CPV Foto Original Vetcornelledu |
Canine Parvovirus (CPV) adalah infeksi penyakit virus yang sangat
menular pada anjing. Virus bisa terlihat dalam dua bentuk yang berbeda. Bentuk
yang lebih umum adalah enteric form (intestinal form) /bentuk usus /perut, yang
ditandai dengan muntah, diare, penurunan berat badan, dan kurangnya nafsu makan
(anoreksia). Bentuk yang kurang umum adalah cardiac form (myocardial form) /bentuk
jantung, yang menyerang otot-otot jantung anak anjing yang sangat muda, yang
sering menimbulkan kematian. Sebagian besar kasus terlihat pada anakan yang berumur
antara enam minggu hingga enam bulan. Kejadian infeksi Canine parvovirus atau
parvo virus anjing telah berkurang secara radikal melalui vaksinasi awal pada
anak anjing muda.
Kejadian Penyakit
Parvovirus adalah virus yang menyebabkan enteritis parvovirus pada
anjing dan telah ada sejak tahun 1970-an. Ada beberapa strain parvovirus namun
yang paling memprihatinkan adalah CPV-2a, CPV-2b dan CPV-2c. CPV-2a adalah
strain yang paling umum di Australia. Meskipun dilaporkan di Asia, Amerika dan
Eropa, CPV-2c belum dilaporkan di Australia.
Hospes /Inang
CPV2 menyerang anjing, serigala, rubah, dan canidae lainnya. CPV2a dan
CPV2b telah diisolasi dari sebagian kecil dari kucing yang bergejala dan lebih
umum dari Feline panleukopenia pada kucing.
Sebelumnya diperkirakan bahwa virus tidak melakukan infeksi lintas
spesies. Namun studi di Vietnam telah menunjukkan bahwa CPV2 dapat mengalami
antigenic shift ringan dan mutasi alami untuk menginfeksi felidae. Analisa pada
Feline parvovirus (FPV) isolat di Vietnam dan Taiwan mengungkapkan bahwa lebih
dari 80% dari isolat dari jenis canine parvovirus, bukan dari virus Feline panleukopenia
(FPLV). CPV2 dapat menyebar ke kucing lebih mudah daripada anjing dan melalui
tingkat mutasi lebih cepat dalam spesies itu.
Parvo menyerang anjing dari segala usia, tetapi kebanyakan kasus
terjadi pada anak anjing umur 6 sampai 20 minggu. Doberman Pinschers dan
Rottweiler kelihatan mendapatkan infeksi lebih mudah dan mengalami gejala yang
lebih parah. Alasan mengenai resistensi yang lebih rendah pada anjing jenis ini
tidak diketahui.
Penularan
Penyakit Parvo menular dari anjing ke anjing terutama melalui paparan
tinja terkontaminasi. Penularan juga melalui kontak dengan fomites (benda yang terkontaminasi).
Fomites umum meliputi tangan, instrumen, pakaian, tempat makanan dan minuman,
mainan dan alas tidur. Serangga dan tikus juga dapat menjadi sarana untuk
penyebaran penyakit. Virus ini dapat tetap pada anjing dan berfungsi sebagai
sarana penyebaran lama setelah pemulihan dari penyakit klinis. Masa inkubasi
atau periode antara paparan virus dan munculnya gejala, biasanya 4-6 hari.
Karena penyakit ini mungkin sulit bagi tempat penampungan (anjing) untuk
mendeteksi selama masa inkubasi, hewan yang tampak sehat dengan parvo barangkali
ketika diadopsi keluar dan menjadi sakit hanya beberapa hari kemudian di rumah /kandang
baru mereka, menyebabkan perasaan tidak enak bagi staf penampungan dan pemilik
baru.
Adalah sangat penting untuk mengetahui pola penumpahan (shedding)
parvovirus untuk merancang sebuah manajemen yang efektif, strategi diagnostik
dan pencegahan. Parvovirus bisa ditumpahkan dalam tinja 3-4 hari setelah
infeksi virus, yang umumnya sebelum tanda-tanda klinis penyakit muncul. Virus juga
akan ditumpahkan dalam tinja selama kurang lebih 10-14 hari pasca-pemulihan
dari tanda-tanda klinis dari infeksi.
Sumber Penyakit
Sumber utama virus adalah tinja anjing yang terinfeksi. Tinja anjing
yang terinfeksi bisa memiliki konsentrasi yang sangat tinggi dari partikel
virus. Anjing rentan terinfeksi dengan menelan virus. Selanjutnya, virus ini
dibawa ke usus di mana ia menyerang dinding usus dan menyebabkan peradangan.
ETIOLOGI
Klasifikasi Agen Penyebab Penyakit
Group: Group II (ssDNA), Family:
Parvoviridae, Subfamily: Parvovirinae, Genus:
Protoparvovirus, Species:
Canine parvovirus 2.
Ketahanan Terhadap Tantangan Fisik Dan Kimia
1. Suhu: Semua parvovirus sangat stabil pada panas tinggi (56-60 ° C).
2. pH: Semua parvovirus sangat stabil pada pH rendah (virus mampu
menahan rentang pH yang luas: 3-9).
3. Desinfektan: Sodium hipoklorit (1:32 pengenceran pemutih rumah
tangga - ½ cangkir pemutih untuk 1 galon air) dapat menginaktivasi parvovirus.
Larutan pemutih dapat terganggu oleh bahan organik dan harus memiliki waktu
eksposur yang memadai dan konsentrasi yang tepat agar bisa bekerja secara
efektif.
4. Ketahanan hidup: Semua parvovirus sangat stabil dan tahan terhadap
pengaruh lingkungan yang merugikan. Paparan sinar ultraviolet dapat
menonaktifkan parvovirus.
DIAGNOSA
Diagnosa didasarkan pada gejala gejala klinis yang terlihat dan tes
ELISA. Tes PCR bisa juga dilakukan, tetapi biasanya tidak diperlukan untuk
manajemen klinis kasus-kasus individual.
Gejala Klinis
Gejala klinis /tanda-tanda klinis sangat bervariasi, anak anjing adalah
yang paling parah. Tingkat kematian (mortalitas) bisa tinggi. Masa inkubasi 3-8
hari. Ada dua sindrom klinis utama yang terkait dengan infeksi canine parvovirus:
Intestine Form /Enteric Form atau bentuk usus/perut, dan cardiac Form
/myocardiac form atau bentuk jantung.
Gejala klinis bentuk usus (bentuk enterik): depresi mendadak; kehilangan
nafsu makan; demam terutama pada anakan; muntah dan diare (hingga diatas 50%
kasus, diare mungkin berdarah /hemoragik); Dehidrasi cepat; Syok dan terjadi kematian
(dalam kasus akut); Jika anjing dapat bertahan hidup pada enteritis dan
dehidrasi, kemudian menjadi kebal, tetapi pemulihan barangkali tidak cepat.
Gejala klinis bentuk jantung (bentuk cardiac): Pertama berhubungan
dengan kematian mendadak; anak anjing tampak normal, kemudian terengah-engah,
membran mukosa pucat dan kemudian sianotik, kematian terjadi dalam waktu
sekitar dua jam karena miokarditis non-supuratif akut.
Bentuk jantung dikaitkan dengan gagal jantung kongestif. Adanya awal
yang lebih lambat dari tanda-tanda klinis: Sesak; depresi; batuk; asites; kematian
biasanya pada anjing umur 12-16 minggu.
Lesi
Lesi Gross nekropsi bisa meliputi: Dinding usus menebal dan berubah
warna; berair, berlendir, atau perdarahan isi usus; edema dan kongesti dari
kelenjar getah bening perut dan dada; atrofi timus; dan, dalam kasus CPV
miokarditis, garis miokardium pucat. Secara histologis, lesi usus yang ditandai
dengan nekrosis multifokal dari epithel, hilangnya struktur epithel, menumpulnya
dan pengelupasan vili. Penipisan jaringan limfoid dan kortiko limfosit (Peyer patch,
kelenjar getah bening perifer, kelenjar getah bening mesenterika, timus, limpa)
dan terlihat hipoplasia sumsum tulang. Edema paru paru, alveolitis, dan
kolonisasi bakteri di paru-paru dan hati dapat dilihat pada anjing yang mati
dari komplikasi akut sindrom gangguan pernapasan, sindrom inflamasi sistemik,
endotoksemia, atau septicemia.
Diagnosa Banding
Diagnosa banding /Differential diagnosis dari Canine Parvovirus enteric form adalah:
Canine distemper; Infectious canine hepatitis; Canine coronavirus; Salmonellosis;
Campylobacteriosis; Haemorrhagic gastro-enteritis; Poisonings.
Diagnosa banding /Differential diagnosis dari Canine Parvovirus heart form adalah:
Canine distemper; Infectious canine hepatitis; Canine herpesvirus; Streptococcal
infection; Congenital heart anomalies.
Diagnosa Laboratorium
Tidak semua kasus diare berdarah dengan atau tanpa muntah disebabkan
oleh Parvovirus dan banyak anak anjing sakit telah salah didiagnosa sebagai anjing
sakit karena 'parvo.' Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah anjing terinfeksi
parvovirus adalah melalui tes diagnostik yang positif.
Sampel:
Material tinja harus dikumpulkan dari tersangka (suspect) kasus untuk
isolasi virus atau deteksi virus. Pada post-mortem, sampel segar kelenjar
mesenterika, tonsil, usus kecil dan isi usus harus dikumpulkan dan cepat kirim
kelaboratorium dalam air es atau gel packs beku. Sampel serum dari hewan yang
sembuh atau hewan yang kontak dapat dikumpulkan untuk serologi.
Uji Serologi:
Tes serologi (titer) pada serum darah tidak selalu diagnostik, anjing
mungkin memiliki titer tinggi untuk parvovirus karena vaksinasi sebelumnya atau
antibodi maternal. Produksi antibodi untuk melawan CPV adalah cepat, beberapa
hari pasca-infeksi titer CPV akan tinggi. Titer Sangat tinggi pada anjing yang
telah sakit selama beberapa hari, atau titer meningkat dengan cepat dari waktu
ke waktu, ini membantu menunjukkan adanya infeksi CPV.
Hitung darah lengkap (CBC / complete blood count) adalah penting.
Berbagai jenis sel darah putih terkena dampak tergantung pada tahap infeksi
CPV. Dalam beberapa hari pasca-infeksi pertama, jumlah sel darah putih rendah
ditandai dengan limfopenia. Neutropenia berat dapat terjadi beberapa hari
kemudian, pada awal kerusakan sel usus. Selama pemulihan, jumlah sel darah
putih yang tinggi (leukositosis) adalah umum.
Uji ELISA komersial untuk mendeteksi antigen dalam tinja banyak
tersedia. Pada saat secara klnis terlihat anjing sakit adalah paling banyak
menumpahkan sejumlah besar virus dalam tinja. Namun, hasil negatif palsu dapat
terjadi pada awal perjalanan penyakit (sebelum puncak pelepasan virus) dan
setelah penurunan cepat dalam pelepasan virus yang cenderung terjadi dalam
10-12 hari infeksi. Positif palsu hasil dapat terjadi dengan adanya 4-10 hari
setelah vaksinasi menggunakan modified live CPV vaksin.
Identifikasi Agen Penyakit:
Metode alternatif untuk mendeteksi CPV: PCR, mikroskop elektron, dan
isolasi virus.
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
Pencegahan Dengan Sanitasi
Untuk membatasi kontaminasi lingkungan dan penyebaran penyakit ke
hewan lain yang rentan, anjing yangtelah terkonfirmasi atau diduga CPV
enteritis harus ditangani dengan prosedur isolasi yang ketat (misalnya, isolasi
dirumah, personil memakai kaus tangan dan baju khusus, pembersihan yang sering
dan menyeluruh, dll). Semua permukaan harus dibersihkan dengan larutan pemutih
(1:30), peroksigen, atau dapat dipercepat dengan desinfektan hidrogen peroksida.
Solusi yang sama barangkali dapat menggunakan footbath untuk mendisinfeksi alas
kaki.
Pencegahan Dan Pengobatan Secara Medis
Sebenarnya pengobatan parvovirus cukup mudah dan diarahkan pada terapi
suportif. Mengganti cairan yang hilang karena muntah dan diare mungkin adalah
pengobatan yang paling penting. Pemberian secara Intravena larutan elektrolit
yang seimbang lebih disukai, tetapi dalam kasus yang kurang parah, pemberian cairan
secara subkutan atau oral dapat digunakan. Dalam kasus yang parah, transfusi
darah mungkin diperlukan. Terapi antibiotik biasanya diberikan untuk membantu
mengendalikan infeksi sekunder oleh bakteri. Untuk anjing-anjing yang memiliki
gejala yang parah, antisera dapat diberikan untuk melawan endotoksin. Kortikosteroid
dapat diberikan jika hewan tersebut shock. Dalam kasus muntah yang parah, obat
untuk memperlambat muntah juga dapat digunakan. Setelah gejala usus mulai
mereda, obat cacing spektrum yang luas sering digunakan. Membatasi makanan
selama periode muntah juga diperlukan dan pemberian nutrisi secara parenternal
(memberikan nutrisi intravena) mungkin diperlukan.
Melakukan perawatan anjing dan anak anjing yang terkena dampak tanpa
perawat hewan profesional sangat sulit. Bahkan dengan perawatan terbaik yang
tersedia, kematian hewan yang sakitnya parah adalah tinggi. Tanpa jumlah yang
benar dan seimbang cairan intravena, kemungkinan pemulihan /sembuh pada hewan
yang sakit parah adalah sangat kecil.
Untuk mencegah dan mengontrol /mengendalikan
CPV, vaksinasi dengan modified live vaccine dianjurkan pada umur 6-8, 10-12,
dan 14-16 minggu, diikuti oleh booster diberikan 1 thn kemudian dan kemudian
setiap 3 tahun. Karena kerusakan potensial oleh CPV pada miokard atau sel
cerebellar, terinaktivasi modified live vaccines ditunjukkan pada anjing bunting
atau anak anjing kekurangan-kolostrum yanag divaksinasi sebelum umur 6-8 minggu.
Kehadiran antibodi maternal CPV yang diperoleh dapat mengganggu efektivitas
vaksinasi pada anak anjing umjur <8-10 minggu. Vaksin modified live CPV
vaccines saat ini cukup imunogenik untuk melindungi anak anjing dari infeksi
dengan rendahnya tingkat gangguan antibodi maternal.
***Penulis: drh. Giyono Trisnadi – Dari berbagai sumber
English Version
CANINE PARVOVIRUS
The canine parvovirus (CPV) infection is a
highly contagious viral illness that affects dogs. The virus manifests itself
in two different forms. The more common form is the intestinal form, which is
characterized by vomiting, diarrhea, weight loss, and lack of appetite
(anorexia). The less common form is the cardiac form, which attacks the heart
muscles of very young puppies, often leading to death. The majority of cases
are seen in puppies that are between six weeks and six months old. The
incidence of canine parvovirus infections has been reduced radically by early
vaccination in young puppies.
EPIDEMIOLOGY
Occurence
Parvovirus is a virus that causes parvovirus
enteritis in dogs and has been around since the 1970s. There are several
strains of parvovirus however the most concerning are CPV-2a, CPV-2b and
CPV-2c. CPV-2a is the most common strain in Australia. Although reported in
Asia, American and Europe, CPV-2c has not been reported in Australia.
Hosts
CPV2 affects dogs, wolves, foxes, and other
canids. CPV2a and CPV2b have been isolated from a small percentage of
symptomatic cats and is more common than feline panleukopenia in big cats.[26]
Previously it has been thought that the virus
does not undergo cross species infection. However studies in Vietnam have shown
that CPV2 can undergo minor antigenic shift and natural mutation to infect
felids. Analyses of feline parvovirus (FPV) isolates in Vietnam and Taiwan
revealed that more than 80% of the isolates were of the canine parvovirus type,
rather than feline panleukopenia virus (FPLV).[27] CPV2 may spread to cats
easier than dogs and undergo faster rates of mutation within that species.
Parvo affects dogs of all ages, but most
cases occur in puppies 6 to 20 weeks of age. Doberman Pinschers and Rottweilers
appear to acquire the infection more readily and experience more severe
symptoms. The reason for lower resistance in these breeds is unknown.
Transmission
Parvo disease is spread from dog to dog mainly
through exposure to contaminated feces. It is also spread through contact with
fomites (contaminated objects). Common fomites include hands, instruments,
clothing, food and water dishes, toys and bedding. Insects and rodents can also
provide a means for disease spread. The virus can remain on a dog's hair coat
and serve as a means of transmission long after recovery from clinical disease.
The incubation period, or period between exposure to the virus and the
appearance of symptoms, is usually 4-6 days. Because the disease may be
difficult for the shelter to detect during the incubation period, apparently
healthy animals with parvo may be adopted out only to become ill a few days
later in their new home, causing heartache for the shelter staff and the new
owners.
It is very important to know the shedding
pattern of parvovirus in order to design an effective management, diagnostic
and prevention strategy. Parvovirus can be shed in the feces 3-4 days after
infection with the virus, which is generally before clinical signs of illness
appear. The virus will also be shed in the feces for approximately 10-14 days
post-recovery from clinical signs of infection.
Sources of agent
The main source of the virus is the faeces of infected
dogs. The faeces of an infected dog can have a very high concentration of viral
particles. Susceptible dogs become infected by ingesting the virus.
Subsequently, the virus is carried to the intestine where it invades the
intestinal wall and causes inflammation.
AETIOLOGY
Classification Of The Causative Agent
Group: Group II (ssDNA), Family: Parvoviridae,
Subfamily: Parvovirinae, Genus: Protoparvovirus, Species : Canine parvovirus 2.
Resistance To Physical And Chemical Action
1. Temperature: All parvoviruses are extremely stable in high heat (56 - 60 °C).
2. pH: All
parvoviruses are extremely stable in low pH (the virus is able to withstand
wide pH ranges: 3 - 9).
3. Disinfectants: Sodium hypochlorite (a 1:32
dilution of household bleach - ½ cup bleach to 1 gallon of water) can
inactivate parvovirus. The bleach solution can be impaired by organic matter
and needs to have adequate exposure time and proper concentrations to work
effectively.
4.
Survival: All parvoviruses are extremely stable
and are resistant to adverse environmental influences. Exposure to ultraviolet
light can inactivate parvovirus.
DIAGNOSIS
Diagnosis is based on presenting clinical
signs and ELISA based in-house tests. PCR assays are available, but are not
usually required for clinical management of individual cases.
Clinical Signs
Clinical signs are very variable with puppies
the most severely affected. Mortality rates can be high. has an incubation period of 3 - 8 days. There
are two main clinical syndromes associated with canine parvovirus infection: enteric
form, and myocardial or heart form.
Intestinal form (Enteric form): Sudden
depression; Loss of appetite; Fever especially in puppies; vomiting and diarrhoea
(in up to 50% of cases, diarrhoea may be haemorrhagic); Rapid dehydration; Shock
and death (in acute cases); If the dog survives the enteritis and dehydration,
it becomes immune, but recovery may be slow.
Cardiac form (Myocardial form) or heart form:
The first form is associated with sudden death; The puppy appear normal, then
gasps, mucous membranes turn pale and then cyanotic, with death occurring in
about two hours due to acute non-suppurative myocarditis. The heart form is associated with congestive
heart failure. There is slower onset of clinical signs: Dyspnoea; Depression; Cough; Ascites; Death typically at 12–16 weeks of age.
Lesions
Gross necropsy lesions can include a thickened
and discolored intestinal wall; watery, mucoid, or hemorrhagic intestinal
contents; edema and congestion of abdominal and thoracic lymph nodes; thymic
atrophy; and, in the case of CPV myocarditis, pale streaks in the myocardium.
Histologically, intestinal lesions are characterized by multifocal necrosis of
the crypt epithelium, loss of crypt architecture, and villous blunting and
sloughing. Depletion of lymphoid tissue and cortical lymphocytes (Peyer's
patches, peripheral lymph nodes, mesenteric lymph nodes, thymus, spleen) and
bone marrow hypoplasia are also observed. Pulmonary edema, alveolitis, and
bacterial colonization of the lungs and liver may be seen in dogs that died of
complicating acute respiratory distress syndrome, systemic inflammatory
response syndrome, endotoxemia, or septicemia.
Differential Diagnosis
Differential diagnosis of Canine Parvovirus
enteric form:
Canine distemper; Infectious canine hepatitis;
Canine coronavirus; Salmonellosis; Campylobacteriosis; Haemorrhagic
gastro-enteritis; Poisonings.
Differential diagnosis of Canine Parvovirus
heart form:
Canine distemper; Infectious canine hepatitis;
Canine herpesvirus; Streptococcal infection; Congenital heart anomalies.
Laboratory Diagnosis
Not all cases of bloody diarrhea with or
without vomiting are caused by parvovirus and many sick puppies are
misdiagnosed as having 'parvo.' The only way to know if a dog has parvovirus is
through a positive diagnostic test.
Samples:
Faecal material should be collected from suspect
cases for attempted virus isolation and/or virus detection. At post-mortem,
fresh samples of mesenteric lymph nodes, tonsils, small intestine and
intestinal contents should be collected and forwarded chilled, on water ice or
frozen gel packs, to the laboratory. Serum samples from recovered or older
in-contact animals can be collected for serology. Serological Tests:
Serologic tests (titers) on blood serum are
not always diagnostic, as dogs may have high titers to parvovirus due to
previous vaccination or maternal antibodies. As antibody production against CPV
is rapid, by several days post-infection CPV titers will be high. Very high
titers in dogs that have been ill for several days, or titers rising quickly
over time, help demonstrate CPV infection.
The complete blood count (CBC) is important.
Different types of white blood cell lines are affected depending upon the stage
of CPV infection. In the first few days post-infection, a low white blood cell
count characterized by lymphopenia is common. A severe neutropenia can occur a
few days later, at the onset of intestinal cell damage. During recovery, a high
white cell count (leukocytosis) is common. Commercial ELISA for detection of antigen in
feces are widely available. Most clinically ill dogs shed large quantities of
virus in the feces. However, false-negative results can occur early in the
course of the disease (before peak viral shedding) and after the rapid decline
in viral shedding that tends to occur within 10–12 days of infection.
False-positive results can occur with 4–10 days of vaccination with modified
live CPV vaccine.
Identification Test Of The Agent:
Alternative methods of detecting CPV: PCR,
electron microscopy, and virus isolation.
PREVENTION AND CONTROL
Sanitary Prophylaxis
To limit environmental contamination and
spread to other susceptible animals, dogs with confirmed or suspected CPV
enteritis must be handled with strict isolation procedures (eg, isolation
housing, gowning and gloving of personnel, frequent and thorough cleaning,
etc). All surfaces should be cleaned with a solution of dilute bleach (1:30),
peroxygen, or an accelerated hydrogen peroxide disinfectant. The same solutions
may be used as foot baths to disinfect footwear.
Medical Prophylaxis
The treatment of parvovirus is fairly
straightforward and directed at supportive therapy. Replacing fluids lost
through vomiting and diarrhea is probably the single most important treatment.
Intravenous administration of a balanced electrolyte solution is preferred, but
in less severe cases, subcutaneous or oral fluids may be used. In severe cases,
blood transfusions may be necessary. Antibiotic therapy is usually given to
help control secondary bacterial infections. In those dogs who have severe
symptoms, antiserum against endotoxins may be given. Corticosteroids may be
given if the animal is in shock. In cases of severe vomiting, drugs to slow the
vomiting may also be used. After the intestinal symptoms begin to subside, a
broad spectrum de-worming agent is often used. Restricting the food during
periods of vomiting is also necessary and parenternal nutrition (providing
nutrients intravenously) may be necessary.
Undertaking the treatment of affected dogs
and puppies without professional veterinary care is very difficult. Even with
the best available care, the mortality of severely infected animals is high.
Without the correct amount of properly balanced intravenous fluids, the chance
of recovery in a severely stricken animal is very small.
To prevent and control CPV, vaccination with
a modified live vaccine is recommended at 6–8, 10–12, and 14–16 wk of age,
followed by a booster administered 1 yr later and then every 3 yr. Because of
potential damage by CPV to myocardial or cerebellar cells, inactivated rather
than modified live vaccines are indicated in pregnant dogs or
colostrum-deprived puppies vaccinated before 6–8 wk of age. The presence of
maternally acquired CPV antibodies may interfere with the effectiveness of
vaccination in puppies <8–10 wk old. Current modified live CPV vaccines are
sufficiently immunogenic to protect puppies from infection in the presence of
low levels of interfering maternal antibody.
*** By: Giyono Trisnadi, DVM. – From Many References
Tidak ada komentar:
Posting Komentar