Dari beberapa pemberitaan terakhir, setelah gonjang ganjing
kasus suap impor daging sapi terkesan bahwa untuk pencapaian swasembada daging
sapi 2014 Kementerian Pertanian dalam hal ini Direktur Jenderal Peternakan hanya melalui program KUPS (Kredit Usaha
Pembibitan Sapi) dalam menambah populasi sapi, penyelamatan betina produktif
dan Pengaturan Importasi sapi dan daging sapi melalui pembatasan (Kuota) impor.
Sedangkan informasi terkait swasembada daging sapi dari BPK yang diumumkan tgl 10 April 2013, Hasil
pemeriksaan BPK atas Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) Kementerian
Pertanian Tahun 2010 s/d 2012 beberapa diantaranya menyebutkan bahwa pencegahan penyembelihan sapi betina
produktif yang tidak efektif, pelaksanaan
kegiatan PSDS yang pendanaannya melalui sistem bantuan sosial tidak efektif dan
pengendalian impor lemah.
Adalah konyol bila untuk mencapai swasembada daging sapi yang
dilakukan oleh Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian hanya melalui pemberian kredit
lunak dan pengaturan impor saja. Swasembada daging sapi tidak akan pernah
terjadi tanpa dukungan dari masyarakat dan instansi lain (Apa urusan pemerintah?
dan apa urusan masyarakat /peternak?). Sesungguhnya perlu sesuatu yang lain yang bisa mendorong peternak untuk bersemangat
meningkatkan hasilnya, dan ini tentu saja dengan sendirinya akan menuju ke arah
swasembada daging sapi. Apakah sesuatu itu..., yang perlu dilakukan oleh
pemerintah (Urusan pemerintah) untuk mencapai swasembada daging sapi sesuai dengan
fungsi bahwa pemerintah adalah fasilitator dan regulator?
1. Meningkatkan jumlah populasi sapi.
- Untuk meningkatkan jumlah populasi sapi bagi peternak lokal /tradisional perlu adanya fasilitasi dari pemerintah agar mengairahkan usaha peternakan berupa: i. penyuluhan peternakan sapi. ii. Subsidi dari pemerintah berupa: Inseminasi buatan (IB) gratis, vaccinasi gratis dan pengobatan gratis bagi sapi yang sakit. Sesungguhnya peternak sapi tradisional tidak memerlukan kredit lunak karena sesungguhnya bagi mereka beternak hanyalah usaha sampingan sebagai petani. Sisa hasil pertanian mereka berupa jerami dan rumput pengganggu pertanian adalah pakan sapi mereka, tentu saja jumlah pakannya terbatas sehingga jumlah sapi mereka juga akan mereka batasi sesuai dengan jumlah perkiraan sisa hasil pertanian mereka dan tenaga mereka (hanya 2 – 4 ekor saja). Jadi apabila diberikan kredit hanya akan menambah beban mereka saja, yang diperlukan adalah subsidi dari pemerintah berupa IB, Vaccinasi dan pengobatan gratis bagi ternaknya.
- Pemberian kredit lunak bagi peternak sapi lokal yang akan mengembangkan usahanya. Adalah suatu upaya /fasilitasi yang juga bisa diberikan untuk meningkatkan populasi sapi. Namun hal ini diperlukan seleksi dan persyaratan yang ketat agar tidak ada kegagalan sesuai dengan tujuan pemberian kredit lunak ini. Persyaratan antara lain berupa kompetensi, pengalaman dan fasilitas yang dimiliki para calon penerima kredit harus diisyaratkan.
- Untuk meningkatkan jumlah sapi pada peternak modern pemerintah hendaknnya mempermudah masyarakat atau importir untuk memasukkan induk sapi betina bunting (betina produktif komersil minimal bunting 70 %). Peternakan komersil seharusnya tidak dibebani untuk memasukkan sapi bibit karena harganya mahal sehingga nilainya tidak ekonomis untuk berusaha di bidang peternakan, kecuali peternak ini sendiri yang menginginkannya. Pengembangan sapi bibit semestinya menjadi tugas pemerintah dalam rangka pemuliaan hewan, sekaligus sebagai penyediaan seperma untuk Inseminasi Buatan untuk peternak kecil /lokal.
- Mempermudah dan mempersingkat pemberian ijin usaha bagi peternakan sapi baik besar maupun kecil. Pemerintah sebaiknya secara aktif (Menjemput bola) memberikan perijinan peternakan secara otomatis bagi peternak kecil yang bertumbuh yang sudah memenuhi syarat sebagai suatu usaha peternakan. Dengan membina peternak kecil sehingga menjadi besar dan memenuhi syarat untuk mendapatkan ijin sebagai peternakan. Bagi pemodal besar yang akan beternak sebaiknya dipermudah dan dipersingkat perijinannya agar masalah perijinan tidak menjadi penghambat pemodal untuk membuka usahanya di bidang peternakan sapi. Jangan salah, bisa jadi peternak berpikiran bahwa pemerintah itu tidak berperan sebagai faktor yang bisa meningkatkan usaha peternakan mereka bahkan ada kalanya peternak itu berfikir bahwa pemerintah itu malah menghambat atau mengganggu usaha mereka (merecokin).
- Pemerintah seharusnya bisa memfasilitasi lahan peternakan terhadap pemodal besar, yang akan berinfestasi dibidang peternakan sapi. (Di luar pulau Jawa masih banyak lahan yang belum tergarap dengan intensif yang bisa digunakan untuk mengembangkan peternakan sapi. Selain itu banyak perkebunan seperti perkebunan kelapa sawit yang bisa sekaligus dimanfaatkan untuk ternak sapi dll).
- Membuat fasilitas untuk mempermudah dan mempercepat proses transportasi antar pulau, impor - ekspor sapi /daging sapi agar efisien pelaksanaanya. Sebagai contoh pembuatan Instalasi karantina hewan berupa Instalasi Pemeriksaan maupun pengasingan di setiap pelabuhan impor - ekspor. Pembuatan Alat transportasi sapi atar pulau yang sehat, pasar sapi yang baik dll. Sehingga mempermudah masyarakat dalam hal jual beli sapi sehingga peternakan sapi menjadi lebih menarik.
2. Ketetapan sistem peternakan sapi
(Tradisional /lokal maupun besar /modern).
Jumlah
sapi potong tahun 2011 menurut BPS adalah 14.824 juta ekor. Sedangkan jumlah
sapi yang dipelihara rumah tangga /lokal /peternak tradisional adalah 14.52
juta ekor. Sisanya 304.000 ekor adalah peternakan besar. Tidak bisa dipungkiri
bahwa peternakan sapi kita berbasis peternakan
lokal /tradisional. Pada sebagian besar peternak sapi kita, sapi biasanya
diikat satu persatu di kandang dan makanannya dicarikan dari sisa hasil
pertanian maupun rumput pengganggu tanaman pertanian (pengeluaran pakan = Rp
0,-). Ada juga sebagian peternak yang beternak sapi dengan digembalakan pagi -
sore dan diberi pakan rumput sebagai tambahan pada saat di kandang (pengeluaran
pakan = Rp 0,-). Namun ada juga walaupun ini hanya
sebagian kecil peternak di daerah timur adalah dengan sistem diilepas di padang
yang terbatas kemudian dipanen bila saatnya tiba (pengeluaran pakan = Rp 0,-).
Adalah bukan hal yang mudah apabila pemerintah akan menambah populasi pada
peternak sapi lokal karena ketersediaan pakan terhadap sapi mereka
terbatas. Penambahan populasi berarti
penambahan pakan = pengluaran biaya /uang... bisa jadi kerugian yang didapat.
Pada peternakan besar /modern di Indonesia,
sapi di ternakkan dengan menejemen peternakan dan menejemen kesehatan yang
modern. Sapi di tempatkan dalam kandang
dan dicukupi semua kebutuhannya agar dihasilkan pertumbuhan yang maksimal dan
dipotong atau dijual pada saat yang tepat sehingga memperoleh hasil yang
optimal. Peternakan ini hampir sebagian besar pembiayaan pengeluarannya adalah
untuk kebutuhan pakan (onggok, bekatul, bungkil kedele, bungkel kelapa, ampas
kecap, ampas tahu, tetes tebu, dll) dan suplement dalam pakannya. Selama ini
peternak besar ini mendapat sapi bakalan impor dari Australia. Sistem
peternakan besar di Indonesia berbeda dari peternakan sapi di australia yang
mengunakan sistem ranch yang hampir menihilkan biaya pakan dan tenaga. Sehingga
sangat effisien dan membuat harga nya murah.
Dari
uraian ini dapat dikatakan bahwa peternakan lokal adalah sumber dari daging
sapi paling utama, namun tidak mudah
dikembangkan. Kemudian sebagai penyangga
sumber daging sapi adalah peternakan modern, semestinya bisa dikembangkan. Dan
sebagai tambahan adalah daging sapi impor, dapat dilakukan
apabila dalam negeri kekurangan atau untuk daging untuk keperluan tertentu
(sirloin, tender loin, knucle dll). Dengan demikian sudah jelas tinggal
ditetapkan siapa mengerjakan apa, apa hak dan kewajiban masing masing antara
peternak lokal – peternak modern – pemerintah.
3. Mengatur Impor (daging sapi maupun
sapi).
Pengaturan
impor daging sapi sekarang sepertinya hanyalah dengan cara memperpanjang
birokrasi dan mengatur jumlah kuota saja. Ini tentu saja suatu langkah yang
keliru, agar effisien tentu saja jalur birokrasi harus diperpendek. Untuk
memperpendek jalur birokrasi sebaiknya kementerian pertanian melalui Dirjen Peternakan
tidak perlu memberikan rekomendasi pemasukan untuk setiap perijinan dari setiap
perusahaan tetapi yang diperlukan adalah cukup membuat daftar (list) negara –
negara mana yang diperbolehkan diimpor ke Indonesia, jenis daging dan dari
hewan apa saja beserta persyaratan teknis impornya. Tentu saja harus
berdasarkan pertimbangan teknis dan kesehatan hewan. Dan ijin impor cukup
dikeluarkan oleh kementerian perdagangan berdasarkan list dari kememterian
pertanian yang telah diterbitkan. Sebaiknya list diterbitkan setiap tahun dan
apabila ada wabah di negara asal list tersebut dinyatakan tidak berlaku dan
harus ditinjau ulang berdasarkan risk analis yang dilakukan oleh suatu tim yang
dibentuk oleh dirjen peternakan kementerian pertanian. Sebagai contoh list
misalnya boleh diimpor (Tanpa ada pembatasan kuota) dari negara australia daging
sapi prime cut tanpa tulang dengan tempat pemotongan nomor: misalnya est 13
(hal ini bisa dijelaskan secara teknis dan juga tidak akan mempengaruhi harga
pasar karena harga daging sapi prime cut tanpa tulang dari negara asal sudah
lebih mahal dari harga daging di Indonesia yang tidak mengenal jenis pemotongan
daging). Untuk melindung peternak Indonesia dari masalah impor sebenarnya
gampang. Berikan saja ijin pada daging sapi yang lebih mahal dari daging yang
ada di indonesia (daging jenis sapi tertentu atau potongan tertentu).
Mengatur
impor sapi.
Secara
ekonomi lebih baik impor sapi dari pada impor daging sapi. Dengan impor sapi
akan menyerap lebih banyak tenaga kerja dari pada impor daging. Selain itu
peternakan sapi impor /modern bisa menyerap limbah sisa pengolahan hasil
perkebunan /pertanian. Sehingga lebih banyak pihak yang diuntungkan. Atur impor
sapi berdasarkan keperluannya, seperti: larang impor sapi bakalan diatas 350
kg, batasi impor sapi dibawah 350 kg, fasilitasi impor sapi betina bunting,
Tambah pengadaan impor sapi bibit betina dan jantan oleh pemerintah.
4. Membuat sistem dan membuka sistem
informasi.
Pemerintah
(Dirjen Peternakan) harus membuat sitem informasi (Website interaktif) yang
dapat diakses oleh masyarakat umum. Sistem ini harus terkoneksi secara bolak
balik dengan instansi lain yang berhubungan dengan urusan ekspor dan impor
hewan /produknya seperti Kementerian Perdagangan, Karantina Pertanian, Bea
Cukai dan NSW. Sehingga Setiap Nomor Rekomendasi Pemasukan (SRP) ataupun list
yang dikeluarkan bisa dicek secara on line kebenarannya baik oleh instansi lain
maupun masyarakat umum. Agar tidak ada lagi SRP yang dipalsukan oleh pihak lain
dan untuk mencegah adanya SRP asli tapi palsu (AsPal).
Sesungguhnya
Swasembada Daging Sapi Itu Gampang Kalau Pemerintah atau Kementerian Pertanian dalam
hal ini Dirjen Peternakan memang serius dan berniat swasembada daging sapi. Diluar
semua permasalah tadi ada hal yang lebih penting lain bahwa: Semua Permasalahan teknis harus dipecahkan
secara teknis jangan dengan cara bisnis apalagi dengan cara politis. Peraturan
yang telah dibuat harus ditaati janganlah melanggar atau mengakali peraturan
sendiri.
Drh Giyono Trisnadi
Drh Giyono Trisnadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar