Dalam hal tertentu,
dapat dilakukan pemasukan daging ke Indonesia dari
negara /zona yang telah memenuhi persyaratan (Misalnya India). Berikut
adalah Permentan No. 17/Permentan/PK.450/5/2016 Tentang Pemasukan Daging Tanpa
Tulang Dalam Hal Tertentu Yang Berasal Dari Negara Atau Zona Dalam Suatu Negara
Asal Pemasukan.
******
PERATURAN MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
17/Permentan/PK.450/5/2016
TENTANG
PEMASUKAN DAGING TANPA
TULANG DALAM HAL TERTENTU YANG BERASAL
DARI NEGARA ATAU ZONA
DALAM SUATU NEGARA ASAL PEMASUKAN
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
MENTERI
PERTANIANREPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat
(4) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemasukan Ternak dan /atau Produk
Hewan Dalam Hal Tertentu Yang Berasal Dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal
Pemasukan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pertanian tentang Pemasukan Daging
Tanpa Tulang Dalam Hal Tertentu Yang Berasal Dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara
Asal Pemasukan;
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, lkan, dan Tumbuhan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3564);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3821);
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4297);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 338, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5619);
6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
(Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5360);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5587);
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 295, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5604);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang
Label, dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3867);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang
Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4002);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4424);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten /Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4737);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 95 Tahun 2012 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2012
Nomor 214, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5356);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang
Ketahanan Pangan dan Gizi (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5680);
15. Keputusan Presiden Nomor 121 /P Tahun
2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja Periode
Tahun 2014 - 2019;
16. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 8, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4214);
17. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang
Kementerian Pertanian (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 85);
18. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/Kpts
/OT.140 /10/2005 tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan
Asal Hewan;
19. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan
/OT.140 /12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit
Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Turnbuhan Karantina (Berita Negara Tahun
2011Nomor 7) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 44/Permentan
/OT.140/3/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan
/OT.140/ 12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit
Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (Berita Negara
Tahun 2014 Nomor 428);
20. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 117/Permentan
/HK.300 /11/2013 tentang Pelayanan Perizinan Pertanian Secara Online (Berita Negara
Tahun 2013 Nomor 1323);
21. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan
/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian (Berita Negara
Tahun 2015 Nomor 1243);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PEMASUKAN
DAGING TANPA TULANG DALAM HAL TERTENTU YANG BERASAL DARI NEGARA ATAU ZONA DALAM
SUATU NEGARA ASAL PEMASUKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Dalam Hal Tertentu adalah keadaan mendesak
akibat bencana, kurangnya ketersediaan daging; dan /atau tingginya harga daging
yang memicu inflasi dan mempengaruhi stabilitas ekonomi nasional.
2. Produk Hewan adalah semua bahan yang berasal
dari Hewan yang masih segar dan /atau telah diolah atau diproses untuk keperluan
konsumsi, farmakoseutika, pertanian, dan /atau kegunaan lain
bagi pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan
manusia
3. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan daging
tanpa tulang dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
4. Daging Tanpa Tulang adalah bagian dari otot
skeletal dari karkas yang sudah tidak mengandung tulang terdiri atas daging potongan
primer (prime cut), daging potongan sekunder (secondary cut), dan daging industry
(manufacturing meat).
5. Rekomendasi Pemasukan yang selanjutnya disebut
Rekomendasi adalah keterangan teknis yang menyatakan daging beku tanpa tulang dari
luar negeri ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia memenuhi persyaratan kesehatan
masyarakat veteriner
6. Zona Dalam Suatu Negara adalah bagian dari
suatu negara yang mempunyai batas alam, status kesehatan populasi hewan, status
epidemiologic penyakit hewan menular, dan efektivitas daya kendali.
7. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat
BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh
negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
8. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan
Pertanian yang selanjutnya disingkat PPVTPP adalah unit kerja pada Kementerian Pertanian
yang melaksanakan tugas dan fungsi perizinan pertanian.
9. Badan Kesehatan Hewan Dunia /World Organization
for Animal Health /Office International des Epizooties yang selanjutnya disingkat
WOAH /OIE adalah suatu badan yang mempunyai otoritas memberikan informasi kejadian,
status, dan situasi penyakit hewan di suatu negara, serta memberikan rekomendasi
teknis dalam tindakan sanitary di bidang kesehatan hewan.
10. Penyakit Hewan Menular adalah penyakit yang
ditularkan antara hewan dan hewan, hewan dan manusia, serta hewan dan media pembawa
penyakit hewan lainnya melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media
perantara mekanis.
11. Zoonosis adalah penyakit yang dapat menular
dari hewan kepada manusia atau sebaliknya.
12. Kesehatan Masyarakat Veteriner adalah segala
urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau
tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.
13. Negara Asal Pemasukan yang selanjutnya disebut
Negara Asal adalah suatu negara yang mengeluarkan daging tanpa tulang ke dalam wilayah
Negara Republik
14. Unit Usaha Pemasukan yang selanjutnya disebut
Unit Usaha adalah suatu unit usaha di negara asal yang menjalankan kegiatan produksi
daging tanpa tulang secara teratur dan terus menerus dengan tujuan komersial.
15. Tindakan karantina hewan yang selanjutnya
disebut tindakan karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit
hewan karantina masuk ke, tersebar di, dan /atau keluar dari wilayah Negara Republik
Indonesia.
16. Nomor Kontrol Veteriner (Establishment Number
yang selanjutnya disingkat NKV adalah sertifikat sebagai bukti tertulis yang sah
telah dipenuhinya persyaratan hygiene dan sanitasi sebagai kelayakan dasar (pre
requisite) sistem jaminan keamanan pangan pada Unit Usaha pangan asal hewan.
17. Dinas adalah satuan kerja perangkat daerah
yang membidangi fungsi peternakan dan /atau kesehatan hewan.
18. Direktur Jenderal adalah pimpinan unit kerja
eselon I di lingkungan Kementerian yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang
kesehatan masyarakat veteriner.
BAB II
PERSYARATAN PEMASUKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 2
(1) Dalam Hal Tertentu, dapat dilakukan
pemasukan Produk Hewan ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang berasal dari
negara atau Zona Dalam Suatu Negara yang telah memenuhi persyaratan dan tata cara
Pemasukan Produk Hewan.
(2) Pemasukan Produk Hewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa daging beku tanpa tulang yang berasal dari karkas.
(3) Pemasukan daging beku tanpa tulang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) untuk kecukupan pasokan kebutuhan daging secara nasional.
(4) Jenis daging beku tanpa tulang sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berasal dari ternak sapi dan /atau kerbau, sebagaimana tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 3
(1) Pemasukan daging beku tanpa tulang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) dilakukan berdasarkan hasil rapat koordinasi yang
dipimpin oleh menteri yang melaksanakan fungsi sinkronisasi dan koordinasi di bidang
perekonomian
(2) Pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh BUMN yang ditugaskan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang Badan Usaha Milik Negara.
(3) BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
melakukan pemasukan pemasukan, dari menteri wajib yang mendapatkan izin menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
(4) Izin pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diberikan setelah memperoleh rekomendasi dari Direktur Jenderal atas nama Menteri.
(5) Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan dalam memberikan Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan
setelah mendapat saran dan pertimbangan teknis dari Direktur Kesehatan Masyarakat
Veteriner.
(6) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) wajib menjadi lampiran yang tidak terpisahkan dengan izin pemasukan
Bagian Kedua
Persyaratan Teknis
Pasal 4
Pemasukan daging beku tanpa tulang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) harus memenuhi persyaratan:
a. Negara Asal dan Unit Usaha;
b. cara penanganan Produk Hewan;
c. kemasan, label, dan pengangkutan; dan
d. masa penyimpanan daging beku tanpa tulang sampai
tiba di wilayah Negara Republik Indonesia.
Pasal 5
(1) Persyaratan Negara Asal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf a, meliputi:
a. negara yang memiliki zona bebas penyakit mulut
dan kuku; atau
b. negara yang belum bebas penyakit mulut dan
kuku yang telah memiliki program resmi pengendalian penyakit mulut dan kuku yang
ditetapkan oleh badan kesehatan hewan dunia (WOAH /OIE).
(2) Penetapan Negara Asal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh badan kesehatan
hewan dunia (WOAH /OIE).
(3) Persyaratan Negara Asal selain terhadap penyakit
mulut dan kuku sebagaimana dimaksud pada ayat (1), status Negara Asal harus memenuhi
persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang pemasukan
karkas, daging dan /atau olahannya.
Pasal 6
(1) Persyaratan Unit Usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf a harus:
a. terdaftar sebagai Unit Usaha ekspor di
Negara Asal;
b. dibawah pengawasan otoritas veteriner Negara
Asal;
c. menerima hewan dan /atau mengolah Produk Hewan
yang berasal hanya dari daerah yang tidak sedang terjadi wabah penyakit mulut
dan kuku;
d. menerapkan sistem jaminan keamanan pangan sesuai
dengan ketentuan internasional yang dibuktikan dengan sertifikat sistem jaminan
keamanan pangan dari otoritas kompeten yang diakui secara internasional; dan
e. selalu menerapkan sistem jaminan kehalalan
untuk seluruh proses produksi (fully dedicated for halal practices) serta mempunyai
pegawai tetap yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan penyembelihan, pemotongan,
penanganan, dan pemrosesan secara halal.
(2) Selain memenuhi persyaratan Unit Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), khusus untuk Unit Usaha rumah potong hewan ruminansia harus
mempunyai juru sembelih halal yang disupervisi oleh lembaga sertifikasi halal yang
diakui oleh otoritas halal Indonesia.
Pasal 7
(1) Negara Asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf a dapat ditetapkan sebagai Negara Asal Pemasukan daging beku tanpa tulang
setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(2) Unit Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf a dapat ditetapkan sebagai Unit Usaha asal Pemasukan daging beku tanpa tulang
setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
(3) Penetapan Negara Asal dan Unit Usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh Direktur Jenderal
atas nama Menteri dalam bentuk
(4) Direktur Jenderal dalam menetapkan Negara
Asal dan Unit Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempertimbangkan hasil analisis
risiko yang dilakukan oleh Tim analisis risiko.
(5) Tim analisa risiko sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) keanggotaannya terdiri atas perwakilan Direktorat Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Direktorat Kesehatan Hewan, Anggota Komisi Ahli Kesehatan Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner, dan Anggota Komisi Ahli Karantina Hewan.
(6) Tim analisa risiko sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) apabila diperlukan dapat melibatkan pakar sesuai bidang keilmuan.
(7) Tim analisis risiko sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal
atas nama Menteri.
Pasal 8
Persyaratan cara penanganan daging beku tanpa
tulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b yang berasal dari Negara yang
memiliki zona bebas penyakit mulut dan kuku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf
a harus:
a. berasal dari ternak sapi dan /atau kerbau yang
dilahirkan dan dipelihara di zona bebas yang dibatasi secara jelas oleh batas alam
(natural barrier) yang dapat mencegah masuknya ternak ke dalam zona bebas;
b. berasal dari ternak sapi dan /atau kerbau
yang dipotong di Unit Usaha atau rumah potong hewan ruminansia dan telah lulus pemeriksaan
ante mortem dan post mortem khususnya untuk pemeriksaan penyakit mulut dan kuku;
c. berasal dari karkas yang telah dipisahkan limfoglandula
dan dilayukan (aging) pada temperature lebih tinggi dari 2 ÂșC selama minimal 24
jam setelah penyembelihan sehingga pH mencapai kurang dari 6,0 yang diukur pada
bagian tengah otot longissimus dorsi; dan dilakukan pemisahan daging dari tulang
secara manual.
Pasal 9
Persyaratan cara penanganan daging beku tanpa
tulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b yang berasal dari negara
belum bebas penyakit mulut dan kuku yang telah memiliki program pengendalian resmi
penyakit mulut dan kuku yang ditetapkan oleh WOAH /OIE sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf b harus:
a. berasal dari ternak yang sekurang-kurangnya
selama 3 bulan dipelihara dalam suatu wilayah yang memiliki program resmi pengendalian
penyakit mulut dan kuku;
b. berasal dari ternak yang telah divaksinasi
penyakit mulut dan kuku sekurang-kurangnya 2 kali sebelum dipotong;
c. disembelih pada bulan ke-2 sampai dengan bulan
ke-6 setelah ternak divaksinasi terakhir;
d. berasal dari ternak yang ditampung atau dikarantina
selama 30 hari dan tidak ada kasus penyakit mulut dan kuku dalam radius 10 km selama
periode penampungan atau karantina;
e. berasal dari ternak yang ditransportasikan
menggunakan alat angkut yang telah dibersihkan dan telah didesinfeksi langsung dari
tempat penampungan atau karantina ke Unit Usaha atau rumah potong hewan ruminansia
yang disetujui tanpa kontak dengan ternak lain yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
f. dipotong di rumah potong hewan ruminansia dan
Unit Usaha ekspor yang berlokasi di wilayah yang memiliki program resmi pengendalian
penyakit mulut dan kuku;
g. tidak terjadi kasus penyakit mulut dan kuku
sekurang - kurangnya 1 bulan sampai pengapalan daging beku tanpa tulang;
h. melakukan pemeriksaan ante mortem dan post
mortem dalam jangka waktu maksimal 24 jam
sebelum dan setelah penyembelihan dan tidak ditemukan gejala penyakit mulut dan
kuku; dan berasal dari karkas yang telah dipisahkan limfoglandula dan dilayukan
(aging) pada temperature lebih tinggi dari
2 ÂșC selama minimal 24 jam setelah penyembelihan sehingga pH mencapai kurang dari
6,0 yang diukur pada bagian tengah otot longissimus dorsi.
Pasal 10
Persyaratan kemasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf c harus:
a. asli dari Negara Asal dan memiliki label; dan
b. terbuat dari bahan khusus dan aman untuk pangan
(food grade), serta tidak bersifat toksik.
Pasal 11
Persyaratan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 huruf c menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dengan mencantumkan paling
kurang:
a. negara tujuan Indonesia;
b. Nomor Kontrol Veteriner (NKV) /establishment
number,
c. tanggal penyembelihan, pemotongan, dan tanggal
produksi;
d. jenis ternak;
e. jumlah, dan jenis potongan daging beku tanpa
tulang;
f. dan label halal.
Pasal 12
Persyaratan pengangkutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf c harus:
a. dilakukan secara langsung dari Negara Asal
ke tempat Pemasukan di wilayah Negara Republik Indonesia;
b. dilakukan tindakan karantina hewan di Negara
Asal sebelum dimuat ke dalam alat angkut; dan
c. tidak dalam satu container dengan Produk Hewan
yang tidak bersertifikat halal
Pasal 13
(1) Masa penyimpanan daging beku tanpa tulang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, paling lama 6 (enam) bulan sejak waktu
pemotongan ternak sampai tiba di wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Penyimpanan daging beku tanpa tulang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) paling tinggi pada suhu temperature minus 18 ᎌC.
BAB III
TATA CARA PEMASUKAN
Pasal 14
Untuk memperoleh Rekomendasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (4) pemohon mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui
Kepala PPVTPP secara online.
Pasal 15
(1) BUMN dapat sewaktu-waktu melakukan pemasukan
daging beku tanpa tulang setelah diberikan penugasan berdasarkan hasil rapat koordinasi
yang dipimpin oleh menteri yang melaksanakan fungsi sinkronisasi dan koordinasi
di bidang perekonomian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1).
(2) Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
(3) Penugasan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang BUMN berdasarkan usulan dari:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang peternakan dan kesehatan hewan, dalam hal terjadi kekurangan ketersediaan
daging sapi akibat terjadi wabah penyakit hewan dan /atau bencana alam; dan /atau
b. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang perdagangan, dalam hal tingginya harga daging yang mernicu inflasi
dan mempengaruhi stabilitas ekonomi nasional.
(4) Penugasan BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berlaku sesuai jumlah yang diusulkan oleh pejabat sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
Pasal 16
Permohonan rekomendasi yang diajukan oleh
BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 harus dilengkapi persyaratan administrasi:
a. KTP pimpinan;
b. NPWPBUMN;
c. surat penugasan dari Menteri BUMN;
d. surat usulan penugasan dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang peternakan dan kesehatan hewan atau menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perdagangan; dan
e. bukti kepemilikan /sewa tempat penyirnpanan
berpendingin (cold storage) yang telah memiliki NKV.
Pasal 17
(1) Kepala PPVTPP setelah menerima permohonan
secara online sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 melakukan verifikasi kelengkapan
persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) hari kerja sudah memberikan jawaban menolak atau menyetujui,
(2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) jika persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 tidak
lengkap dan /atau tidak benar.
(3) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diberitahukan oleh Kepala PPVTPP kepada Pemohon disertai alasan penolakannya
secara online.
(4) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) jika telah memenuhi persyaratan administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16.
(5) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) disampaikan kepada Direktur Jenderal secara online.
Pasal 18
(1) Direktur Jenderal setelah menerima permohonan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) melakukan kajian teknis dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sudah memberikan jawaban menolak atau menyetujui.
(2) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) apabila tidak memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4.
(3) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disampaikan oleh Direktur Jenderal kepada pemohon melalui Kepala PPVTPP
dalam bentuk surat penolakan secara online.
(4) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(5) Permohonan disetujui sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diterbitkan Rekomendasi oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.
Pasal 19
(1) Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
18 ayat (5) disampaikan oleh Direktur Jenderal kepada Kepala PPVTPP secara online.
(2) Kepala PPVTPP setelah menerima, Rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perdagangan melalui portal Indonesia National Single
Window /INSW dengan tembusan disampaikan kepada Pemohon.
Pasal 20
Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (5) paling sedikit memuat:
a. nomor rekomendasi;
b. nama, NPWP, alamat pemohon, dan alamat tempat penyimpanan berpendingin
(cold storage);
c. nomor dan tanggal surat permohonan;
d. Negara Asal;
e. nama dan nomor establishment Unit Usaha pemasok;
f. jenis potongan daging beku tanpa tulang beserta
kode HS;
g. persyaratan teknis kesehatan masyarakat veteriner;
h. tempat Pemasukan;
i. masa berlaku Rekomendasi; dan
J. tujuan penggunaan.
Pasal 21
Masa berlaku Rekomendasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 huruf I sesuai dengan waktu penugasan yang diberikan dalam surat
penugasan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang BUMN.
Pasal 22
Tujuan penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 huruf j untuk bantuan bencana alam, stabilisasi harga melalui kegiatan operasi
pasar dan /atau pemenuhan kebutuhan bahan baku industri.
Pasal 23
Dalam melakukan kegiatan operasi pasar, BUMN berkoordinasi
dengan Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan di provinsi dan kabupaten
/kota setempat dalam rangka menjaga penerapan rantai dingin
Pasal 24
BUMN yang melakukan Pemasukan:
a. dilarang mengajukan perubahan negara atau zona
asal dan Unit Usaha asal diluar yang telah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang peternakan dan kesehatan hewan;
b. dilarang melakukan pemasukan jenis /kategori
daging beku tanpa tulang selain yang tercantum dalam Rekomendasi;
c. wajib melakukan pencegahan masuk dan
menyebarnya penyakit hewan menular; dan /atau
d. wajib melaporkan realisasi Pemasukan paling
lama 1 (satu) minggu setelah masa berlaku Rekomendasi berakhir.
BAB IV
TINDAKAN KARANTINA
Pasal 25
Pemasukan daging beku tanpa tulang dari luar negeri
wajib:
a. dilengkapi sertifikat veteriner yang diterbitkan
oleh pejabat berwenang di Negara Asal;
b. melalui tempat pemasukan yang telah ditetapkan;
dan
c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina
di tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina.
Pasal 26
Dalam hal pengangkutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 melalui transit, dilakukan tindakan karantina hewan di tempat transit.
Pasal 27
Ketentuan tindakan karantina sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 dan Pasal 26 sesuai ketentuan peraturan
BAB V
PENGAWASAN
Pasal 28
(1) Pengawasan peredaran daging beku tanpa tulang
dilakukan setelah tindakan karantina berupa pelepasan.
(2) Pengawasan peredaran sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan bersama kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang perdagangan, BUMN, perindustrian, peternakan dan kesehatan hewan.
(3) Pengawasan peredaran selain dilakukan oleh
kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga dilakukan oleh pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten /kota sesuai dengan kewenangannya.
(4) Pengawasan oleh kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang peternakan dan kesehatan hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Pengawas Kesehatan Masyarakat Veteriner di
Kementerian.
(5) Pengawasan oleh pemerintah daerah provinsi
dan /atau kabupaten /kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pengawas
Kesehatan Masyarakat Veteriner di provinsi atau kabupaten /kota.
(6) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dan ayat (4) dapat dilakukan sewaktu-waktu.
BAB VI
KETENTUANSANKSI
Pasal 29
BUMN, yang melanggar ketentuan:
a. Pasal 3 ayat (4) dan ayat (6);
b. Pasal 13;
c. Pasal 22; dan /atau
d. Pasal 24,
dikenai sanksi berupa pencabutan Rekomendasi dan
/atau diusulkan kepada Menteri Perdagangan untuk mencabut Persetujuan Impor (PI)
yang telah diberikan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
2 Mei 2016
MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA,
AMRAN SULAIMAN
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
WIDODO
EKATJAHJANA
BERITA
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2016 NOMOR
******
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK
INDONESIA
NOMOR: 17/Permentan /PK.450/5/2016
TANGGAL: 2 Mei 2016
DAGING TANPA TULANG DARI JENIS LEMBU YANG DAPAT
DIMASUKKAN KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No
|
POS TARIF /HS
|
URAIAN BARANG
|
KETERANGAN
|
||
Kategori Daging
|
Jenis Item Potongan
(Internasional)
|
Jenis item Potongan
(nama Indonesia)
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
I
|
POTONGAN DAGING DARI JENIS LEMBU BEKU
|
||||
1
|
02.02
|
Daging binatang
jenis lembu, beku.
|
|||
2
|
Ex 0202.30.00.00
|
Daging
tanpa tulang (boneless)
|
Potongan
Primer (Primer Cuts)
|
Tenderloin Side
Strap Off
|
Has
dalam tanpa anakan
|
Tenderloin
|
Has
dalam dengan anakan
|
||||
Butt Tenderloin
|
Ujung has
dalam
|
||||
Striploin/
sirloin
|
Has
luar
|
||||
Tri-Tip/ Bottom
Sirloin Triangle
|
Pangkal
tanjung bawah bersih
|
||||
Cube roll/ Rib Eye
|
Lamusir
|
||||
Tenderloin Steak
|
Steak
has dalam
|
||||
Striploin steak
|
Steak
has luar
|
||||
Cube roll/ Rib Eye steak
|
Steak
lamusir
|
||||
Top sirloin
|
Pangkal
tanjung atas
|
||||
Sirloin Butt/ Rostbiff
|
Has tanjung bersih
|
||||
Rump cap
|
Steak tanjung
|
||||
Fillet of loin
|
Irisan
daging pinggang
|
||||
Chuck loin
|
Has sampil
|
||||
Short Ribs
|
Daging iga pendek
|
||||
Short plate
|
Sandung
lamur
|
||||
Potongan Sekunder (Secondary
Cuts)
|
Knucle
|
Daging
kelapa
|
|||
Topside/ inside
|
Penutup
utuh
|
||||
Silverside
|
Pendasar
utuh
|
||||
Outside
|
Pendasar
dengan gandik
|
||||
Chuck
|
Sampil
|
||||
Blade/clod
|
Sampil
kecil
|
||||
Daging
Industri
|
Trimmings 65
sampai dengan 95 CL
|
Tetelan
65 sampai dengan 95 CL
|
|||
Dis
newed minced beef /Finely
|
Daging
giling
|
||||
Textured Meat
Diced/
block beef
|
Daging
balok /dadu
|
||||
Topside /Inside
|
Penutup
utuh
|
||||
Brisket
|
Sanding
lamur
|
||||
Forquarter
|
Prosot
depan
|
||||
Hindquarter
|
Prosot
belakang
|
MENTERI PERTANIAN
REPUBLIK INDONESIA,
AMRAN SULAIMAN