawah kulit mereka larva plerocercoïd (disebut "sparganum") dari Spirometra sp, Sebuah cestod pseudophyllidian dari familia Diphyllobothridae, yang merupakan hospes definitip adalah Canidae atau Felidae liar. Ular mengambil bagian dalam siklus evolutif parasit ketika menelan krustasea kecil copepoda (hospes perantara pertama) atau ketika memangsa yang telah penuh dengan larva. Manusia juga dapat tanpa sengaja menjadi tuan rumah larva plerocercoid: di Asia, beberapa keyakinan populer mengklaim bahwa mengkonsumsi daging ular dapat menyembuhkan arthrosis, tuberkulosis, dan impotensi seksual. Keajaiban daging ini bahkan kadang-kadang digunakan secara langsung sebagai cataplasm pada luka inflamasi dari semua jenis, sehingga memungkinkan larva parasit untuk menembus ke dalam tubuh melalui luka kulit dan untuk menyembunyikan di bagian lain-lain dari tubuh. Human sparganosis secara klinis terlihat melalui gejala mata (dengan kehancuran total mata) dan keseluruhan (terkait dengan migrasi larva dalam tubuh).

5. Mesocestoidosis
Manusia dapat terinfeksi cestoda dari Dipylidium dan Mesocestoides Genus yang disebut "tetrathyridia" ketika makan daging atau jeroan dari reptil yang telah dimasak kurang matang (yaitu hati, jantung mentah). Larva cestoda ini telah ditemukan dalam hati, mesenterium, dalam rongga coelom dan myocardium beberapa ular dan kadal (ular derik, king kobra, iguana), hospes perantara dari siklus parasit dimana burung dan karnivora sebagai hospes definitif.

6. Nematodoses.
Satu satunya nematoda reptil yang mungkin sebagai parasit manusia adalah larva beberapa cacing dari Superfamili Spiruroidea: spirurudae (missal: Spirura sp) dan gnathostomatidae (missal: Tanqua sp). Zoononse dapat terjadi, di Asia tenggara, melalui konsumsi daging reptil, sebagai hospes perantara kedua, parasite bentuk larva. Larva ini melewati dinding usus, menjelajah kandung kemih dan bersembunyi di belakang mata.

7. Acarioses.
Acarian pemakan darah ular yang terkenal dari Genus Ophionyssus (O. natricis) mampu menginfestasi kulit manusia melalui kontak yang lama dan berulang-ulang dengan hewan yang terinfestasi berat. Namun demikian, kasus tunggal dermitis pruriginous, papulovesikular dan bubbling, dilaporkan pada tahun 1975 di beberapa anggota hospes famili yang sama seekor ular yang terinfestasi. Mengingat jumlah penggemar reptil yang memiliki ophidians yang dapat membawa ektoparasit di dunia, hal ini hanyalah anekdot dan juga risikonya sangat rendah. Demikian juga, manusia dapat menjadi hospes acaridia ixodiformic dari Hyalomma atau genus Ixodes, serta acarian prostigmatic dari familia Trombiculidae (seperti: Trombicula, Eutrombicula). Tapi banyak dari luka kulit yang mungkin disebabkan oleh gigitan dari semua acarians, risiko penularan agen infeksius dari hospes reptil yang merupakan ancaman zoonosis bagi manusia. Memang, sebagai contoh, Ixodes pacificus, parasit eksternal dari beberapa Colubridae dan beberapa kadal dari pantai Pasifik Amerika Serikat, bisa menginokulasi agen tularemia (Francisella tularensis) atau penyakit Lyme (Borrelia burgdorferi). Situasi ini mirip dengan ixodes ricinus, kutu Eropa, parasit beberapa lacertidae, Amblyomma nuttalli, agen penyakit "Q fever" disebabkan oleh Coxiella brunetii atau Ornithodoros turicata, vektor leptospirosis pada manusia dengan Leptospira pomona.

PENCEGAHAN

Pencegahan dan aturan sanitasi untuk meminimalkan risiko zoonosis ketika kontak /menangani reptil:
  1. Cuci dengan hati hati dan sistematis tangan anda dengan air hangat dan sabun setelah menangani reptil atau setelah menyentuh setiap bagian kandang /vivarium.
  2. Jangan menempatkan kandang reptil di ruang makan atau ruang penyimpan makanan (dapur, ruang tamu, ruang bawah tanah).
  3. Desinfeksi teratur dengan sabun dan desinfektan seluruh kandang (menggunakan sarung tangan sekali pakai, dan, jika mungkin, masker perlindungan, dan jangan menggunakan alat-alat dapur selama pembersihan ini).
  4. Jangan Pernah membersihkan piring air atau perabot vivaria di wastafel cuci tangan atau di wastafel kamar mandi.
  5. Selalu menyertakan hygiene sebagai aspek estetika ketika membangun dan mengatur lingkungan kandang reptil. Harus dirancang kandang yang memudahkan desinfeksi, setting yang sederhana, dan mudah dibersihkan.
  6. Ketika menangani reptile atau saat membersihkan kandang /vivarium jangan sambil minum, makan atau merokok.
  7. Jangan pernah mencium reptil!
  8. Cegah anak menangani reptil.
  9. Hindari menyentuh reptil dan hewan yang dipelihara dalam satu tempat tinggal yang sama.
  10. Selalu bersihkan, desinfeksi dan periksa dengan seksama luka yang disebabkan oleh cakaran atau gigitan reptil. 
***Penulis: drh Giyono Trisnadi

Daftar Pustaka:
  1. Laura Klappenbach “Reptiles” Scientific name: Reptilia By Laura Klappenbach Animals /Wildlife Expert. © 2015 About.com — All rights reserved.
  2. Simon Shore, “Reptile Clinic” A Summary of the talk given to the Cambridge Veterinary School Zoological Society by Simon Shore. Ash Croft Veterinary Surgery. Tel: 01954 210250.
  3. Geckosunlimited.com “Reptiles and zoonoses”. An article I translated with the kind permission of the original website owner,and for which I have full rights of use as a translator, according to French laws. Hope it will be useful for some of you: Reptiles and Zoonoses by Vet. Dr. L. Sch****** (1) All times are GMT -4. The time now is 07:23 AM. Powered by vBulletin® Version 4.2.0. Copyright © 2015 vBulletin Solutions, Inc. All rights reserved. Content Relevant URLs by vBSEO 3.6.1. User Alert System provided by Advanced User Tagging (Pro) - vBulletin Mods & Addons Copyright © 2015 DragonByte Technologies Ltd. © Geckos Unlimited 2013
  4. Keputusan kepala Badan Karantina No. 593/Kpts/HK.060/L/12/2009 tentang Pedoman Tindakan Karantina Terhadap Reptil
*********

Tidak ada komentar:

PENTING UNTUK PETERNAKAN: