Setahun yang lalu berita mengenai usulan revisi datang dari Senayan -
Sejumlah anggota Komisi IV DPR meminta agar Badan Karantina Pertanian
diperkuat, Nabiel Al Musawa dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS)
bahkan memunculkan usulan agar UU Karantina direvisi. "Kalau ingin
membantu Karantina, tentu perlu merevisi UU Karantina yang sudah sangat out of
date, tahun 1992. Saya pikir perlu
direvisi," kata politisi yang akrab disapa Habib. UU yang dimaksud Habib adalah UU Nomor 16
Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.
Sebelumnya, dalam rapat tersebut, Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini menyatakan, dari aspek kebijakan /prosedur, kendala yang dihadapi pihaknya adalah kebijakan importasi produk pangan belum harmonis. Lalu, ketentuan sanksi atas pelanggaran peraturan lemah atau belum operasional. Sumber informasi: Jurnal Parlemen/Dzikry Subhanie Rabu, 6 Maret 2013 16:48:07. Dari website: http://www.jurnalparlemen.com/view/1719/badan-karantina-perlu-diperkuat.html
Sebelumnya, dalam rapat tersebut, Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini menyatakan, dari aspek kebijakan /prosedur, kendala yang dihadapi pihaknya adalah kebijakan importasi produk pangan belum harmonis. Lalu, ketentuan sanksi atas pelanggaran peraturan lemah atau belum operasional. Sumber informasi: Jurnal Parlemen/Dzikry Subhanie Rabu, 6 Maret 2013 16:48:07. Dari website: http://www.jurnalparlemen.com/view/1719/badan-karantina-perlu-diperkuat.html
Sesungguhnya sudah lama usulan untuk dilakukan revisi terhadap UU No
16 th 1992 dilontarkan, dan bahkan secara resmi sudah sejak bulan Desember tahun 2006 Tim Analisis dan Evaluasi Hukum
Tentang Karantina Hewan, Ikan Dan Tumbuh-Tumbuhan UU No. 16 Tahun 1992 yang
merupakan penugasan dari Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum
dan HAM RI Nomor: G1-11.PR.09.03 Tahun 2006 menyimpulkan perlunya revisi UU
ini. Sumber informasi dari website:
http://www.tu.bphn.go.id/substantif/Data/ISI%20KEGIATAN%20TAHUN%202006/2aeKARANTINA.pdf
Oleh Tim evaluasi diatas hasil evaluasi terhadap UU No. 16/1992
tentang Karantina Hewan, Ikan,
dan Tumbuhan dapat disampaikan beberapa hal sebagai berikut:
a. bahwa ada beberapa ketentuan dalam UU No. 16/1992 tentang Karantina
Hewan, Ikan, dan Tumbuhan sudah tidak sesuai lagi dengan praktek-praktek
perkarantinaan modern.
b. bahwa prinsip-prinsip syarat dan tindakan karantina tumbuhan telah
banyak berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagaimana yang terdapat dalam amandemen IPPC tahun 1997. Sedangkan UU No.
16/1992 sampai sekarang belum pernah direvisi, hal ini mengakibatkan banyak
ketentuan-ketentuan di dalamnya yang sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan kebutuhan.
c. Beberapa perkembangan yang tidak ada dalam UU No. 16/1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, sementara dalam IPPC versi tahun 1997
perihal tersebut diatur sebagai berikut:
1) tindakan karantina dapat dilakukan di luar tempat
pemasukan/pengeluaran, karena apabila barang terlalu lama tertumpuk di tempat
pemasukan/pengeluaran akan memakan biaya yang besar.; 2) dengan kemajuan
teknologi informasi, apabila sistem karantina negara pengirim barang telah
diakui ekivalen dengan persyaratan karantina Indonesia, sertifikat dapat berupa
elektronik (electronic certificate) yang dikirim kepada otoritas kompeten
karantina Indonesia melalui media elektronik (electronic data interchange/
pertukaran data elektronik); 3) tindakan karantina tertentu, seperti misalnya
perlakuan fumigasi, dapat dilakukan oleh pihak swasta yang sudah diakreditasi,
ekivalen dengan tindakan karantina yang dilakukan oleh petugas karantina.
d. Di samping hal-hal tersebut di atas, perihal keamanan pangan yang
berupa standar, pedoman, dan rekomendasi dalam hubungan internasional
dirumuskan oleh CAC sebagai bagian dari perjanjian Application of SPS Measures,
di Indonesia diatur dalam UU No. 7/1996 tentang Pangan. Dalam UU No. 7/1996
tentang Pangan dan peraturan pelaksanaannya (antara lain PP No. 28/2004 tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan); otoritas kompetennya terdapat lebih dari satu
institusi sehingga pengelolaannya menjadi lamban dan tidak efisien. Dengan
kondisi yang ada pengawasan keamanan pangan, keamanan lingkungan, dan keamanan
pangan/pakan PRG di tempat-tempat pemasukan/pengeluaran maka hanya karantina
yang mempunyai kemampuan dan kewenangan dalam melakukan pemeriksaan keamanan
pangan minimal untuk pangan segar. Akan tetapi dalam UU No. 16/1992 belum
diatur mengenai pengintegrasian tindakan karantina yang terkait
aspek hama dan penyakit dengan aspek keamanan pangan dan keamanan
hayati.
e. Dalam UU No. 16/1992 juga belum memuat perihal pengawasan lalu
lintas antar negara dan antar area spesies asing invasif (invasive alien
species).
Diluar apakah penting gak penting revisi UU no 16 /1992 ini namun
dalam merevisi undang undang kita hendaknya harus taat azas. Asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan menurut pandangan Lon L. Fuller
(sumber:
http://ranggiwirasakti.blogspot.com/2012/11/asas-asas-pembentukan-undang-undang.html
BLOG Ranggi Wirasakti), yaitu:
a. peraturan harus berlaku juga bagi penguasa, harus ada kecocokan
antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaannya, kemudian dituangkan
dalam aturan-aturan yang berlaku umum; b. aturan-aturan yang telah dibuat harus
diumumkan kepada mereka yang menjadi obyek pengaturan aturan-aturan tersebut;
c. tidak boleh ada peraturan yang memiliki daya laku surut atau harus
non-retroaktif, karena dapat merusak integritas peraturan yang ditujukan untuk
berlaku bagi waktu yang akan datang; d. dirumuskan secara jelas dan mudah
dimengerti; e. tidak boleh mengandung aturan-aturan yang bertentangan satu sama
lain; f. tidak boleh mengandung beban yang melebihi apa yang dapat dilakukan;
g. tidak boleh terus-menerus diubah, sehingga menyebabkan seseorang kehilangan
orientasi; h. harus ada kecocokan atau konsistensi antara peraturan yang
dindangkan dengan pelaksanaan sehari-hari.
Menurut Montesquie dalam bukunya L’Espirit des lois menjelaskan, bahwa
dalam pembentukan perundang-undangan hal-hal yang dapat dijadikan asas-asas,
antara lain :
a. Gaya harus padat dan mudah; kalimat-kalimat bersifat kebesaran dan
retorikal hanya tambahan yang membingungkan; b. Istilah yang dipilih hendaknya
sebisa mungkin bersifat mutlak dan tidak relatif, dengan maksud meminimalisasi
kesempatan untuk perbedaan pendapat dari individu; c. Hukum hendaknya membatasi
diri pada hal-hal yang riil dan actual, menghindarkan sesuatu yang metaforik
dan hipotetik; d. Hukum hendaknya tidak halus, karena hukum dibentuk untuk
rakyat dengan pengertian yang sedang: bahasa hukum bukan latihan logika,
melainkan untuk pemahaman yang sederhana dari orang rata-rata; f. Hukum
hendaknya tidak meracukan pokok masalah dengan pengecualian, pembatasan atau
pengubahan kecuali hanya apabila benar-benar diperlukan; g. Hukum hendaknya
tidak bersifat argumentasi /dapat diperdebatkan adalah berbahaya merinci
alasan-alasan hukum, karena hal itu akan lebih menumbuhkan
pertentangan-pertentangan; h. Pembentukan hukum hendaknya dipertimbangkan
masak-masak dan mempunyai manfaat praktis dan hendaknya tidak menggoyahkan
sendi-sendi pertimbangan dasar, keadilan dan hakikat permasalahan; sebab hukum
yang lemah, tidak perlu dan tidak adil hanya akan membawa seluruh sistem
perundang-undangan kepada image yang buruk dan menggoyahkan kewibawaan negara.
Sedangkan menurut Erman Radjagukguk mengemukakan bahwa undang-undang
yang baik, merupakan undang-undang yang memenuhi unsur-unsur:
a. norma harus sesuai dengan perasaan hukum masyarakat; b. isinya
merupakan pesan yang dapat dimengerti masyarakat; c. adanya aturan implementasi;
d. harus ada sarana pelaksanaannya
e. harus sesuai/sinkron dengan undang-undang yang lain.
Bila dicermati ada beberapa hal yang peting yang perlu direnungkan
kembali dalam rangka revisi Undang Undang Karantina selain beberapa hal yang
telah disampaikan oleh tim Revisi dari Men Kum Ham adalah: 1. Taat asas; 2.
Sesuaikan terminologi; 3. Pemperkuat sarana dan prasarana dalam pelaksanaanya.
1. Taat asas. Taati seluruh asas dan prinsip pembuatan maupun revisi
Undang Undang dimaksud agar mudah dimengerti dan dapat dioperasionalkan dengan
mudah dan benar. Jangan merancukan diri dengan peraturan lain /jangan mengurusi
pekerjaan (domain) orang lain hanya karena ingin menaikan agaran belanja
(bugjed) misalnya.
2. Sesuaikan Terminologi. Terminologi dalam UU no 16 th 1992 yang
tidak sesuai dengan undang undang lain /dan atau tidak ilmiah, misalnya
Istilah: Penahanan, definisi hewan, definisi ikan dll. Sepantasnya untuk
diluruskan.
Penahanan. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) No 8
Tahun 1981. Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat
tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam
hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. /Terhadap orang.
Penahan terhadap barang dalam KUHAP menggunakan istilah penyitaan.
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau
menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud
atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan
dan peradilan.
Di dalam Peraturan Menteri Keuangan No 238/PMK.04/2009 tentang Bea
Cukai digunakan istilah Penegahan. Penegahan adalah tindakan yang dilakukan
oleh Pejabat Bea dan Cukai untuk: menunda pengeluaran, pemuatan, atau
pengangkutan terhadap barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait
dengan barang kena cukai; dan/ atau mencegah keberangkatan sarana pengangkut.
/Tidak menggunkan terminologi Penahanan, Istilah penegahan di sini bila
dicermati adalah kata lain dari penahanan terhadap barang.
Sedangkan Penahanan sesuai ayat 1 pasal 14 UU no 16 th 1992
pengertianya sebagai berikut: Terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan
karantina, hama dan penyakit ikan karantina, atau organisme pengganggu tumbuhan
karantina dilakukan penahanan apabila setelah dilakukan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11, ternyata persyaratan karantina untuk pemasukan ke
dalam atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik
Indonesia belum seluruhnya dipenuhi. /Kata penahan di sini tidak diterangkan
lebih lanjut.
Penggunaan istilah PENAHANAN dalam UU
no 16 tidak sinkron dengan istilah penahanan dalamUU maupun peraturan
lain sehingga bisa menimbulkan kerancuan. Dan perlu di teliti lebih mendalam
apakah ada istilah lain yang tidak sesuai dengan peraturan lain (UU No 18 tahun
2009 dll). Atau juga kemungkinan adanya istilah (hewan, ikan, bahan asal hewan,
hasil bahan asal hewan dll) yang definisinya tidak ilmiah atau perlu
disesuaikan dengan istilah di lembaga internasional seperti oie dan WHO
sehingga bisa berlaku secara universal.
3. Pemperkuat sarana dan prasarana dalam pelaksanaanya. Hendaknya
dalam revisi undang undang ini memasukkan sarana prasara karantina seperti:
a. Karantina seharusnya berhak memasukkan sarana pemeriksaan berupa
alat maupun bahan diagnosa terhadap seluruh penyakit hewan (baik penyakit hewan
golongan II maupun golongan I) dari negara lain. Ini untuk menjamin ketepatan
diagnosa oleh dokter hewan karantina, Jangan sampai dokter hewan karantina mendiagnosa
berdasarkan insting.
b. Perlunya Negara mewajibkan adanya kantor dan IKH/IKPH/IKT pada
pintu pintu masuk /pelabuhan.
c. Perlunya Negara Memiliki Pulau karantina.
d. Memperkuat ketentuan sangsi, sesuai apa yang telah disampaikan
Kepala Badan Karantina Kepada DPR seperti berita tersebut diatas.
e. dll
Sebenarnya tidak penting revisi UU ini bila hanya akan menambah rancu
dan menambah beban negara saja. Namun .. Revisi ... Yes, Bila dilandasi dengan niat baik
demi Petani Indonesia sekaligus demi seluruh masyarakat Indonesia tentunya...
Tapi masihkah ada yang berniat begitu...?
***Penulis: drh. Giyono Trisnadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar