Fowl kolera atau penyakit kolera unggas adalah penyakit yang serius,
penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida
yang bisa terjadi pada berbagai spesies unggas termasuk ayam, kalkun, dan
unggas air (urutan meningkat sesuai kerentanan). Penyakit ini bisa berjalan dari
septikemia akut, kronis sampai infeksi terlokaliser (karier), morbiditas dan mortalitas barangkali dapat
mencapai 100%.
EPIDEMIOLOGI
Kejadian Penyakit
Kejadian penyakit kolera unggas terdapat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, Australia dan juga USA (telah terjadi dari dulu sampai sekarang /berulang).
Hospes / Inang
EPIDEMIOLOGI
Kejadian Penyakit
Kejadian penyakit kolera unggas terdapat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, Australia dan juga USA (telah terjadi dari dulu sampai sekarang /berulang).
Hospes / Inang
Hospes Pasteurella multocida adalah ayam, kalkun, itik dan
angsa. Penyakit ini sangat rentan pada kalkun, jenis burung lainnya yang
dipelihara di penangkaran, serta spesies burung liar, juga dapat terkena
penyakit ini, beberapa mamalia domestik
juga rentan.
Penularan
Rute infeksi adalah mulut atau hidung dengan penularan
melalui leleran hidung, feses, tanah yang terkontaminasi, peralatan, dan
manusia.
Kondisi stres, seperti kepadatan penduduk, cuaca dingin, gudang yang tidak higienis dan ventilasi yang buruk, dapat memicu wabah. Burung, tikus, orang dan peralatan yang telah kontak dengan penyakit ini dapat membawa kolera unggas dalam kawanan /populasi /flock. Penyakit ini menyebar melalui hewan terinfeksi /kawanan melalui air minum yang terkontaminasi, kotoran dan leleran hidung.
Kondisi stres, seperti kepadatan penduduk, cuaca dingin, gudang yang tidak higienis dan ventilasi yang buruk, dapat memicu wabah. Burung, tikus, orang dan peralatan yang telah kontak dengan penyakit ini dapat membawa kolera unggas dalam kawanan /populasi /flock. Penyakit ini menyebar melalui hewan terinfeksi /kawanan melalui air minum yang terkontaminasi, kotoran dan leleran hidung.
Sumber Penyakit
Sumber penyakit adalah bangkai burung yang telah mati akibat
kolera unggas yang sangat menular.
Burung yang terinfeksi kronis dan pembawa (tanpa menunjukkan gejala) dianggap sumber utama infeksi. Burung liar dapat membawa organisme ke sekawanan unggas, tapi mamalia (termasuk tikus, babi, anjing, dan kucing) juga dapat menjadi pembawa penyakit. Namun, peran ini sebagai reservoir belum diselidiki secara menyeluruh. Penyebaran P multocida dalam kawanan dan antar kandang terutama dari leleran mulut, hidung, dan konjungtiva dari unggas sakit yang mencemari lingkungan. Selain itu, P multocida bertahan cukup lama untuk ditularkan melalui kotak telur terkontaminasi, karung pakan, sepatu, dan peralatan lainnya. Infeksi tampaknya tidak ditularkan melalui telur.
Burung yang terinfeksi kronis dan pembawa (tanpa menunjukkan gejala) dianggap sumber utama infeksi. Burung liar dapat membawa organisme ke sekawanan unggas, tapi mamalia (termasuk tikus, babi, anjing, dan kucing) juga dapat menjadi pembawa penyakit. Namun, peran ini sebagai reservoir belum diselidiki secara menyeluruh. Penyebaran P multocida dalam kawanan dan antar kandang terutama dari leleran mulut, hidung, dan konjungtiva dari unggas sakit yang mencemari lingkungan. Selain itu, P multocida bertahan cukup lama untuk ditularkan melalui kotak telur terkontaminasi, karung pakan, sepatu, dan peralatan lainnya. Infeksi tampaknya tidak ditularkan melalui telur.
