Sepertinya
tidak ada hubungan sama sekali antara raja geng motor Klewang yang disebut
Jenderal, paranormal Subur yang biasa dipanggil eyang Subur dan sapi brahman.
Secara langsung jelas tidak ada hubungannya namun bila dicermati ada persamaan
yang mendasar yaitu Arogansi, Keserakahan dan Nafsu yang tak terbatas...
Kalau kita mau jujur sebenarnya di antara
kita, terutama para pemimpin kita sekarang banyak yang bergaya pak Klewang (dia arogan mengajarkan
kekerasan, sewenang wenang merampas, minum minuman keras, seks bebas, melawan
orang tua dan polisi, sumber http:
//www. tempo.co /read /news /2013/05/18/063481321, http: //news.okezone.com /read /2013
/05/16/340 /808014/ ), pak Subur (arogan dan serakah, mengaku beragama Islam
tetapi beristri 8 orang, sumber http: //life.viva.co.id /news/read/409882-) dan
sapi brahman (serakah, makan apa saja).
Atau
bisa juga dikatakan sebaliknya bahwa model gaya pak Klewang dan pak Subur itu gaya
pemimpin kita sekarang? Pemimpin kita banyak diantaranya yang berkelakuan arogan, sewenang wenang dan serakah. Apakah
fenomena geng motor klewang dan paranormal eyang subur (kecuali sapi brahman) adalah
fenomena copy paste dari sebagian
pemimpin kita sekarang. Ataukah akibat kebodohan individual yang salah dalam
memahami dinamika kehidupan?
Fenomena sapi brahman adalah hal yang
lain. Sapi dengan karakter serakah ini tentu bukan Copy paste dari siapapun dari
sananya memang dia serakah, sapi ini dengan pakan yang bagus bisa menghasilkan
pertambahan berat badan 2 kg setiap hari dan pada saat pertumbuhan optimal bisa
2,8 kg setiap harinya. Dan mudah memeliharanya, karena pakan apa saja dia
lahap. Beda dengan sapi lokal, baik sapi bali, madura maupun PO /ongole,
walaupun diberi makan sebaik apapun sapi ini maksimal hanya mencapai
pertumbuhan berat badan 0,8 perharinya.
Kita
tidak katakan bahwa sapi brahman itu sapi terbaik dan paling cocok dipelihara
di Indonesia (untuk golongan sapi pedaging). Yang kita katakan adalah bahwa sapi
brahman, sapi bali, madura dan PO adalah baik dan cocok di pelihara di
indonesia tetapi tergantung untuk dan bagi siapa peternaknya. Tetapi benar bila
kita punya kandang bagus, pakan dengan kwalitas bagus, dan manajemen bagus maka
peliharalah sapi brahman. Namun bila sapi brahman dipelihara peternak
tradisional (dengan pakan seadanya, mutu pakan rendah dan jumlah terbatas)
hasilnya adalah sapi yang loyo dengan tubuh berupa tulang terbalut kulit, maka peliharalah sapi
PO, bali atau madura saja.
Bila kita perhatikan dari kandang kandang
sapi baik di Jawa, kalimantan hingga Sumatera, baik kandang sapi berisi 1 ekor
sampai kandang sapi berisi 30.000 ekor, dari tahun ke tahun isinya adalah
sesuatu yang sama yaitu kandang bermasalah. Masalahnya: 1. Kebanyakan peternak
kita dalam beternak adalah asal beternak (kurang pengetahuan, sehingga salah
memilih jenis sapi yang diternak, tidak tahu jenis pakan yang tepat, dll). 2.
Sebagian peternak menganggap beternak adalah sekedar sebagai tabungan (tidak
menjual sapi pada saat yang tepat). 3. Sebagian peternak menganggap hewan
seperti mesin dan dokter hewan dianggap seperti montir (bila sapi sakit dan
ambruk baru cari dokter hewan, bahkan ketika sedang ditangani saat itu juga
sapi harus sembuh...?). 4. Sebagian peternak menganggap sapi seperti pabrik (pemilik
peternakan protes bila pertambahan berat badan tidak sesuai yang ditargetkan
dengan tidak mengingat kwalitas pakan, iklim /cuaca dan kondisi /tantangan
lingkungan termasuk penyakit).
Dan
tentu saja fenomena keserakahan sapi brahman harus bisa kita manfaatkan dengan
baik sedangkan Fenomena Klewang, eyang subur harus kita berantas setuntas
tuntasnya. Agar terjadi keselarasan dalam hidup ini semua orang baik pemimpin
maupun masyarakat harus bisa mengendalikan diri. Pemimpin di negeri ini
hendaklah ingat pepatah jawa ini: Ing ngarso sung tulodo /di depan memberi contoh, ing madyo mangun karso /di tengah
membangun niat baik, ide dan kreatifitas, tut
wuri handayani /di belakang memberikan semangat ataupun dorongan tetapi
harus seuai dengan peraturan (dengan kata lain: bila jadi pimpinan hendaklah
bisa diteladani, bila menjadi kepercayaan pemimpin hendaklah memberi masukan
yang benar /katakan yang salah adalah salah yang benar adalah benar, bila menjadi
jadi bawahan hendaklah mendorong untuk mengikuti aturan yang benar agar semua
selamat).
Kebodohan adalah buah dari kemalasan
belajar, kesewenangan adalah buah dari kesombongan, keserakahan adalah buah
dari hilangnya kesederhanaan dan besarnya nafsu adalah buah dari hilangnya rasa
malu.
Semoga Jayalah Peternakan Indonesia...
jayalah Bangsa Indonesia...,
*** Penulis Drh Giyono Trisnadi.
English Version
PHENOMENON OF KLEWANG MOTORCYCLE
GANG, EYANG SUBUR PARANORMAL AND BRAHMAN CATTLE
It seems there is no
relationship at all between the king Klewang motorcycle gang called the
General, Subur the paranormal who was called
grandparent dan brahman cattle. Directly seems to have nothing
relationship but when examined there is a fundamental equation Arrogance, Greed
and Lust infinite ...
If actually we're
honest among us, especially our leaders are now more stylish like Mr Klewang
(teaches violence, robbing, drinking, free sex, against the parents and the
police, sources http://www. Tempo.co / read / news / 2013/05/18/063481321,
http://news.okezone.com / read / 2013 / 05/16/340 / 808014 /), Mr. Subur (tell
that he is Muslims but married 8 woman), sources http:/ / life.viva.co.id / news/read/409882-)
and Brahman cattle (greedy eat anything).
Or the opposite could
also be said that the style model of Mr. Klewang and of Mr. Subur is model
style of our leader now? Our leaders many of them who behaves arrogantly,
arbitrary and greedy. Is phenomena of klewang motorcycle gang and paranormal eyang
Subur (except cattle brahman) is the copy paste phenomenon of the majority our leader
now. Or is it due to the wrong person's ignorance in understanding the dynamics
of life?
Brahman cattle
phenomenon is another thing. Cows with greedy character is not certainly Copy
paste from anyone by nature he is greedy, this cow with a good feed can result
in weight gain 2 kg each day and at the time of optimal growth to 2.8 kg per
day. And easy to loking after, because whatever he voraciously feed.
Differences with local cattle for example Bali, Madura and PO / Ongole,
although we give how well feed the cows is just achieving maximum growth of 0.8
weight per day.
We are not saying that
the Brahman cattle was the best and most suitable cows to looking for in
Indonesia (for beef cattle group). All we are saying is that Brahman cattle,
Bali cattle, Madura and PO is good and kept in Indonesia but depend for and for
whom breeder. But right when we have a nice cage, feed with good quality, and
good management so please raising brahman cattle. But if Brahman cattle raising
by traditional breeder (with a potluck feed, feed quality is low and limited
number) the result is a weak cattle with the body form like skeleton swathed in
leather, then rais only breed madura, bali or PO.
When we look out of
the cattle house in Java, Kalimantan to Sumatra, that contain 1 had cattle
until cattle house contain 30,000 had cattle, from year to year, it is contain
something same that is troublesome cage. The problem: 1. Most of our breeders
in breeding is only breeding origin (lack of knowledge, so that wrong choose
type of cow who raised, do not know the exact type of feed, etc.). 2. Most
breeders consider raising is just as savings (not selling cattle at the right
time). 3. Most farmers regard animals as machines and veterinarians considered
as a mechanic (when cows sick and collapsed just find a vet,when vet just
handled as well as cattle must be healed ...?). 4. Most farmers regard cattle
as factory (farm owners protest if your weight gain is not in accordance as the
targeted with the cattle was not given the quality of food, climate / weather
and conditions / environmental challenges, including disease).
And of course the
phenomenon of greed Brahman cattle have that we can use well while Klewang
phenomenon, eyang Subur should we eradicate thoroughly as due diligence. To
ensure a harmony in life all good people and community leaders must be able to
control myself. Leaders in this country let's remember javanese proverb: Ing
ngarso sung tulodo, Ing Madyo madyo Karso, tut wuri handayani (if you the
leader let be a role model, if you confidant of the leader let gave right input
to the leader /Say the wrong one is wrong and the correct one is correct, if you
subordinates let follow the correct rules so that all survive).
Ignorance is the
result of laziness learning, tyranny is the result of arrogance, greed is the result
of loosing simplicity and the magnitude of lust is the result of a lossing shame.
Giyono Trisnadi, DVM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar