Keberadaan
E. coli yang resisten terhadap
antibiotik berpotensi mentransferkan gen resisten tersebut ke bakteri
lain dan apabila menginfeksi ke manusia dapat menyebabkan kerugian bagi
kesehatan manusia diantaranya adalah kegagalan pengobatan dengan antibiotik (ampisillin, erythromycin, tetracycline dll)
terhadap agen penyakit yang telah resisten.
******
RESISTENSI
Escherichia coli O157: H7
YANG
DIISOLASI DARI SAPI POTONG IMPOR
MELALUI
PELABUHAN TANJUNG PRIOK TERHADAP ANTIBIOTIK
Oleh:
Gigih
Ikhtiari Erfianto1 Sriyanto2 Trioso Purnawarman3
Hadri Latif3
Abstract
This study aims to perform the isolation and
identification of serotypes of Escherichia
coli (E. coli) O157: H7 from beef
cattle that go through the port of Tanjung Priok and determine patterns of
sensitivity to antibiotics . Isolation of bacteria carried by the media eosin
methylene blue agar (EMBA), followed by identification on selective media
MacConkey agar (MCA). Picture of hemolysis was tested by growing isolates on
blood agar and confirmation test as the final confirmation of E. coli O157: H7. E. coli
O157: H7 were found subsequently tested its sensitivity to antibiotics
ampisillin, cephalothin, erythromycin, tetracycline, streptomycin, gentamicin,
chloramphenicol, trimethoprim-sulfametoksasol, nalidiksid acid, and
enrofloksasin with Kirby Bouer method. The results
showed that the isolates of E. coli
O157: H7 were resistant to erythromycin and cephalothin.
Key words : antibiotics
resistance, beef cattle, E. coli O157:H7
Abstrak
Penelitian ini bertujuan melakukan
isolasi dan identifikasi serotipe Escherichia coli (E. coli)
O157:H7 dari sapi potong yang masuk melalui pelabuhan Tanjung priok dan mengetahui
pola kepekaannya terhadap antibiotik. Isolasi
bakteri dilakukan dengan media eosin methylene blue agar (EMBA),
dilanjutkan dengan identifikasi pada media selektif MacConkey agar (MCA). Gambaran
hemolisis diuji dengan menumbuhkan isolat pada media agar darah dan uji
konfirmasi sebagai konfirmasi akhir dari E. coli O157:H7. E.
coli O157: H7
yang ditemukan selanjutnya diuji kepekaannya terhadap antibiotik ampisillin, sefalotin, eritromisin, tetrasiklin, streptomisin, gentamisin,
kloramfenikol, trimetoprim-sulfametoksasol, asam nalidiksid, dan enrofloksasin dengan
metode Kirby Bouer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat E. coli
O157:H7 resisten terhadap eritromisin dan sefalotin.
Kata kunci : E. coli O157:H7,
resistensi antibiotik, sapi potong
PENDAHULUAN
Escherichia coli (E. coli) secara
alami merupakan bakteri komensal pada saluran pencernaan hewan maupun
manusia. Bakteri ini juga berperan untuk
mencegah organisme patogen di dalam saluran pencernaan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa E. coli sebagai flora normal saluran
pencernaan dapat menghambat pertumbuhan strain toksigenik E. coli lain yang berkaitan dengan penyakit food-borne pada manusia.
Beberapa
strain E. coli biasanya menjadi
patogen karena adanya kemampuan patogenik dan virulen gen yang berada pada transmissible genetic element. Keadaan ini tidak bisa
dibedakan dengan strain E. coli
yang komensal (Ajayi et al. 2011). E.
coli umumnya
dipilih sebagai indikator bakteri Gram negatif yang mudah ditemukan dalam feses
hewan dan sering diperoleh plasmid yang secara konjugasi dapat berpindah antar
bakteri enterik lainnya. Keberadaan E.
coli yang memiliki gen resisten terhadap antibiotik dapat menyebarkan gen
tersebut secara horisontal ke bakteri zoonotik dan bakteri lain (EFSA dan ECDC
2013).
Shiga
toxin-producing E. coli (STEC) O157 telah muncul
sebagai tantangan baru di bidang kesehatan masyarakat semenjak munculnya
outbreak pada tahun 1982 akibat mengkonsumsi daging sapi yang belum matang. E. coli O157:H7 dan O157:NM (nonmotile) dikenali sebagai agen utama
penyebab hemorrhagic colitis (HC) dan
hemolytic-uremic syndrome (HUS) pada
manusia. Setiap tahun tidak kurang 73 400
orang mengalami sakit dan 60 orang meninggal dunia disebabkan oleh E. coli O157:H7
hanya di Amerika Serikat saja. Beberapa
laporan terakhir juga menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi E.
Coli O157 terhadap antibiotik (Schroeder et al. 2013).
Hewan ruminansia yang sehat
terutama sapi diketahui dalam saluran pencernaannya merupakan reservoir bagi E.
coli O157. Bentuk
mutan dari E. coli yaitu E.
coli O157: H7 biasanya ditemukan di saluran pencernaan ternak sapi,
domba, kambing, babi, bahkan ayam. E.
coli O157: H7 dalam
saluran pencernaan hewan tidak menyebabkan hewan tersebut menderita sakit. Hewan yang dalam saluran
pencernaannya terdapat E. coli O157: H7 maka hewan tersebut berperan
sebagai carrier, yang dapat menyebarkan bakteri ini baik ke hewan lain maupun
ke manusia (Andriani 2004).
Pemasukkan
sapi potong melalui pelabuhan Tanjung Priok dapat berpeluang membawa E. coli O157: H7 yang resisten
terhadap antibiotik tertentu. Keberadaan
E. coli yang resisten terhadap
antibiotik dapat berpotensi mentransferkan gen resisten tersebut ke bakteri
lain terutama yang tergolong dalam foodborne
bakteri dan apabila menginfeksi ke manusia dapat menyebabkan kerugian bagi
kesehatan manusia, diantaranya adalah kegagalan pengobatan dengan antibiotik
terhadap agen penyakit yang telah resisten.
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan menguji tingkat resistensi E.
coli O157: H7 yang berasal dari feses sapi potong yang diimpor melalui
pelabuhan Tanjung Priok terhadap berbagai antibiotik.
MATERI
DAN METODE
Isolasi
dan identifikasi E. Coli. Pengujian yang dilakukan untuk isolasi E. coli adalah dengan menggunakan media
pengencer buffered phosphate water
(BPW) 0.1%, Mac Conkey agar, eosin
methylen blue agar dan untuk konfirmasi biokimianya mengacu pada Standar
Nasional Indonesia 2897 Tahun 2008 tentang Metode Pengujian Cemaran Mikroba
dalam Daging, Telur dan Susu serta Hasil Olahannya (BSN 2008).
Isolasi
E. coli dilakukan dengan cara sampel
sebanyak 25 gram dan diencerkan dengan larutan BPW 0.1% sebanyak 225 ml (1:9),
selanjutnya dilakukan pengenceran secara berseri. Hasil pengenceran kemudian diambil sebanyak 1
ml untuk ditumbuhkan dalam 15-18 ml media Mac Conkey agar (MCA) dengan metode
tuang. Biakan diinkubasi pada suhu 37 °C
selama 24 jam. Koloni dengan bentuk
bulat, halus, berwarna merah, dan dikelilingi zona keruh diduga sebagai E. Coli.
Isolat diduga E. coli dari
media MCA kemudian ditumbuhkan pada media Agar Levine eosin methylene blue (L-EMBA) dengan metode gores. Biakan diinkubasi pada suhu 37 °C
selama 24 jam.
Koloni
dengan warna hijau metalik dengan titik hitam pada bagian tengah diidentifikasi
sebagai E. Coli. E. coli positif pada media L-EMB kemudian
dilakukan uji biokomia sulfide indol
motility (SIM), methyl red-Voges
Proskauer dan citrate (IMViC).
Masing-masing tabung uji tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C
selama 24 jam dengan hasil ++-- atau -+--. Isolat tersebut kemudian disimpan pada media nutrient agar (NA) miring sebagai bahan
pengujian patogenitas dan kepekaan terhadap antibiotik.
Uji
Patogenitas E. Coli. Pengujian
yang dilakukan untuk mendeteksi E. coli
yang patogen dilakukan dengan menumbuhkan isolat E. coli pada media agar darah untuk melihat hemolisis yang
terjadi. Isolat E. coli ditumbuhkan dalam media agar darah dan diinkubasi selama
18-24 jam pada suhu 37 °C. Koloni yang
melisiskan darah menunjukkan adanya zona bening diduga adalah E. coli yang patogen. Zona bening yang terlihat di sekitar koloni
setelah 18 jam inkubasi pada suhu 37 °C dianggap sebagai hasil positif produksi
hemolisin tipe β. Isolat yang
menunjukkan hemolisis tipe β kemudian dilakukan pengujian terhadap serotipe
isolat tersebut.
Uji
serotiping dilakukan di Balai Besar Penelitian Veteriner (BBalitvet). Pengujian ini dilakukan untuk
konfirmasi lebih lanjut bahwa E. Coli
yang menunjukkan hemolisis tipe β tersebut adalah E. coli O157: H7
Uji
resistensi bakteri. Pengujian kepekaan bakteri E. coli terhadap antibiotik dilakukan dengan metode
difusi cakram (disc diffusion method)
dan interpretasi
hasil mengacu pada Clinical
and Laboratory Standards Institute (CLSI 2012). Agen antibiotik yang digunakan dalam pengujian
ini adalah ampisillin, sefalotin, eritromisin, tetrasiklin,
streptomisin, gentamisin, kloramfenikol, trimetoprim-sulfametoksasol, asam
nalidiksid, dan enrofloksasin. Isolat
bakteri ditentukan kepekaannya
terhadap antimikrobial dengan mengukur diameter zona hambat yang terbentuk.
Penentuan sensitif (S), intermediet (I), dan
resisten (R) ditentukan melalui
ukuran zona hambat yang terbentuk berdasarkan rekomendasi
standar CLSI. Kontrol positif yang
dipergunakan dalam pengujian resistensi ini menggunakan isolat E. coli dari American Type Culture Colection (ATCC) tipe 25922.
Isolat
E. coli dari NA miring dipindahkan ke
media NA dalam cawan petri dan diinkubasi dengan temperatur 35 °C selama 24
jam. Koloni diambil dengan menggunakan
ose dan dipindahkan ke tabung yang berisi 5 ml NaCl fisiologis, kemudian
dilihat kekeruhan yang terjadi hingga sama dengan kekeruhan pada larutan 0.5
McFarland. Larutan diambil 0.5 ml dan
dimasukkan dalam cawan petri yang berisi media agar Muller Hinton dan diratakan. Paper
disk yang mengandung
antibiotik dimasukkan dalam agar Muller Hinton dan diinkubasi pada suhu 35 °C
selama 24 jam. Setelah 24 jam dilakukan
pengukuran diameter zona hambat yang terbentuk.
Analisis Data. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menyajikan hasil uji keberadaan E. coli O157: H7 pada feses sapi potong impor dan resistentensinya terhadap antibiotik dalam bentuk tabel.
Analisis Data. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menyajikan hasil uji keberadaan E. coli O157: H7 pada feses sapi potong impor dan resistentensinya terhadap antibiotik dalam bentuk tabel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL
Hasil isolasi dan identifikasi bakteri diperoleh
sebanyak 60 isolat E. coli.
Keseluruhan isolat tersebut kemudian
dilakukan uji patogenitas pada agar darah, dan diperoleh hanya 1 isolat yang menunjukkaan hemolisis tipe β. Hasil pengujian serotiping terhadap 1 isolat
menunjukkan bahwa E. coli tersebut
tergolong dalam serotipe E. coli O157: H7. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil isolasi dan identifikasi E. Coli O157: H7
Jumlah
isolat
|
Isolat
menunjukkan hemolisis tipe β
|
Hasil
uji serotiping O157: H7
|
Keterangan
|
60
|
1
|
1
|
O157
(+2),
H7
(+1)
|
Hasil
pengujian resistensi terhadap 10 jenis antibiotik menunjukkan hasil bahwa
isolat E. coli O157: H7 telah resisten terhadap antibiotik eritromisin dan
sefalotin, sedangkan terhadap antibioti lainnya masih dinyatakan sensitif. Tidak ditemukan adanya interprestasi
intermediet dari hasil pengujian. Hasil
pengujian selengkapnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil uji kepekaan antibiotik terhadap isolat
O157: H7
Grup Antibiotik
|
Antibiotik
|
Standar interpretasi zona diameter zona hambat (mm)
|
Diameter hambat
|
interprestasi
|
||
S
|
I
|
Ra
|
||||
β-Laktam
|
Ampisilin
|
≥17
|
14-16
|
≤13
|
20.73
|
S
|
Sefalotin
|
≥18
|
15-17
|
≤14
|
13.43
|
R
|
|
Aminoglikosida
|
Gentamisin
|
≥15
|
13-14
|
≤12
|
25.06
|
S
|
Streptomisin
|
≥15
|
12-14
|
≤11
|
19,94
|
S
|
|
Fluorokuinolon
|
Enrofloksasin
|
≥23
|
17-22
|
≤16
|
35.36
|
S
|
Asam Nalidiksid
|
≥19
|
14-18
|
≤13
|
24.88
|
S
|
|
Makrolida
|
Eritromisin
|
≥23
|
14-22
|
≤13
|
12.24
|
R
|
Fenicol
|
Kloramfenikol
|
≥18
|
13-17
|
≤12
|
25.56
|
S
|
Potentiated Sulfonamides
|
Trimethoprim-Sulfametoksasol
|
≥16
|
11-15
|
≤10
|
27.83
|
S
|
Tetrasiklin
|
Tetrasiklin
|
≥19
|
15-18
|
≤14
|
24.9
|
S
|
a S : Sensitif I :Intermediet R : Resisten
|
PEMBAHASAN
Pengujian pembentukan
hemolisin terhadap isolat E. coli
yang diperoleh dimaksudkan untuk mengkonfirmasi patogenitas dari bakteri ini.
Menurut Nugraha et al (2013), patogenitas
E. coli dapat dikonfirmasi dengan sifatnya yang menghemolisis darah. Umumnya strain E. coli O157:H7
memiliki sebuah gen pengkode hemolisin yang terdapat pada plasmid dengan berat
molekul 60-MDa yang lebih dikenal dengan istilah enterohemolisin. Gen ini hampir dijumpai pada semua strain
E. coli O157:H7 (Suardana et al
2014). Pernyataan ini yang mendasari
dilakukan pengujian lebih lanjut
terhadap isolat E. Coli yang menunjukkan hemolisis tipe β untuk melihat
serotipe dari E. coli tersebut.
Hasil yang diperoleh dari uji
serotiping menunjukkan bahwa isolat E. coli
tersebut termasuk dalam serotipe O157: H7.
Hewan ruminansia dalam hal ini adalah sapi potong merupakan resovoir utama
dari E. coli O157:H7. Prevalensi sheeding dari E. coli O157:H7 di Australia
dilaporkan pernah mencapai 15% (Heller et al. 2013).
E.
coli O157:H7
yang diuji telah resisten terhadap antibiotik
dari jenis eritromisin dan sefalotin.
Keadaan resisten terhadap eritromisin sering dijumpai pada bakteri E. coli. Resistensi ini dapat terjadi melalui beberapa
mekanisme yang diperantarai oleh plasmid antara lain modifikasi reseptor atau
target obat yang melibatkan gen erythromycin
resistance methylase dan inaktivasi antibiotik (hidrolisis obat) oleh enzim
esterase yang dihasilkan oleh Enterobacteriaceae
termasuk E. coli (Krisnaningsih et al. 2005), selain itu eritromisin adalah agen antibiotik yang
termasuk dalam golongan makrolida yang diperbolehkan untuk dicampur pada pakan
sebagai growth promotor di Australia
(Schipp 2012).
Isolat juga mengalami resistensi terhadap sefalotin. Sefalotin adalah antibiotik dari golongan β-laktam. Kemampuan bakteri menghasilkan enzim β-laktamase yang
disandi oleh gen dalam plasmid faktor R dapat menyebabkan munculnya sifat
resisten terhadap antibiotik dari golongan
β-laktam (Krisnaningsih et al.
2005).
Pemakaian
antibiotik sebagai growth promotor
yang dicampur pada pakan atau air minum diduga berperan dalam munculnya
kejadian resistensi ini. Konsentrasi
antibiotika yang di tambahkan dalam pakan ternak merupakan dosis rendah yaitu
berkisar 2.5-12.5mg/kg (ppm) terbukti dapat memacu terjadinya resistensi
bakteri patogen dan bakteri komensal dalam saluran pencernaan (Noor dan
Poeloengan 2005).
Sensitifitas E. coli O157:H7 masih ditemukan terhadap jenis
antibiotik ampisillin, tetrasiklin, streptomisin, gentamisin,
kloramfenikol, trimetoprim-sulfametoksasol, asam nalidiksid, dan enrofloksasin termasuk cukup tinggi. Keadaan ini ditunjang dengan kebijakan
pemerintah Australia yang melarang antibiotik dari jenis gentamisin,
klorampenikol, dan golongan florokuinolon dipergunakan untuk campuran pakan
(Schipp 2012). Masih
sensitifnya E. coli O157:H7 terhadap sebagian besar jenis
antibiotik dapat membuat pilihan pengobatan terhadap infeksi karena agen
penyakit yang sama masih cukup banyak.
Keberadaan E. coli O157: H7 yang telah resisten
terhadap antibiotik pada sapi potong yang masuk ke Indonesia perlu mendapat
pengawasan tersendiri. E. coli O157: H7 yang berada pada saluran
pencernaan apabila kurang tepat dalam penanganannya dapat mencemari lingkungan
akibat kontaminasi feses atau mengkontaminasi daging pada saat proses pemotongan
(Schroeder et al 2002). Kemampuan
E. coli mentransfer gen resisten ke
bakteri lain dapat menyebabkan meningkatnya kejadian resistensi antibiotik
menjadi tanpa melalui penggunaan antibiotik (Maal-Bared et al 2013).
SIMPULAN
Hasil isolasi dan identifikasi
bakteri dari feses sapi potong impor berhasil diisolasi bakteri Escherichia coli (E. coli) O157: H7, sehingga sapi potong yang masuk melalui pelabuhan Tanjung Priok
dapat bertindak sebagai carier E. coli
O157: H7. Pengujian
resistensi yang dilakukan menunjukkan
bahwa isolat E. coli O157: H7 telah
mengalami resistensi terhadap agen antibiotik eritromisin dan sefalotin.
DAFTAR PUSTAKA
Ajayi AO, Oluyege AO,
Olowe OA, Famurewa O. 2011. Antibiotik resistance among commensal Escherichia coli isolated from faeces of
cattle in Ado-Ekiti, Nigeria. J Anim Vet Adv. 10(2):174-175.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 2897:2008 Tentang Metode Pengujian
Cemaran Mikrobia dalam Daging, Telur, dan Susu Serta Hasil Olahannya. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
[CLSI] Clinical and
Laboratory Standards Institute. 2012. Performance Standards for Antimicrobial Susceptibility
Testing; Twenty-Second Informational Supplement. West Valley
(US): Clinical and Laboratory Standards Institute.
[EFSA and ECDC] European Food
Safety Authority dan European Centre for Disease Prevention and Control. 2013.
The European Union summary report on antimicrobial resistance in zoonotic and
indicator bacteria from humans, animals and food in 2011.J EFSA 11(5):3196-3359
Heller J, Lammers G, McConnel C. 2013. E. coli O157:H7 shedding in
beef cattle. Beef forum presentation (AU). [Internet]. [diunduh
2013 September 13]. Tersedia pada: http://www.csu.edu.au/research/grahamcentre/downloads/Beef_Sheep_Presentations/2013/Beef-forum-presentation-JH-2013.pdf.
Krisnaningsih MMF,
Asmara W, Wibowo MH. 2005. Uji sensitivitas isolat Escherichia coli patogen pada ayam terhadap beberapa jenis
antibiotik. J Sain Vet. 1:13-18.
Noor SM,
Poeloengan M. 2005. Pemakaian
antibiotik pada ternak dan dampaknya pada kesehatan manusia. Prosiding lokakarya
nasional keamanan
pangan produk
peternakan. Bogor (ID): Puslitbang
Peternakan. 18-22.
Nugraha A, Besung NK, Mahatmi H. 2013. Kepekaan Eschericia coli patogen
yang diisolasi
dari babi
penderita
kolibasilosis
terhadap antibiotik
di Kecamatan Kerambitan dan Tebanan Kabupaten Tabanan, Bali. JIKH 1 (2):34-39.
Rasha Maal-Bared R, Bartlett KH, Bowie WR, Hall ER. 2013.
Phenotypic antibiotic resistance of Escherichia
coli and E. coli O157 isolated
from water, sediment and biofilms in an agricultural watershed in British
Columbia. Sci Tot Environt 443. 315–323.
Schroeder CM, Zhao C, DebRoy
C, Torcolini J, Zhao S, White DG, Wagner DD, McDermott PF, Walker RD, Meng J. 2002.
Antimicrobial resistance of Escherichia coli O157 isolated from humans,
cattle, swine, and food. Appl Environt Microbiol 68(2):576–581
Schipp M.
2012. Country report:
Australia.
Proceedings of
the
international
workshop
on
the
use
of
antimicrobials
in
livestock
production
and
antimicrobial
resistance
in
the
Asia-Pacific region.
Bangkok (TH). Animal Production and Health Commission for Asia and the Pacific
(APHCA). 6-17.
Snell L. 2008. Isolation
and identification
of antibiotic
resistant
bacteria
from the intestinal
flora
of feedlot
cattle
and a measure
of their
efficacy
for lateral
Gene transfer.
Cantaurus.
16:18-20.
Suardana IW, Utama
IH, Wibowo MH. 2014. Identifikasi Escherichia coli O157: H7
dari feses ayam dan uji profil hemolisisnya pada media agar darah. J Kedok Hewan 4(1):1-5.
Ucapan Terima Kasih:
Diucapkan
terima kasih kepada: Kepala
BBKP Soekarno Hatta dan kepala BBKP Tanjung Priok atas dukungan moral dan
material serta kesempatan yang diberikan.
Catatan:
Penulis: (1) Gigih
Ikhtiari Erfianto, Balai
Besar Karantina Pertanian Soekarno-Hatta, Gedung Karantina Pertanian Bandara Soekarno Hatta. (2) Sriyanto,
Balai Besar Karantina
Pertanian Tanjung Priok Jl. Enggano. (3) Trioso Purnawarman
dan Hadri Latif Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB lantai 4 wing 6 Jl. Agatis, Kampus IPB
Dramaga Bogor 16680. Makalah ini telah di ajukan untuk penilaian
angka kredit (DUPAK) Badan Karantina Pertanian tahun 2015.
Tanpa mengurangi isinya, karena alasan tertentu tulisan diselaraskan
dan diedit ulang oleh drh Giyono Trisnadi.