ETIOLOGI
Klasifikasi Agen Penyebab Penyakit
Agen penyebab penyakit adalah Pasteurella multocida, ukuran
kecil, gram negatif, berbentuk batang nonmotile. P multocida dianggap sebagai
spesies tunggal meskipun mencakup tiga subspesies: multocida, septica, dan
gallicida. Subspesies multocida adalah penyebab paling umum dari penyakit ini,
tapi septica dan gallicida juga dapat menyebabkan penyakit seperti kolera.
Dalam isolat kultur segar atau jaringan, bakteri memiliki penampilan bipolar jika diwarnai dengan Wright’s stain. Meskipun P multocida dapat menginfeksi berbagai hewan, strain terisolasi dari hospes bukan unggas umumnya tidak menghasilkan kolera unggas.
Dalam isolat kultur segar atau jaringan, bakteri memiliki penampilan bipolar jika diwarnai dengan Wright’s stain. Meskipun P multocida dapat menginfeksi berbagai hewan, strain terisolasi dari hospes bukan unggas umumnya tidak menghasilkan kolera unggas.
Ketahanan Terhadap Tantangan Fisik Dan Kimia
1. Suhu: Penyakit ini tidak tahan oleh pemanasan, bahkan dengan mudah di inaktifkan oleh sinar matahari dan pengeringan.
2. pH: Tidak tahan dalam suasana
asam dan sensitif dengan suasana basa.1. Suhu: Penyakit ini tidak tahan oleh pemanasan, bahkan dengan mudah di inaktifkan oleh sinar matahari dan pengeringan.
3. Desinfektan: Bakteri ini dengan mudah dihancurkan oleh faktor lingkungan dan desinfektan.
4. Kelangsungan hidup: bertahan untuk waktu yang lama di dalam tanah, air, peralatan dan bisa tahan selama 30 hari.
DIAGNOSA
Masa inkubasi biasanya 5 - 8 hari, diagnosa dugaan dapat
dibuat berdasarkan temuan dari hasil nekropsi (bedah bangkai) dari perdarahan
petekie (titik) pada jaringan adiposa epicardial dan miokardium dengan nekrosis
fokal pada hati. Kematian mendadak dalam jumlah besar unggas air selama
bulan-bulan musim dingin (penghujan) lebih mendukung untuk diagnosa kolera unggas.
Diagnosa pasti didasarkan pada isolasi dan identifikasi P. multocida dari spesimen
segar darah jantung.
Gejala Klinis
Akut:
Kematian mendadak sering merupakan satu-satunya tanda
penyakit, namun gejala seperti demam, kehilangan nafsu makan, bulu rontok,
leleran (mukus) mulut, diare berair berwarna hijau dan kesulitan bernafas dapat
terlihat. Tanda lainnya termasuk sianosis (kebiruan atau ungu), dan
pembengkakan pada jengger dan pial. Burung yang bertahan hidup seringkali
menjadi kronis atau pulih, sementara yang lain mati setelah proses kekurusan
dan dehidrasi.
Pada kasus akut, masa inkubasinya hanya 2 – 3 hari. Mortalitas umumnya 5 % sampai 15 % pada tahap awal, meskipun biasanya mortalitasnya turun menjadi 2 sampai 5 % per bulan setelah penyakit menjadi kronis.
Pada kasus akut, masa inkubasinya hanya 2 – 3 hari. Mortalitas umumnya 5 % sampai 15 % pada tahap awal, meskipun biasanya mortalitasnya turun menjadi 2 sampai 5 % per bulan setelah penyakit menjadi kronis.
Kronis:
Penyakit kronis seringkali merupakan hasil bagian dari masa
pemulihan karena infeksi organisme penyebab yang bervirulensi rendah.
Tanda-tanda meliputi pembengkakan lokal
pada sendi, telapak kaki, mata dan tenggorokan. Burung yang sembuh
mungkin tetap sebagai karier.
Burung yang terinfeksi kronis mungkin mati, tetap terinfeksi untuk jangka panjang atau sembuh. Pada kawanan /flock mempunyai kemungkinan /persentase yang tinggi menjadi pembawa kolera unggas, sementara itu hewan menunjukkan keadaan normal.
Burung yang terinfeksi kronis mungkin mati, tetap terinfeksi untuk jangka panjang atau sembuh. Pada kawanan /flock mempunyai kemungkinan /persentase yang tinggi menjadi pembawa kolera unggas, sementara itu hewan menunjukkan keadaan normal.
Lesi
Akut:
Organisme terdapat di seluruh tubuh dan aliran darah
(septicaemia). Ini ditunjukkan oleh adanya kongesti di organ-organ internal,
otot dan kulit.
Kronis:
Terjadi Kongesti, hemoragi di paru-paru, jantung, lemak dan
usus. Hati mengalami kebengkakan dan berwarna
merah gelap, dan mungkin terdapat bintik-bintik putih (spot) pada permukaannya.
Pada kasus kronis, material seperti keju ditemukan dalam rongga perut. Hewan
karier kronis mungkin terjadi kebengkakan pada pial dan wajah. Didalam rongga
perut kadang kadang ditemukan kerusakan /guguran kuning telur.
Diagnosa Banding
- Chronic respiratory disease (CRD).
- Coryza (Snot).
- Heat stroke.
- Avian influenza (fowl plague).
- Newcastle disease (ND).
- fowl typhoid (Salmonella gallinarum).
Diagnosa Laboratorium
Sampel:
Spesimen darah segar (dari jantung), isi perut (misalnya hati).
Identifikasi Agen Penyakit:
P multocida harus diisolasi, dikarakterisasi , dan
diidentifikasi untuk konfirmasi . Isolasi primer dapat dicapai dengan
menggunakan media seperti agar darah , dextrose starch agar, or trypticase soy
agar. Isolasi mungkin dapat ditingkatkan dengan penambahan 5 % panas serum
inaktif. P multocida dapat segera diisolasi dari isi perut burung mati akibat
kolera unggas yang perakut /akut, sedangkan isolasi dari lesi supuratif dari
unggas yang terkena kolera unggas yang kronis mungkin lebih sulit . Pada
nekropsi , mikroorganisme bipolar dapat ditunjukkan oleh penggunaan pewarnaan
Wright atau Giemsa yang diperoleh dari hati dalam kasus kolera akut.
PCR telah digunakan untuk mendeteksi P multocida pada kultur murni, campuran dan sampel klinis . Metode ini barangkali membantu mengidentifikasi hewan karier dalam kawanan /flock . Namun, spesifisitas dan sensitivitas PCR harus ditingkatkan . P multocida dapat di bagi dalam subgroup oleh antigen serogrup kapsul menjadi lima jenis kapsul ( A , B , D , E , dan F ) dan ke dalam 16 serotipe somatik .
PCR telah digunakan untuk mendeteksi P multocida pada kultur murni, campuran dan sampel klinis . Metode ini barangkali membantu mengidentifikasi hewan karier dalam kawanan /flock . Namun, spesifisitas dan sensitivitas PCR harus ditingkatkan . P multocida dapat di bagi dalam subgroup oleh antigen serogrup kapsul menjadi lima jenis kapsul ( A , B , D , E , dan F ) dan ke dalam 16 serotipe somatik .
Tes Serologis:
Pengujian secara serologis dapat dilakukan dengan rapid
whole blood agglutination, serum plate agglutination, agar diffusion tests, dan
ELISA. Serologi dapat digunakan untuk mengevaluasi respon vaksin tetapi
memiliki nilai yang sangat terbatas untuk tujuan diagnosa.
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
Pencegahan Dengan Sanitasi
Seharusnya pemasukan unggas baru dilihat dari reputasinya
kandang asal ayam, sumber bebas penyakit. Pembelian unggas karena promosi harus
dilihat /diperiksa apakah ada tanda-tanda unggas yang sakit atau mati, harus dilakukan
dengan hati-hati.
Kontrol yang ketat terhadap masuknya peti telur, karung pakan, peralatan peternakan, alat dan bahan keperluan personil dengan memberi perlakuan (desinfeksi) untuk mencegah infeksi kolera unggas. Selain itu, hewan liar (tikus, burung liar dll) harus dikontrol. Hanya anak ayam usia sehari dan telur fertil dapat dibawa masuk dengan aman ke peternakan.
Pemusnahan reservoir Pasteurella multocida (seperti tikus, tikus, kucing, musang, sigung /skunk, dll) yang bersinggungan dengan unggas peliharaan ataupun unggas komersial adalah salah satu langkah manajemen yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit ini, tetapi juga jangan melupakan praktek biosecurity.
Kontrol yang ketat terhadap masuknya peti telur, karung pakan, peralatan peternakan, alat dan bahan keperluan personil dengan memberi perlakuan (desinfeksi) untuk mencegah infeksi kolera unggas. Selain itu, hewan liar (tikus, burung liar dll) harus dikontrol. Hanya anak ayam usia sehari dan telur fertil dapat dibawa masuk dengan aman ke peternakan.
Pemusnahan reservoir Pasteurella multocida (seperti tikus, tikus, kucing, musang, sigung /skunk, dll) yang bersinggungan dengan unggas peliharaan ataupun unggas komersial adalah salah satu langkah manajemen yang paling efektif untuk mengendalikan penyakit ini, tetapi juga jangan melupakan praktek biosecurity.
Pengobatan dan Pencegahan Secara Medis
Pengobatan pada wabah
kolera unggas tidak disarankan dilakukan, tetapi ketika pengobatan individual
ingin dilakukan, pemberian chlortetracycline , oxytetracycline dan
Sulfaquinoxaline dalam pakan atau air telah terbukti efektif.
Pengobatan biasanya dengan Sulfonamid dan antibiotik, adalah penting untuk melakukan pengobatan dini dengan dosis yang memadai. Pengujian sensitivitas sering membantu dalam pemilihan obat dan penting mengingat munculnya strain multiresisten . Pemberian Natrium Sulfaquinoxaline dalam pakan atau air biasanya menurunkan angka kematian , seperti halnya sulfamethazine dan sulfadimethoxine. Penggunaan preparat sulfas harus digunakan dengan hati-hati pada peternakan karena potensi toksisitasnya. Pemberian antibiotik tetrasiklin kadar tinggi dalam pakan ( 0,04 % ) , air minum , atau diberikan parenteral mungkin berguna . Pemberian Norfloxacin melalui air minum juga efektif terhadap unggas terinfeksi kolera. Banyak negara tidak mengizinkan penggunaan kuinolon pada hewan, termasuk unggas , karena risiko dari perkembangan resistensi bakteri terhadaop obat . Pemakaian obat penisilin sering efektif untuk unggas terinfeksi Fowl cholera yang resisten terhadap preparati sulfa. Pengobatan pada bebek terinfeksi efektif dengan injeksi gabungan streptomisin dan dihydrostreptomycin.
Vaksin Pasteurella multocida live and inactivated dapat dipakai pada ayam. Vaksin autogenous juga sering digunakan . Kombinasi inactivated and live dapat mengurangi kejadian penyakit kolera unggas di peternakan. Karena klera unggas lebih banyak menyerang unggas dewasa, ayam broiler tidak biasanya divaksin.
Pengobatan biasanya dengan Sulfonamid dan antibiotik, adalah penting untuk melakukan pengobatan dini dengan dosis yang memadai. Pengujian sensitivitas sering membantu dalam pemilihan obat dan penting mengingat munculnya strain multiresisten . Pemberian Natrium Sulfaquinoxaline dalam pakan atau air biasanya menurunkan angka kematian , seperti halnya sulfamethazine dan sulfadimethoxine. Penggunaan preparat sulfas harus digunakan dengan hati-hati pada peternakan karena potensi toksisitasnya. Pemberian antibiotik tetrasiklin kadar tinggi dalam pakan ( 0,04 % ) , air minum , atau diberikan parenteral mungkin berguna . Pemberian Norfloxacin melalui air minum juga efektif terhadap unggas terinfeksi kolera. Banyak negara tidak mengizinkan penggunaan kuinolon pada hewan, termasuk unggas , karena risiko dari perkembangan resistensi bakteri terhadaop obat . Pemakaian obat penisilin sering efektif untuk unggas terinfeksi Fowl cholera yang resisten terhadap preparati sulfa. Pengobatan pada bebek terinfeksi efektif dengan injeksi gabungan streptomisin dan dihydrostreptomycin.
Vaksin Pasteurella multocida live and inactivated dapat dipakai pada ayam. Vaksin autogenous juga sering digunakan . Kombinasi inactivated and live dapat mengurangi kejadian penyakit kolera unggas di peternakan. Karena klera unggas lebih banyak menyerang unggas dewasa, ayam broiler tidak biasanya divaksin.
*** Penulis: drh. Giyono Trisnadi – Dari berbagai sumber.
English Version
FOWL CHOLERA
Fowl Cholera is a serious, highly contagious disease caused
by the bacterium Pasteurella multocida in a range of avian species including
chickens, turkeys, and water fowl, (increasing order of susceptibility). The
disease can range from acute septicaemia to chronic and localised infections
and the morbidity and mortality may be up to 100%.
EPIDEMIOLOGY
Occurrence
The occurance of fowl cholera is in worldwide, include in Indonesia, Australia aand also USA have occured, from past until now.
Hosts
Chickens, turkeys, ducks, and geese. The disease is particularly severe in turkeys. Other bird species raised in captivity, as well as wild avian species, may also develop clinical disease. Some domestic mammals are also susceptible.
Transmission
The route of infection is oral or nasal with transmission via nasal exudate, faeces, contaminated soil, equipment, and people.
EPIDEMIOLOGY
Occurrence
The occurance of fowl cholera is in worldwide, include in Indonesia, Australia aand also USA have occured, from past until now.
Hosts
Chickens, turkeys, ducks, and geese. The disease is particularly severe in turkeys. Other bird species raised in captivity, as well as wild avian species, may also develop clinical disease. Some domestic mammals are also susceptible.
Transmission
The route of infection is oral or nasal with transmission via nasal exudate, faeces, contaminated soil, equipment, and people.
Stress conditions, such as overcrowding, cold weather,
unhygienic sheds and poor ventilation, can trigger an outbreak. Birds, rats,
people and equipment that have been in contact with the disease can introduce
fowl cholera into a flock. It spreads through the flock via contaminated
drinking water, droppings and nasal discharges.
Sources of virus
Carcasses of birds that have died from fowl cholera are highly infectious.
Sources of virus
Carcasses of birds that have died from fowl cholera are highly infectious.
Chronically infected birds and asymptomatic carriers are
considered to be major sources of infection. Wild birds may introduce the
organism into a poultry flock, but mammals (including rodents, pigs, dogs, and
cats) may also carry the infection. However, the role of these as a reservoir
has not been thoroughly investigated. Dissemination of P multocida within a
flock and between houses is primarily by excretions from the mouth, nose, and
conjunctiva of diseased birds that contaminate their environment. In addition,
P multocida survives long enough to be spread by contaminated crates, feed
bags, shoes, and other equipment. The infection does not seem to be
egg-transmitted.
AETIOLOGY
Classification Of The Causative Agent
Pasteurella multocida, the causal agent, is a small, gram-negative, nonmotile rod with a capsule. P multocida is considered a single species although it includes three subspecies: multocida, septica, and gallicida. Subspecies multocida is the most common cause of disease, but septica and gallicida may also cause cholera-like disease.
In freshly isolated cultures or in tissues, the bacteria have a bipolar appearance when stained with Wright's stain. Although P multocida may infect a wide variety of animals, strains isolated from nonavian hosts generally do not produce fowl cholera.
Resistance To Physical And Chemical Action
1. Temperature: It is not resistant by heating, even easily inaktifated by sunlight and drying.
2. pH: It is not resintant in acid
and sensitif with alkali.AETIOLOGY
Classification Of The Causative Agent
Pasteurella multocida, the causal agent, is a small, gram-negative, nonmotile rod with a capsule. P multocida is considered a single species although it includes three subspecies: multocida, septica, and gallicida. Subspecies multocida is the most common cause of disease, but septica and gallicida may also cause cholera-like disease.
In freshly isolated cultures or in tissues, the bacteria have a bipolar appearance when stained with Wright's stain. Although P multocida may infect a wide variety of animals, strains isolated from nonavian hosts generally do not produce fowl cholera.
Resistance To Physical And Chemical Action
1. Temperature: It is not resistant by heating, even easily inaktifated by sunlight and drying.
3. Disinfectants: The bacterium is easily destroyed by environmental factors and disinfectants.
4. Survival: persist for prolonged periods in soil, water, equipment maximum is 30 days
DIAGNOSIS
The incubation period is usually 5-8 days. Presumptive diagnosis can be made based on the necropsy findings of petechial hemorrhages in the epicardial adipose tissue and myocardium with focal necrosis in the liver. Sudden death of large numbers of waterfowl during the winter months is further support for a diagnosis of fowl cholera. Definitive diagnosis is based on the isolation and identification of P. multocida from the heart blood of a fresh specimen.
Sign
The incubation period is usually 5-8 days. Presumptive diagnosis can be made based on the necropsy findings of petechial hemorrhages in the epicardial adipose tissue and myocardium with focal necrosis in the liver. Sudden death of large numbers of waterfowl during the winter months is further support for a diagnosis of fowl cholera. Definitive diagnosis is based on the isolation and identification of P. multocida from the heart blood of a fresh specimen.
Sign
Acute:
Sudden death is often the only sign. However, fever, loss of appetite, ruffled feathers, mucous discharge from the mouth, green watery diarrhoea and respiratory difficulty may be visible. Other signs include cyanosis (bluish or purple discolouration), and swelling of the comb and wattles. Birds that survive either become chronically infected or recover, while others die through emaciation and dehydration.
In acute cases, the incubation period is as short as two to three days. Mortality of 5 to 15 per cent is fairly common in the early stages, though this drops off to 2 to 5 per cent a month once the disease becomes chronic.
Chronic:
Chronic disease may result following partial recovery or infection of organisms of low virulence. Signs include localised swelling in the joints, foot pad, eyes and throat. Birds that recover may remain carriers.
Chronically infected birds may die, remain infected for long periods or recover. A high percentage of a flock in which fowl cholera occurs become carriers while appearing normal.
Lesions
Acute:
The organisms are present throughout the body and bloodstream (septicaemia). This shows as congestion in the internal organs, muscle and skin.
Chronic:
As well as congestion, haemorrhages occur in the lungs, heart, fat and intestines. The liver is swollen and dark red, and may have pinhead white spots on its surface. In chronic cases, cheesy material is found in the abdominal cavity. Chronic carriers may have swollen wattles and faces. Ruptured yolks may be found in the abdomen.
Differential Diagnosis
Sudden death is often the only sign. However, fever, loss of appetite, ruffled feathers, mucous discharge from the mouth, green watery diarrhoea and respiratory difficulty may be visible. Other signs include cyanosis (bluish or purple discolouration), and swelling of the comb and wattles. Birds that survive either become chronically infected or recover, while others die through emaciation and dehydration.
In acute cases, the incubation period is as short as two to three days. Mortality of 5 to 15 per cent is fairly common in the early stages, though this drops off to 2 to 5 per cent a month once the disease becomes chronic.
Chronic:
Chronic disease may result following partial recovery or infection of organisms of low virulence. Signs include localised swelling in the joints, foot pad, eyes and throat. Birds that recover may remain carriers.
Chronically infected birds may die, remain infected for long periods or recover. A high percentage of a flock in which fowl cholera occurs become carriers while appearing normal.
Lesions
Acute:
The organisms are present throughout the body and bloodstream (septicaemia). This shows as congestion in the internal organs, muscle and skin.
Chronic:
As well as congestion, haemorrhages occur in the lungs, heart, fat and intestines. The liver is swollen and dark red, and may have pinhead white spots on its surface. In chronic cases, cheesy material is found in the abdominal cavity. Chronic carriers may have swollen wattles and faces. Ruptured yolks may be found in the abdomen.
Differential Diagnosis
- Chronic respiratory disease
- Coryza
- Heat stroke
- Avian influenza (fowl plague)
- Newcastle disease
- fowl typhoid (Salmonella gallinarum).
Laboratory Diagnosis
Samples:
Heart blood of a fresh specimen.
Procedures Identification Test Of The Agent:
P multocida should be isolated, characterized, and identified for confirmation. Primary isolation can be accomplished using media such as blood agar, dextrose starch agar, or trypticase soy agar. Isolation may be improved by the addition of 5% heat-inactivated serum. P multocida can be readily isolated from viscera of birds dying from peracute/acute fowl cholera, whereas isolation from suppurative lesions of chronic cholera may be more difficult. At necropsy, bipolar microorganisms may be demonstrated by the use of Wright's or Giemsa stain of impression smears obtained from the liver in the case of acute cholera. In addition, immunofluorescent microscopy and in situ hybridization have been used to identify P multocida in infected tissues and exudates.
PCR has been used for the detection of P multocida in pure and mixed cultures and clinical samples. This method may help identify carrier animals within flocks. However, the specificity and sensitivity of the PCR must be improved. P multocida can be subgrouped by capsule serogroup antigens into five capsular types (A, B, D, E, and F) and into 16 somatic serotypes.
Serological Tests:
Serologic testing can be done by rapid whole blood agglutination, serum plate agglutination, agar diffusion tests, and ELISA. Serology may be used to evaluate vaccine responses but has very limited value for diagnostic purposes.
PREVENTION AND CONTROL
Sanitary Prophylaxis
Healthy poultry should always be introduced from a reputable, disease-free source. The purchase of poultry from a premise with any sign of sick or dead birds should be treated with caution.
Strict control on the entry of crates, feed bags, poultry equipment and personnel is necessary to exclude infection with fowl cholera. Additionally, rodents must be controlled and free-flying birds excluded. Only day-old chicks and fertile eggs can be brought safely onto the property.
The elimination of reservoirs of Pasteurella multocida (such as rats, mice, cats, raccoons, skunks, etc.) in contact with domesticated and commercial poultry is one of the most effective management procedures to control the disease, but do not forget biosecurity practice.
Medical Prophylaxis
Treatment of fowl cholera outbreaks in waterfowl is not practical, but when individual treatment is applicable, chlortetracycline, oxytetracycline and sulfaquinoxaline in the feed or water have been shown to be effective.
Sulfonamides and antibiotics are commonly used; early treatment and adequate dosages are important. Sensitivity testing often aids in drug selection and is important because of the emergence of multiresistant strains. Sulfaquinoxaline sodium in feed or water usually controls mortality, as do sulfamethazine and sulfadimethoxine. Sulfas should be used with caution in breeders because of potential toxicity. High levels of tetracycline antibiotics in the feed (0.04%), drinking water, or administered parenterally may be useful. Norfloxacin administered via drinking water is also effective against fowl cholera. However, many countries do not allow the use of quinolones in food-producing animals, including poultry, because of the risk of the development of drug resistance. Penicillin is often effective for sulfa-resistant infections. In ducks, a combined injection of streptomycin and dihydrostreptomycin can be effective.
Both live and inactivated Pasteurella multocida vaccines are available for use in chickens. Autogenous vaccines are also commonly used. A combination of inactivated and live vaccines can reduce the incidence of fowl cholera in susceptible broiler breeder flocks. Since FC is primarily a disease of older birds, broilers are not commonly vaccinated.
Samples:
Heart blood of a fresh specimen.
Procedures Identification Test Of The Agent:
P multocida should be isolated, characterized, and identified for confirmation. Primary isolation can be accomplished using media such as blood agar, dextrose starch agar, or trypticase soy agar. Isolation may be improved by the addition of 5% heat-inactivated serum. P multocida can be readily isolated from viscera of birds dying from peracute/acute fowl cholera, whereas isolation from suppurative lesions of chronic cholera may be more difficult. At necropsy, bipolar microorganisms may be demonstrated by the use of Wright's or Giemsa stain of impression smears obtained from the liver in the case of acute cholera. In addition, immunofluorescent microscopy and in situ hybridization have been used to identify P multocida in infected tissues and exudates.
PCR has been used for the detection of P multocida in pure and mixed cultures and clinical samples. This method may help identify carrier animals within flocks. However, the specificity and sensitivity of the PCR must be improved. P multocida can be subgrouped by capsule serogroup antigens into five capsular types (A, B, D, E, and F) and into 16 somatic serotypes.
Serological Tests:
Serologic testing can be done by rapid whole blood agglutination, serum plate agglutination, agar diffusion tests, and ELISA. Serology may be used to evaluate vaccine responses but has very limited value for diagnostic purposes.
PREVENTION AND CONTROL
Sanitary Prophylaxis
Healthy poultry should always be introduced from a reputable, disease-free source. The purchase of poultry from a premise with any sign of sick or dead birds should be treated with caution.
Strict control on the entry of crates, feed bags, poultry equipment and personnel is necessary to exclude infection with fowl cholera. Additionally, rodents must be controlled and free-flying birds excluded. Only day-old chicks and fertile eggs can be brought safely onto the property.
The elimination of reservoirs of Pasteurella multocida (such as rats, mice, cats, raccoons, skunks, etc.) in contact with domesticated and commercial poultry is one of the most effective management procedures to control the disease, but do not forget biosecurity practice.
Medical Prophylaxis
Treatment of fowl cholera outbreaks in waterfowl is not practical, but when individual treatment is applicable, chlortetracycline, oxytetracycline and sulfaquinoxaline in the feed or water have been shown to be effective.
Sulfonamides and antibiotics are commonly used; early treatment and adequate dosages are important. Sensitivity testing often aids in drug selection and is important because of the emergence of multiresistant strains. Sulfaquinoxaline sodium in feed or water usually controls mortality, as do sulfamethazine and sulfadimethoxine. Sulfas should be used with caution in breeders because of potential toxicity. High levels of tetracycline antibiotics in the feed (0.04%), drinking water, or administered parenterally may be useful. Norfloxacin administered via drinking water is also effective against fowl cholera. However, many countries do not allow the use of quinolones in food-producing animals, including poultry, because of the risk of the development of drug resistance. Penicillin is often effective for sulfa-resistant infections. In ducks, a combined injection of streptomycin and dihydrostreptomycin can be effective.
Both live and inactivated Pasteurella multocida vaccines are available for use in chickens. Autogenous vaccines are also commonly used. A combination of inactivated and live vaccines can reduce the incidence of fowl cholera in susceptible broiler breeder flocks. Since FC is primarily a disease of older birds, broilers are not commonly vaccinated.
Created by: Giyono Trisnadi, DVM - From Many Refferrences
Tidak ada komentar:
Posting Komentar