PETUNJUK TEKNIS TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP HEWAN PENULAR RABIES

Penyakit Rabies adalah penyakit hewan menular akut yang penting untuk dilakukan pencegahan penyebarannya, oleh karena itu karantina menerbitkan Petunjuk Teknis pelaksanaan tindakan karantina terhadap Hewan Penular Rabies  untuk mencegah penyakit ini masuk /tersebar di wilayah negara Indonesia.

******


KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN
NOMOR: 87/Kpts/KR.120/L/1/2016

TENTANG

PETUNJUK TEKNIS TINDAKAN KARANTINA HEWAN
TERHADAP HEWAN PENULAR RABIES

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,


Menimbang:
a. bahwa dengan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 344.b/Kpts /PD.670.370 /L.12/06 telah ditetapkan Petunjuk Teknis Persyaratan Dan Tindakan Karantina Hewan Terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (Anjing, Kucing, Kera, Dan Hewan Sebangsanya);

b. bahwa dengan adanya perkembangan ilmu dan teknologi serta dinamika penyakit Rabies, Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 344.b/Kpts /PD.670.370 /L.12/06, sudah tidak sesuai dan perlu ditinjau kembali;

c. bahwa berdasarkan hal-hal sebagaimana tersebut pada huruf a dan huruf b di atas dan ketentuan Pasal 3 huruf d UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan untuk menjamin akuntabilitas Badan dan /atau Pejabat Pemerintahan dalam pelaksanaan Teknis Tindakan Karantina Hewan Terhadap Hewan Penular Rabies, perlu menetapkan kembali Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian  tentang  Petunjuk Teknis Tindakan  Karantina Hewan Terhadap Hewan Penular Rabies;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5015) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014    Nomor 338, Tambahan Lembaran Negar Republik Indonesia Nomor 5619);

3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi  Pemerintahan  (Lembaran  Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4002);

5. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara (Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 273);

6. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);

7. Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 85);

8. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 892/Kpts /TN.560 /9/1997 tentang Pernyataan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Bebas dari Penyakit Anjing Gila (Rabies); 9. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1096/Kpts /TN.120 /10/1999  tentang  Pemasukan Anjing, Kucing, Kera Dan Hewan  Sebangsanya  Ke Wilayah /Daerah Bebas Rabies Di Indonesia;

10. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 556/Kpts /PD.640 /10/2004  tentang  Pernyataan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Banten dan Jawa Barat Bebas dari Penyakit Anjing Gila;

11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 51/Permentan /OT.140 /10/2006 tentang Pedoman Tata Hubungan Kerja Fungsional Pemeriksaan Pengamatan dan Perlakuan Penyakit Hewan Karantina;

12. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan /OT.140 /4/2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian;

13. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts /PD.630 /9/2009 tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan Dan Klasifikasi Media Pembawa;

14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3600/Kpts /PD.640 /10/2009 tentang Pernyataan Berjangkitnya  Penyakit  Anjing  Gila  (Rabies)  di Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur dan Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat serta Kabupaten Lebak Provinsi Banten;

15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan /OT.140 /12/2011 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 44/Permentan/OT.140/3/2014 tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina;

16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4435/Kpts /PD.620 /7/2013 tentang Pernyataan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Bebas Penyakit Anjing Gila (Rabies);

17. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 43/Permentan /OT.010 /8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;

MEMUTUSKAN: MENETAPKAN:

KESATU: PETUNJUK TEKNIS TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP HEWAN PENULAR RABIES.

KEDUA: Petunjuk Teknis Tindakan Karantina Hewan Terhadap Hewan Penular Rabies yang selanjutnya disebut Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud pada diktum KESATU tercantum pada Lampiran  yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

KETIGA: Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud pada dictum KESATU sebagai acuan bagi petugas karantina hewan dalam melakukan tindakan karantina hewan terhadap Hewan Penular Rabies.

KEEMPAT: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal    20 Januari 2016

KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,


BANUN HARPINI
NIP; 19601019 198503 2 001

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth.:

1. Menteri Pertanian Republik Indonesia;
2. Para Pejabat Eselon I Lingkup Kementerian Pertanian;
3. Para Pejabat Eselon II Lingkup Badan Karantina Pertanian; dan
4. Para  Kepala  Balai  Besar/Balai/Stasiun  Karantina  Pertanian  di  Seluruh Indonesia.



*********************************************************************************
LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN
NOMOR: 87/Kpts/KR.120/L/1/2016
TANGGAL: 20 Januari 2016


PETUNJUK TEKNIS TINDAKAN KARANTINA HEWAN
TERHADAP HEWAN PENULAR RABIES

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Penyakit  Anjing  Gila  atau  Rabies  adalah  penyakit  hewan menular yang bersifat akut dan menyerang susunan syaraf pusat, disebabkan oleh Rabies virus dari family Rhabdoviridae dapat menyerang semua makhluk hidup yang berdarah panas, termasuk  manusia.  Penyakit  ini  ditularkan  oleh  kelompok hewan penular Rabies (HPR) yang dapat membawa dan menularkan virus Rabies, yaitu anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya.

Rabies merupakan Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK) Golongan II berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan Karantina, Penggolongan Dan Klasifikasi Media Pembawa. Penyakit ini perlu dicegah masuk, tersebar dan keluarnya dengan menerapkan pelaksanaan tindakan karantina hewan secara optimal.

Pelaksanaaan tindakan karantina hewan terhadap HPR selama ini mengacu pada peraturan perundang-undangan di bidang karantina hewan dan Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian nomor 344.b/Kpts/PD.670.370/L,12/06 tentang Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan Karantina Hewan Terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (Anjing Kucing, Kera dan Hewan Sebangsanya). Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan di bidang pencegahan penyebaran Rabies, Petunjuk teknis tersebut dinilai sudah tidak sesuai lagi sehingga perlu dilakukan penyesuaian dan penyempurnaan. Melalui penyempurnaan petunjuk teknis tersebut,  diharapkan  pencegahan  terhadap  penyakit  Rabies dapat dilakukan secara optimal.

1.2.   Maksud dan Tujuan

Petunjuk Teknis ini disusun dengan maksud sebagai acuan bagi petugas karantina dalam melaksanakan tindakan karantina terhadap Hewan Penular Rabies dalam upaya mencegah penyakit Rabies masuk ke, tersebar di, dan/atau keluar dari wilayah negara Republik Indonesia. Tujuan dari Petunjuk Teknis ini agar pelaksanaan tindakan karantina terhadap Hewan Penular Rabies memenuhi ketentuan ilmiah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1.3.  Ruang Lingkup

Petunjuk Teknis ini mengatur tentang:
1. Status dan Situasi Rabies;
2. Tindakan  Karantina Hewan Terhadap Pemasukan Hewan Penular Rabies Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;
3. Tindakan  Karantina  Hewan  Terhadap  Pengeluaran  Dari Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;
4. Tindakan Karantina Hewan Terhadap Pemasukan dan Pengeluaran Hewan Penular Rabies Di Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;
5. Tindakan Karantina Hewan Terha dap Hewan Penular Rabies Untuk Keperluan  Perlombaan, Pertunjukan dan Diplomatik;
6. Tindakan Karantina Hewan Terhadap Hewan Penular Rabies Organik; dan
7. Jasa Karantina.

1.4. Definisi
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan:
1. Tindakan karantina hewan yang selanjutnya disebut tindakan karantina adalah kegiatan yang dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di, dan/atau keluar dari dalam wilayah negara Republik Indonesia.

2. Penyakit  Anjing  Gila  yang  selanjutnya  disebut  Rabies adalah penyakit hewan menular yang bersifat akut dan menyerang susunan syaraf  pusat, disebabkan oleh Rabies virus dari family Rhabdoviridae yang dapat menyerang semua makhluk hidup yang berdarah panas, termasuk manusia.

3. Hewan  Penular  Rabies  yang  selanjutnya  disebut  HPR adalah hewan yang dapat membawa dan menularkan virus Rabies, yaitu anjing, kucing, kera dan hewan sebangsanya.

4. Hewan sebangsanya adalah semua hewan dan/atau satwa liar jenis carnivora dan/atau jenis kera/primata yang dapat bertindak sebagai pembawa penyakit Rabies, tertular Rabies serta menularkan Rabies.

5. HPR Organik adalah HPR yang dilatih dan dipelihara secara intensif guna membantu tugas-tugas kedinasan milik Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, milik instansi pemerintah lainnya antara lain Bea Cukai dan Badan Karantina Pertanian.

6. Negara atau area bebas Rabies adalah suatu negara atau area  dalam  suatu  negara  yang  telah  dinyatakan  bebas Rabies oleh pemerintah.

7. Area Bebas Rabies di Indonesia adalah suatu area tertentu, baik yang bersifat administratif maupun berupa area atau gugusan area yang bebas Rabies atau dinyatakan bebas Rabies oleh Menteri.

8. Negara tertular Rabies adalah negara endemis dimana satu atau  lebih  areanya  masih  terjadi  kasus  Rabies  dalam  2 (dua) tahun terakhir.

9. Area  tertular  Rabies  adalah  suatu  area  endemis  dimana masih terjadi kasus Rabies dalam 2 (dua) tahun terakhir.

10. Wabah Rabies adalah peningkatan kasus kejadian Rabies di suatu negara /area asal HPR atau adanya letupan kasus kejadian  (outbreak)  Rabies  yang  meluas  secara  cepat  di suatu negara/area asal HPR yang semula dikategorikan endemis berdasarkan informasi dari Badan  Kesehatan Hewan Dunia (World Organization for Animal Health (WOAH) /Office des Internationale Epizooties (OIE)) dan/atau penetapan Menteri, atau timbulnya penyakit Rabies baru di suatu area yang  sebelumnya tidak pernah ada kasus Rabies, atau timbulnya penyakit Rabies di suatu area yang sebelumnya tidak pernah ada kasus Rabies di area setelah melalui program vaksinasi dan/atau eliminasi.

11. Pemasukan HPR adalah suatu kegiatan untuk memasukkan HPR   kedalam wilayah negara Republik Indonesia  atau  dari  suatu  area  ke  area  lain  di  dalam wilayah negara Republik Indonesia.

12. Pengeluaran HPR adalah suatu kegiatan untuk mengeluarkan HPR dari dalam wilayah negara Republik Indonesia  atau  dari  suatu  area  ke  area  lain  di  dalam wilayah negara Republik Indonesia.

13. Area adalah satu atau beberapa area administratif dalam suatu area, area atau kelompok area di dalam wilayah negara Republik Indonesia yang dikaitkan dengan pencegahan penyebaran Rabies.

14. Buku vaksin adalah dokumen yang paling kurang memuat keterangan tentang identitas hewan, sejarah vaksinasi, jenis dan profil vaksin yang digunakan.

15. Sertifikat  Kesehatan  Hewan  adalah  dokumen  karantina yang  diterbitkan  oleh  dokter  hewan  karantina di tempat pengeluaran  untuk  pembebasan media pembawa HPHK yang dilalulintaskan, setelah dinyatakan sehat melalui serangkaian tindakan karantina.

16. Sertifikat  Pelepasan  adalah  dokumen  karantina  yang diterbitkan oleh   dokter   hewan karantina di tempat pemasukan untuk pembebasan media pembawa HPHK setelah dinyatakan sehat melalui serangkaian tindakan karantina.

17. Tempat Pemasukan dan/atau Tempat Pengeluaran adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau, pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan negara lain dan tempat-tempat lain yang ditetapkan Menteri sebagai tempat untuk memasukkan dan /atau mengeluarkan media pembawa.

18. Instalasi Karantina Hewan yang selanjutnya disebut instalasi karantina adalah suatu bangunan berikut peralatan dan lahan serta sarana   pendukung yang diperlukan sebagai tempat untuk melakukan tindakan karantina.

19. Pemilik atau Kuasa Pemilik HPR yang selanjutnya disebut pemilik atau kuasanya adalah orang atau badan hukum yang memiliki HPR dan /atau yang bertanggung jawab atas pemasukan, transit, atau pengeluaran HPR.

20. Hasil Uji Titer Antibodi adalah surat keterangan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap titer antibodi Rabies dalam serum darah HPR, yang dikeluarkan oleh laboratorium veteriner yang ditunjuk atau laboratorium veteriner yang terakreditasi untuk ruang lingkup pengujian titer antibodi Rabies.

21. Titer Antibodi Protektif Terhadap Rabies yang selanjutnya disebut titer antibodi protektif adalah titer antibodi protektif terhadap Rabies 0,5  IU /ml atau  setara.

22. Titer  Antibodi  Tidak  Protektif  Terhadap  Rabies  yang selanjutnya disebut titer antibodi tidak protektif adalah titer antibodi terhadap Rabies s 0,5  IU /ml atau  setara.

23. Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut petugas karantina adalah pegawai negeri tertentu yang diberi tugas untuk melakukan tindakan karantina.

24. Dokter Hewan Petugas Karantina yang selanjutnya disebut dokter hewan karantina adalah dokter hewan yang ditunjuk oleh Menteri untuk melaksanakan tindakan karantina.

25. Paramedik Karantina Hewan yang selanjutnya disebut paramedik karantina adalah petugas teknis yang ditunjuk oleh Menteri untuk   membantu   pelaksanaan   tindakan karantina.

26. Pejabat Berwenang Di Negara Asal adalah pejabat yang ditunjuk oleh pemerintah setempat untuk menandatangani Sertifikat Kesehatan Hewan.

27. Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan karantina hewan.

BAB II
STATUS DAN SITUASI PENYAKIT RABIES

2.1. Berdasarkan status dan situasi penyakit Rabies, wilayah negara Republik Indonesia terdiri atas:

a. area bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi;
b. area bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi atau
c.  area tertular Rabies; dan
d. area wabah.

2.2. Status  dan  situasi  penyakit  Rabies  wilayah  negara  Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada angka 2.1. sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor: l096/Kpts /TN.120 /10/1999 Tentang Pemasukan Anjing, Kucing, Kera Dan Hewan Sebangsanya Ke Wilayah/Daerah Bebas Rabies Di Indonesia, Keputusan Menteri Pertanian Nomor 892/Kpts/TN.560/9/ 1997 tentang Pernyataan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur , Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Bebas dari Penyakit Anjing Gila (Rabies), Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 1696/Kpts/PD.610/12/2008 Tentang Penetapan Provinsi Bali Sebagai Kawasan Karantina Penyakit Anjing Gila (Rabies), Keputusan Menteri Pertanian Nomor  556/Kpts/PD.640/ 10/2004 tentang Pernyataan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Banten  dan  Jawa  Barat  Bebas  dari  Penyakit  Anjing  Gila, Keputusan Menteri Pertanian Nomor 3600/Kpts /PD.640 /10/2009 tentang Pernyataan Berjangkitnya Penyakit Anjing Gila (Rabies) di Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur dan Kota Sukabumi Provinsi Jawa Barat serta Kabupaten Lebak Provinsi Banten,    Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4435/Kpts/PD.620/7/2013  tentang  Pernyataan  Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Bebas Penyakit Anjing Gila (Rabies) yaitu:

A. Daftar Area Bebas Rabies tanpa Vaksinasi:
1. Provinsi Kepulauan Riau;
2. Provinsi Bangka Belitung;
3. Provinsi Papua;
4. Provinsi Papua Barat; dan
5. Provinsi Nusa Tenggara Barat.

B. Daftar Area Bebas Rabies dengan Vaksinasi:
1. Provinsi DKI Jakarta;
2. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta;
3. Provinsi Jawa Tengah; dan
4. Provinsi Jawa Timur;

C. Daftar Area Tertular Rabies:
1. Seluruh Provinsi di Pulau Sumatera;
2. Seluruh Provinsi di Pulau Sulawesi dan Maluku; dan
3. Seluruh Provinsi di Pulau Kalimantan.

D. Daftar Area Wabah Rabies:
1. Provinsi Bali;
2. Provinsi Nusa Tenggara Timur (Kecuali daratan Kupang yang bebas); dan
3. Pulau Nias.

BAB III

TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN HPR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

3.1. Umum

3.1.1. Petugas Karantina Hewan melakukan tindakan karantina hewan terhadap:

3.1.1.1. Pemasukan HPR ke dalam wilayah negara Republik Indonesia yang merupakan area bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi, apabila HPR berasal dari negara bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi.

3.1.1.2. Pemasukan HPR ke area bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi untuk HPR yang berasal dari negara:

a. bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi;
b. bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi; atau
c. tertular Rabies.

3.1.1.3. Pemasukan HPR ke area tertular Rabies, yang berasal dari negara:

a. bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi;
b. bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi; atau
c.  tertular Rabies.

3.1.1.5. Pengeluaran dan pemasukan HPR Organik untuk kepentingan negara.

3.1.2. Petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan terhadap HPR apabila:

3.1.2.1. berasal dari Negara bebas Rabies  dengan vaksinasi ke area bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi;
3.1.2.2. berasal dari Negara tertular Rabies ke area bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi; atau
3.1.2.3. Area tujuan merupakan kawasan karantina.

3.1.3. Status Negara bebas dengan tidak menerapkan vaksinasi, negara bebas dengan menerapkan vaksinasi dan  negara  tertular  Rabies  sebagaimana  dimaksud pada angka 3.1.1.2 huruf a, huruf b dan huruf c, sewaktu-waktu dapat berubah sesuai dengan perkembangan situasi dan status penyakit Rabies yang diinformasikan oleh Badan Kesehatan Hewan Dunia (OJE).

3.2. Tindakan Karantina Hewan Terhadap HPR

3.2.1. Tindakan Karantina Hewan meliputi:
a. pemeriksaan;
b. pengasingan;
c. pengamatan;
d. perlakuan;
e. penahanan;
f. penolakan;
g. pemusnahan; dan /atau
h. pembebasan.

3.2.2. Tindakan karantina hewan dilakukan oleh petugas karantina hewan di tempat pemasukan ataupun di dalam instalasi karantina hewan milik pemerinta.

3.2.2.1.Apabila instalasi karantina hewan milik pemerintah kapasitasnya tidak mencukupi, sedang dipergunakan atau tidak layak dipergunakan, tindakan karantina hewan dapat dilakukan di tempat pemilik setelah memenuhi persyaratan dan ditetapkan sebagai Instalasi Karantina Hewan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian Atas Nama Menteri.

3.2.3. Petugas Karantina Hewan memeriksa pemasukan HPR ke            dalam wilayah negara Republik Indonesia dari negara bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi, apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. dilengkapi dengan Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di negara asal;
b. melalui tempat pemasukan yang ditetapkan; dan
c. dilaporkan dan diserahkan kepada petugas karantina untuk dilakukan tindakan karantina.

Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara asal perlu diperiksa apakah memuat pernyataan sebagai berikut:
a. HPR   dalam   kondisi   sehat   dan layak untuk dilalulintaskan;
b. HPR telah dipelihara sejak lahir atau telah berada di negara asal  selama  tidak  kurang  dari  6  (enam) bulan sebelum hari keberangkatan; dan
c.  negara asal tidak menerapkan vaksinasi.

3.2.4. Petugas karantina hewan memeriksa pemasukan HPR ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dari negara  bebas  Rabies  dengan  menerapkan  vaksinasi, apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. dilengkapi dengan Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di negara asal;
b. dilengkapi dengan buku vaksin;
c. melalui tempat pemasukan yang ditetapkan; dan
d. dilaporkan    dan    diserahkan    kepada    petugas karantina untuk dilakukan tindakan karantina.

Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat berwenang di negara asal, perlu diperiksa apakah memuat pernyataan sebagai berikut:

a. HPR   dalam   kondisi   sehat   dan   layak   untuk dilalulintaskan;
b. HPR telah dipelihara sejak lahir atau telah berada di negara asal HPR selama tidak kurang dari 6 (enam) bulan sebelum hari keberangkatan;
c.  HPR telah divaksin dengan vaksin Rabies inaktif di negara  asal  pada  saat  berumur  paling  kurang  3 (tiga) bulan;
d. HPR memiliki titer antibodi protektif; dan
e.  hasil  uji  titer  antibodi  protektif  dilampirkan pada Sertifikat Kesehatan Hewan.

3.2.5. Petugas karantina hewan memeriksa apakah pemasukan HPR ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dari negara tertular Rabies, telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. dilengkapi dengan Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di negara asal;
b. dilengkapi dengan buku vaksin;
c. melalui tempat pemasukan yang ditetapkan; dan
d. dilaporkan    dan    diserahkan    kepada    petugas karantina untuk dilakukan tindakan karantina.

Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di negara asal perlu diperiksa apakah memuat pernyataan sebagai berikut:

a. HPR dalam kondisi sehat, dan layak untuk dilalulintaskan;
b. HPR  telah  dilakukan  tindakan  karantina  berupa pemeriksaan, pengasingan dan pengamatan, serta perlakuan di negara asal selama 3 (tiga) bulan;
c.  HPR telah divaksin dengan vaksin Rabies inaktif di negara  asal  pada  saat  berumur  paling  kurang  3 (tiga) bulan;
d. HPR memiliki titer antibodi protektif; dan
e.  hasil uji titer antibodi protektif dilampirkan pada Sertifikat Kesehatan Hewan.

3.2.6. Petugas karantina hewan memeriksa apakah laporan rencana pemasukan HPR   telah disampaikan oleh pemilik paling lambat 2 (dua) hari sebelum alat angkut tiba di tempat pemasukan. Tenggang waktu tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan  bagi petugas karantina hewan dalam mempersiapkan pelaksanaan tindakan karantina hewan. Selanjutnya petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina  hewan pada saat HPR tiba di tempat pemasukan.

3.2.6.1.  Pemeriksaan Dokumen
Petugas  karantina  hewan  di  tempat pemasukan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen yang dipersyaratkan berupa:
3.2.6.1.1. kelengkapan dokumen;
3.2.6.1.2.kebenarandokumen;dan
3.2.6.1.3.keabsahandokumen

3.2.6.1.1. Kelengkapan Dokumen;

3.2.6.1.1.1. Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan dokumen terbukti HPR tidak dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada angka 3.2.3., 3.2.4. dan 3.2.5., petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

3.2.6.1.1.2. HPR yang ditolak dapat dilakukan penahanan apabila:

a. setelah dilakukan pemeriksaan      klinis, HPR sehat dan tidak menunjukkan gejala Rabies; dan
b. pemilik atau kuasanya menjamin dapat melengkapi dokumen yang dipersyaratkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah diterimanya Berita Acara Penahanan.

3.2.6.1.1.3. Apabila  dalam  jangka waktu tersebut pemilik atau kuasanya tidak melengkapi dokumen yang dipersyaratkan, petugas karantina hewan  melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

3.2.6.1.2.Kebenaran Dokumen

3.2.6.1.2.1. Petugas karantina hewan melakukan pemeriksaan kebenaran dokumen untuk mengetahui kesesuaian antara data yang tercantum dalam dokumen yang dipersyaratkan dengan data HPR yang sebenarnya.

3.2.6.1.2.2. Apabila pemeriksaan kebenaran dokumen, terbukti tidak sesuai antara data yang tercantum dalam dokumen yang dipersyaratkan dengan data HPR yang sebenarnya,petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

3.2.6.1.3. Keabsahan Dokumen

3.2.6.1.3.1. Petugas karantina hewan melakukan pemeriksaan keabsahan dokumen untuk membuktikan keabsahan dokumen yang dipersyaratkan. Dokumen yang dipersyaratkan dianggap sah, apabila: a. diterbitkan oleh lembaga dan /atau pejabat berwenang; b. menggunakan kop surat resmi; c. dibubuhi tanda tangan, nama serta jabatan; d. dibubuhi stempel; e. diberi nomor; dan f. mencantumkan tempat dan tanggal penerbitan dokumen.

3.2.6.1.3.2. Apabila dalam pemeriksaan keabsahan dokumen terbukti dokumen yang dipersyaratkan tidak sah, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

3.2.6.1.3.3. Apabila hasil pemeriksaan dokumenterbukti lengkap, benar dan sah, HPR   yang berasal dari negara: a. bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi atau dengan menerapkan vaksinasi, dilakukan pemeriksaan fisik; atau b. tertular Rabies, dilakukan pengasingan dan pengamatan.

3.1.3.1. Pemeriksaan Fisik

3.1.3.1.1. Terhadap pemasukan HPR dari negara bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi sebagaimana dimaksud pada angka 3.2.6.1.3.3.a., apabila hasil pemeriksaan fisik terhadap HPR: a. tidak ditemukan adanya dugaan Rabies, dilakukan tindakan karantina hewan pembebasan. Sebelum Pembebasan bagi HPR yang akan   dimasukkan   ke   area bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi dan ke area   tertular   Rabies, dilakukan vaksinasi dengan vaksin Rabies inaktif, atau tidak memberikan vaksinasi bagi HPR yang akan dimasukkan ke area bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi; atau b. ditemukan adanya dugaan Rabies, dilakukan tindakan karantina hewan pengasingan dan pengamatan selama 14 (empat belas) hari untuk keperluan observasi. Apabila hasil pengasingan dan pengamatan, terbukti bahwa HPR positif terinfeksi Rabies, maka dilakukan pemusnahan. Namun apabila terbukti negative terhadap Rabies, dilakukan tindakan karantina hewan pembebasan dengan memberikan vaksinasi dengan vaksin Rabies inaktif bagi HPR yang akan dimasukkan ke area bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi dan ke area tertular Rabies; atau tidak memberikan vaksinasi bagi HPR yang akan dimasukkan ke area bebas Rabies   dengan tidak menerapkan vaksinasi.

3.1.3.1.2. Terhadap pemasukan HPR dari negara bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi, apabila hasil pemeriksaan fisik terhadap HPR:

a. tidak ditemukan adanya dugaan Rabies terhadap HPR, dilakukan pemeriksaan titer antibodi atau pembebasan. Pemeriksaan titer antibodi dilakukan apabila pada saat melakukan pemeriksaan terhadap sertifikat  kesehatan hewan, hasil uji titer antibodi dan buku vaksin, Dokter Hewan  Karantina menilai bahwa  titer antibody sudah tidak  protektif  terhadap  jenis vaksin yang digunakan dan waktu pemberian vaksin terhadap HPR. Apabila dari hasil pemeriksaan titer antibodi terbukti protektif, dilakukan tindakan karantina hewan pembebasan. Namun apabila terbukti bahwa titer antibodi tidak protektif maka dilakukan vaksinasi dengan vaksin Rabies inaktif dan selanjutnya dilakukan pembebasan. Adapun terhadap HPR dapat langsung dilakukan tindakan karantina hewan pembebasan oleh Dokter Hewan Karantina apabila titer antibodinya dinilai masih protektif terhadap  jenis vaksin yang digunakan dan waktu pemberian vaksin terhadap HPR;

b. Ditemukan adanya dugaan Rabies terhadap HPR, dilakukan pengasingan dan pengamatan selama 14 (empat belas) hari untuk keperluan observasi. Apabila hasil observasi, terbukti bahwa HPR positif terinfeksi Rabies, maka dilakukan tindakan karantina hewan pemusnahan. Namun apabila negatif, maka dilakukan tindakan karantina hewan perlakuan yaitu dengan vaksinasi menggunakan vaksin Rabies inaktif dan selanjutnya dilakukan tindakan karantina hewan pembebasan.

3.1.3.1.3. Terhadap  pemasukan  HPR  dari negara tertular Rabies, maka terhadap HPR dikenakan masa pengasingan dan pengamatan selama 3 (tiga) bulan. Tindakan karantina  hewan  pengasingan dan pengamatan selama 3 (tiga) bulan tidak diterapkan apabila HPR memiliki titer antibodi protektif dan tidak ditemukan adanya dugaan Rabies.

3.1.3.1.3.1.  Tindakan karantina hewan pengasingan dan  pengamatan dilakukan setelah pemeriksaan dokumen yang dipersyaratkan dinyatakan lengkap, benar dan absah.

3.1.3.1.3.2. Dalam hal dilakukan tindakan karantina hewan pengasingan dan pengamatan selama (3) tiga bulan, apabila terbukti bahwa HPR positif terinfeksi Rabies, dilakukan tindakan karantina hewan pemusnahan. Apabila terbukti negatif terhadap Rabies, dilakukan tindakan karantina hewan perlakuan dengan vaksinasi menggunakan vaksin Rabies inaktif serta dilakukan pemeriksaan titer antibody dan selanjutnya dilakukan pembebasan setelah masa pengasingan dan pengamatan berakhir.

3.1.3.1.3.3. Terhadap HPR yang telah memiliki titer antibody protektif dan tidak ditemukan adanya dugaan Rabies, dapat langsung dilakukan pembebasan.

3.1.3.2. Penahanan

3.1.3.2.1. Petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penahanan dengan menempatkan HPR di instalasi karantina hewan di bawah pengawasan   petugas   karantina hewan.

3.1.3.2.2. Tindakan karantina hewan penahanan dilakukan dengan menerbitkan Berita Acara Penahanan.

3.1.3.2.3. Perawatan HPR selama masa penahanan menjadi beban dan tanggung jawab pemilik atau kuasanya.

3.1.3.2.4. Apabila terjadi kematian HPR selama masa penahanan, pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut ganti rugi dalam bentuk apapun.

3.1.3.3. Penolakan

3.1.3.3.1. Petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan dengan mengirim kembali HPR ke negara asal.

3.1.3.3.2. Tindakan karantina hewan penolakan dilakukan dengan menerbitkan Berita Acara Penolakan pada kesempatan pertama dengan mempertimbangkan kesiapan dan ketersediaan sarana alat angkut.

3.1.3.3.3. Apabila tindakan karantina hewan penolakan pada kesempatan pertama tidak diindahkan oleh pemilik atau kuasanya, terhadap HPR dilakukan pemusnahan.

3.1.3.3.4. Tindakan karantina hewan penolakan menjadi beban dan tanggung jawab pemilik atau kuasanya.

3.1.3.4. Pemusnahan

3.1.3.4.1. Petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan pemusnahan dengan cara mengeliminasi HPR.

3.1.3.4.2. Tindakan karantina hewan pemusnahan dilakukan dengan disaksikan oleh petugas kepolisian dan /atau petugas instansi lain yang terkait.

3.1.3.4.3. Pelaksanaan  tindakan  karantina hewan pemusnahan agar memperhatikan aspek kesejahteraan hewan (animal welfare) serta diterbitkan Berita Acara Pemusnahan.

3.1.3.4.4. Tindakan karantina hewan pemusnahan menjadi beban dan tanggung jawab pemilik atau kuasanya. 

3.1.3.5. Pembebasan

3.1.3.5.1. Dokter hewan karantina melakukan tindakan karantina hewan pembebasan apabila HPR juga  bebas  dari  HPHK  lainnya yang dapat ditularkan oleh HPR.

3.1.3.5.2. Tindakan karantina hewan pembebasan, dilakukandengan menerbitkan Sertifikat Pelepasan.

BAB IV

TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PENGELUARAN HPR DARI DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

4.1. Umum

Petugas  karantina  hewan  melakukan  tindakan  karantina hewan terhadap pengeluaran HPR dari dalam wilayah negara Republik  Indonesia  dengan  memeriksa  apakah  persyaratan dan ketentuan teknis negara tujuan telah dipenuhi. Tindakan karantina hewan dilakukan di tempat pengeluaran atau di dalam instalasi karantina hewan milik Pemerintah. Apabila instalasi karantina hewan milik Pemerintah kapasitasnya tidak mencukupi, sedang dipergunakan atau tidak layak dipergunakan, tindakan karantina hewan dapat dilakukan di tempat pemilik setelah setelah memenuhi persyaratan dan ditetapkan sebagai instalasi karantina hewan oleh Kepala Badan Karantina Pertanian Atas Nama Menteri.

Terhadap pengeluaran HPR yang berasal dari dalam wilayah negara Republik Indonesia yang sedang terjadi wabah Rabies, petugas  karantina  hewan  melakukan  tindakan  karantina hewan penolakan.

4.2. Tindakan Karantina Hewan

4.2.1. Tindakan Karantina Hewan terhadap pengeluaran HPR dari dalam wilayah negara Republik Indonesia meliputi:

a. pemeriksaan;
b. pengasingan;
c. pengamatan;
d. perlakuan;
e. penahanan;
f. penolakan;
g. pemusnahan; dan /atau
h. pembebasan.

4.2.2. Petugas karantina hewan melakukan pemeriksaan apakah HPR yang akan dikeluarkan dari dalam wilayah Negara Republik Indonesia telah memenuhi persyaratan yaitu dilengkapi dengan Sertifikat Veteriner yang diterbitkan oleh dokter hewan berwenang di daerah asal.

Sertifikat Veteriner yang diterbitkan oleh dokter hewan berwenang di daerah asal, perlu diperiksa apakah memuat pernyataan sebagai berikut:

a. di area asal HPR dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak pernah terjadi kasus Rabies;
b. HPR dalam kondisi sehat dan layak dilalulintaskan;
c.  HPR tidak dilarang pengeluarannya dari area asal;
d. HPR telah dipelihara sejak lahir atau telah berada di area asal selama tidak kurang dari 6 (enam) bulan sebelum hari keberangkatan.

4.2.3. Petugas karantina hewan memeriksa laporan rencana pengeluaran HPR telah disampaikan paling lambat 2 (dua) hari sebelum HPR tiba di tempat pengeluaran. Tenggang waktu paling lambat 2 (dua) hari dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi petugas karantina hewan dalam mempersiapkan pelaksanaan tindakan karantina hewan. Penyerahan HPR dan dokumen yang dipersyaratkan dilakukan pada saat tiba di tempat pengeluaran.

4.2.3.1.  Pemeriksaan Dokumen
Petugas karantina hewan di tempat pengeluaran melakukan pemeriksaan terhadap dokumen yang dipersyaratkan berupa:

4.2.3.1.1. kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan;
4.2.3.1.2. kebenaran dokumen; dan
4.2.3.1.3. keabsahan dokumen. 

4.2.3.1.1. Kelengkapan Dokumen Yang Dipersyaratkan

4.2.3.1.1.1. Petugas Karantina Hewan melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada angka 4.2.2. 

4.2.3.1.1.2. Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan dokumen terbukti HPR tidak dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan. 

4.2.3.1.2. Kebenaran Dokumen
Petugas karantina hewan melakukan pemeriksaan kebenaran dokumen untuk mengetahui kesesuaian antara data yang tercantum dalam dokumen yang dipersyaratkan dengan data HPR yang sebenarnya. 

4.2.3.1.2.1. Apabila pemeriksaan kebenaran dokumen, terbukti tidak  sesuai antara data yang tercantum dalam dokumen yang dipersyaratkan dengan data HPR yang sebenarnya, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

4.2.3.1.3. Keabsahan Dokumen

4.2.3.1.3.1. Petugas karantina hewan melakukan pemeriksaan keabsahan dokumen untuk membuktikan keabsahan dokumen yang dipersyaratkan. Dokumen yang dipersyaratkan dianggap sah, apabila:

a. diterbitkan oleh lembaga dan /atau dokter hewan yang berwenang di daerah asal;
b. menggunakan kop surat resmi;
c. dibubuhi tanda tangan, nama serta jabatan;
d. dibubuhi stempel;
e. diberi nomor; dan
f. mencantumkan tempat dan tanggal penerbitan dokumen.

4.2.3.1.3.2. Apabila dalam pemeriksaan keabsahan dokumen terbukti dokumen yang dipersyaratkan tidak sah, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

4.2.3.1.3.3. Apabila hasil pemeriksaan dokumen terbukti lengkap, benar dan sah, HPR terhadap HPR dilakukan pemeriksaan fisik.

4.2.3.2.  Pemeriksaan Fisik

Terhadap  pengeluaran  HPR  dari  dalam wilayah negara Republik Indonesia, apabila hasil pemeriksaan fisik terhadap HPR:

4.2.3.2.1. tidak ditemukan adanya dugaan Rabies, dilakukan pembebasan; dan

4.2.3.2.2. ditemukan adanya dugaan Rabies, dilakukan tindakan karantina hewan pengasingan dan pengamatan selama 14 (empat belas)        hari untuk keperluan observasi.

4.2.3.2.3. Apabila hasil tindakan karantina hewan pengasingan dan pengamatan, terbukti bahwa HPR:

4.2.3.2.1.1. positif terinfeksi Rabies,  dilakukan tindakan karantina hewan pemusnahan; dan

4.2.3.2.1.2. negative terhadap Rabies,  dilakukan tindakan karantina hewan pembebasan.

4.2.3.3.  Penolakan

4.2.3.3.1. Petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan   dengan tidak memperbolehkan HPR untuk dikirim ke negara tujuan, dan selanjutnya diterbitkan Berita Acara Penolakan. 4.2.3.3.2. Pemilik atau kuasanya wajib mengambil kembali HPR yang dilakukan penolakan, dalam batas waktu paling lama 24 (dua puluh empat) jam.

4.2.3.3.3. Apabila pemilik atau kuasanya tidak mengambil HPR dalam batas waktu   tersebut, terhadap HPR dapat dilakukan tindakan karantina hewan pemusnahan berdasarkan pertimbangan dokter hewan karantina.

4.2.3.4. Pemusnahan

4.2.3.4.1. Petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan pemusnahan dengan cara mengeliminasi HPR.

4.2.3.4.2. Tindakan karantina hewan pemusnahan dilakukan dengan disaksikan oleh petugas kepolisian dan/atau            petugas instansi lain yang terkait. Pelaksanaan tindakan karantina hewan pemusnahan agar memperhatikan aspek kesejahteraan hewan (animal welfare) serta diterbitkan Berita Acara Pemusnahan.

4.2.3.4.3. Tindakan karantina hewan pemusnahan menjadi beban dan tanggung jawab pemilik atau kuasanya Pemusnahan, dilakukan dengan disaksikan oleh petugas kepolisian dan /atau petugas instansi lain yang terkait.

4.2.3.5   Pembebasan

4.2.3.5.1. Dokter hewan karantina melakukan tindakan karantina hewan pembebasan apabila HPR juga bebas dari HPHK lainnya yang dapat ditularkan oleh HPR tersebut serta telah memenuhi ketentuan teknis negara tujuan.

4.2.3.5.1. Tindakan karantina hewan pembebasan, dilakukan dengan menerbitkan Sertifikat Kesehatan Hewan.

BAB V

TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN HPR DI DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA

5.1. Umum

5.1.1. Petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan terhadap pengeluaran dan pemasukan HPR dari:

a. area bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi ke area bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi;
b. area bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi ke area bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi;
c. area bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi ke area tertular;
d. area bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi ke area bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi;
e. area bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi ke area tertular; atau
f. area tertular ke area tertular.

5.1.2. Petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan terhadap HPR organik yang dilakukan pengeluaran    dan pemasukan antar area di dalam wilayah negara Republik Indonesia.

5.1.3. Petugas karantina melakukan tindakan karantina hewan penolakan terhadap pengeluaran dan pemasukan HPR dari:

a. area tertular Rabies ke area bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi; atau
b. ke daerah wabah dan atau kawasan karantina.

5.2. Tindakan Karantina Hewan
5.2.1. Petugas karantina hewan memeriksa pengeluaran dan pemasukan HPR antar area di dalam wilayah negara Republik Indonesia yang memenuhi peryaratan sebagai berikut:

a. dilengkapi dengan Sertifikat Veteriner yang diterbitkan oleh dokter hewan berwenang di daerah asal;
b. dilengkapi dengan Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh Dokter Hewan Karantina di tempat pengeluaran;
c. dilengkapi dengan buku vaksin, bagi HPR yang berasal dari area bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi dan area tertular Rabies;
d. melalui tempat pengeluaran dan pemasukan yang ditetapkan; dan
e. dilaporkan   dan   diserahkan   kepada   petugas karantina di tempat pengeluaran dan pemasukan untuk dilakukan tindakan karantina.

5.2.2.  Sertifikat Veteriner yang diterbitkan oleh Dokter Hewan Berwenang di daerah asal, diperiksa apakah memuat pernyataan sebagai berikut:

a. dalam  kondisi  sehat,  tidak  menunjukkan  gejala klinis Rabies dan layak untuk dilalulintaskan;
b. telah dipelihara sejak lahir atau telah berada di area asal selama tidak kurang dari 6 (enam) bulan sebelum hari keberangkatan; dan /atau
c. telah divaksin dengan vaksin Rabies inaktif bagi HPR yang berasal dari area bebas dengan menerapkan vaksinasi atau area tertular, pada saat berumur paling kurang 3 (tiga) bulan).

5.2.3. Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh Dokter Hewan Karantina, bagi pengeluaran HPR dari area bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi, paling kurang memuat pernyataan sebagai berikut:

a. HPR   dalam   kondisi   sehat   dan   layak   untuk dilalulintaskan; dan
b. telah dipelihara sejak lahir atau telah berada di area asal selama tidak kurang dari 6 (enam) bulan sebelum hari keberangkatan.

5.2.4. Sertifikat  Kesehatan  Hewan  yang  diterbitkan  oleh Dokter Hewan Karantina, bagi pengeluaran HPR dari area bebas Rabies dengan menerapkan vaksinasi, paling kurang memuat pernyataan sebagai berikut:

a. HPR dalam kondisi sehat, tidak menunjukkan dugaan Rabies sebelum diberangkatkan, dan layak untuk dilalulintaskan;
b. HPR telah dipelihara sejak lahir atau telah berada di area asal HPR selama tidak kurang dari 6 (enam) bulan sebelum hari keberangkatan;
c.  HPR  telah  divaksin  dengan  vaksin  Rabies  inaktif pada saat berumur paling kurang 3 (tiga) bulan;
d. HPR memiliki titer antibodi protektif; dan
e.  tidak ada kasus Rabies yang dikonfirmasi di area asal HPR selama 2 (dua) tahun terakhir.

5.2.5. Sertifikat Kesehatan Hewan yang diterbitkan oleh Dokter Hewan Karantina, bagi pengeluaran HPR dari area tertular Rabies, paling kurang memuat pernyataan sebagai berikut:

a. HPR dalam kondisi sehat, dan layak untuk dilalulintaskan;
b. telah divaksin dengan vaksin Rabies inaktif di area asal pada saat berumur paling kurang 3 (tiga) bulan;
c. memiliki titer antibody protektif; dan
d. hasil uji titer antibodi dilampirkan pada Sertifikat Kesehatan Hewan.

5.3. Tata Cara Tindakan Karantina Hewan di Tempat Pengeluaran

5.3.1. Umum

Petugas karantina hewan memeriksa laporan rencana pengeluaran HPR yang disampaikan paling lambat 2 (dua) hari sebelum HPR tiba di tempat pengeluaran. Tenggang waktu paling lambat 2 (dua) hari dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi petugas karantina hewan dalam mempersiapkan pelaksanaan tindakan karantina hewan. Penyerahan HPR  dan  dokumen  yang  dipersyaratkan  dilakukan pada saat tiba di tempat pengeluaran.

5.3.2. Pemeriksaan Dokumen
Petugas karantina hewan di tempat pengeluaran melakukan pemeriksaan terhadap dokumen yang dipersyaratkan berupa:
a. kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan;
b. kebenaran dokumen; dan
c. keabsahan dokumen.

5.3.2.1. Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan dokumen terbukti HPR tidak dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

5.3.2.2. HPR yang ditolak dapat dilakukan penahanan apabila:

a. setelah dilakukan pemeriksaan klinis, HPR sehat dan tidak menunjukkan gejala Rabies; dan
b. pemilik atau kuasanya menjamin dapat melengkapi dokumen yang dipersyaratkan dalam  jangka  waktu  paling  lama  3  (tiga) hari terhitung setelah diterimanya Berita Acara Penahanan.

5.3.2.3. Apabila dalam jangka waktu tersebut pemilik atau kuasanya tidak melengkapi dokumen yang dipersyaratkan, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

5.3.2.4. Petugas karantina hewan melakukan pemeriksaan kebenaran dokumen untuk mengetahui kesesuaian antara data yang tercantum dalam dokumen yang dipersyaratkan dengan data HPR yang sebenarnya. Apabila pemeriksaan kebenaran dokumen, terbukti tidak sesuai antara data yang tercantum dalam dokumen yang dipersyaratkan dengan data HPR yang sebenarnya, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

5.3.2.5. Petugas karantina hewan melakukan pemeriksaan keabsahan dokumen untuk membuktikan keabsahan dokumen yang dipersyaratkan. Dokumen yang dipersyaratkan dianggap sah, apabila:

a. diterbitkan oleh lembaga dan /atau dokter hewan yang berwenang di daerah asal;
b. menggunakan kop surat resmi;
c. dibubuhi tanda tangan, nama serta jabatan;
d. dibubuhi stempel; e. diberi nomor; dan
f. mencantumkan tempat dan tanggal penerbitan dokumen.

5.3.2.6. Apabila dalam pemeriksaan keabsahan dokumen terbukti dokumen yang dipersyaratkan tidak sah, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

5.3.2.7. Apabila hasil pemeriksaan dokumen terbukti lengkap, benar dan sah, HPR  yang  berasal dari area:
a. bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi atau dengan menerapkan vaksinasi, dilakukan pemeriksaan fisik; atau
b. tertular Rabies, dilakukan pengasingan dan pengamatan.

5.3.3. Tindakan Karantina Hewan Di Tempat Pengeluaran Di Area Bebas Rabies Dengan Tidak Menerapkan Vaksinasi.

5.3.3.1. Apabila hasil pemeriksaan fisik, terbukti:

a. tidakditemukan  adanya  dugaan  Rabies, terhadap HPR dilakukan tindakan karantina hewan pembebasan; dan
b. ditemukan adanya dugaan Rabies, terhadap HPR dilakukan tindakan karantina hewan pengasingan dan pengamatan selama 14 (empat belas) hari untuk keperluan observasi.

5.3.3.2. Apabila hasil observasi, terbukti HPR:

a. positif terinfeksi Rabies, dilakukan tindakan karantina hewan pemusnahan; dan
b. negatif terhadap Rabies, dilakukan tindakan karantina hewan pembebasan.

5.3.4. Tindakan Karantina Hewan Di Tempat Pengeluaran Di Area Bebas Rabies Dengan Menerapkan Vaksinasi.

5.3.4.1. Apabila hasil pemeriksaan fisik, terbukti:

5.3.4.1.1. tidak ditemukan adanya dugaan Rabies terhadap HPR, dilakukan pemeriksaan titer antibody atau langsung dilakukan pembebasan.

5.3.4.1.1.1. Pemeriksaan titer antibody dilakukan apabila pada saat melakukan pemeriksaan terhadap Sertifikat Veteriner, hasil uji titer antibodi, dan  buku  vaksin, Dokter Hewan Karantina menilai bahwa titer antibodi sudah tidak protektif terhadap jenis vaksin yang digunakan dan waktu pemberian vaksin terhadap HPR.

5.3.4.1.1.2. Apabila pemeriksaan titer antibodi menunjukkan hasil bahwa HPR terbukti:

a. titer antibodi protektif, dilakukan pembebasan;
b. titer antibodi tidak protektif, dilakukan vaksinasi dengan vaksin Rabies inaktif dan selanjutnya dilakukan pembebasan.

5.3.4.1.1.3. Terhadap HPR langsung dilakukan pembebasan apabila pada saat melakukan pemeriksaan terhadap ketiga dokumen tersebut, Dokter Hewan Karantina menilai bahwa titer antibodi masih protektif terhadap jenis vaksin yang digunakan dan waktu pemberian vaksin terhadap HPR.

5.3.4.1.2. Ditemukan adanya dugaan Rabies terhadap HPR, dilakukan pengasingan dan pengamatan selama 14 (empat belas) hari untuk keperluan observasi. Apabila hasil observasi, terbukti bahwa HPR:

5.3.4.1.2.1. positif terinfeksi Rabies, dilakukan pemusnahan; dan

5.3.4.1.2.2. negatif terhadap Rabies, dilakukan pemeriksaan titer antibodi atau pembebasan.

5.3.5. Tindakan Karantina Hewan Di Tempat Pengeluaran Di Area Tertular Rabies.

5.3.5.1. Apabila hasil pemeriksaan fisik, terbukti:

5.3.5.1.1. tidak ditemukan adanya dugaan Rabies terhadap HPR dilakukan tindakan karantina hewan pembebasan, dan

5.3.5.1.2. ditemukan adanya dugaan Rabies, dilakukan tindakan karantina sebagaimana  tercantum pada butir 5.3.4.

5.4. Tata Cara Tindakan Karantina Hewan di Tempat Pemasukan

5.4.1. Umum
Petugas karantina hewan memeriksa laporan rencana pemasukan HPR paling lambat 2 (dua) hari sebelum HPR tiba di tempat pemasukan. Tenggang waktu paling lambat 2 (dua) hari dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi petugas karantina hewan dalam mempersiapkan pelaksanaan tindakan karantina hewan. Penyerahan HPR dan dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada angka 5.2.1. dilakukan pada saat HPR tiba di tempat pemasukan.

5.4.2. Pemeriksaan Dokumen
Petugas karantina hewan di tempat pemasukan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen yang dipersyaratkan berupa:

a. kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan;
b. kebenaran dokumen; dan
c. keabsahan dokumen.

5.4.2.1. Apabila hasil pemeriksaan kelengkapan dokumen terbukti HPR tidak dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

5.4.2.2. HPR yang ditolak dapat dilakukan penahanan apabila:

a. setelah dilakukan pemeriksaan klinis, HPR sehat dan tidak menunjukkan gejala Rabies; dan
b. pemilik atau kuasanya menjamin dapat melengkapi dokumen yang dipersyaratkan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung setelah diterimanya Berita Acara Penahanan.

5.4.2.3. Apabila dalam jangka waktu tersebut pemilik atau kuasanya tidak melengkapi dokumen yang dipersyaratkan, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

5.4.2.4. Petugas karantina hewan melakukan pemeriksaan kebenaran dokumen untuk mengetahui kesesuaian antara data yang tercantum dalam dokumen yang dipersyaratkan dengan data HPR yang sebenarnya.

5.4.2.5. Apabila pemeriksaan kebenaran dokumen, terbukti tidak sesuai antara data   yang tercantum dalam dokumen yang dipersyaratkan dengan data HPR yang sebenarnya, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

5.4.2.6. Petugas karantina hewan melakukan pemeriksaan keabsahan dokumen untuk membuktikan keabsahan dokumen yang dipersyaratkan. Dokumen yang dipersyaratkan dianggap sah, apabila:

a. diterbitkan oleh dokter hewan karantina di tempat pengeluaran;
b. menggunakan kop surat resmi;
c. dibubuhi tanda tangan, nama serta jabatan;
d. dibubuhi stempel;
e. diberi nomor; dan
f. mencantumkan tempat dan tanggal penerbitan dokumen.

5.4.2.7. Apabila dalam pemeriksaan keabsahan dokumen terbukti dokumen yang dipersyaratkan tidak sah, petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penolakan.

5.4.2.8. Apabila hasil pemeriksaan dokumen terbukti lengkap, benar dan sah, HPR yang berasal dari area:

a. bebas Rabies dengan tidak menerapkan vaksinasi atau dengan menerapkan vaksinasi, dilakukan pemeriksaan fisik; atau
b. tertular Rabies, dilakukan pengasingan dan pengamatan.

5.4.3. Tindakan Karantina Hewan Di Tempat Pemasukan Di Area Bebas Dengan Tidak Menerapkan Vaksinasi

5.4.3.1. Apabila hasil pemeriksaan fisik terhadap HPR:

a. tidak ditemukan adanya dugaan Rabies, dilakukan pembebasan; atau
b. ditemukan adanya dugaan Rabies, dilakukan pengasingan dan pengamatan selama 14 (empat belas) hari untuk keperluan observasi.

5.4.3.2. Apabila hasil pengasingan dan pengamatan terbukti HPR:

a. positif terinfeksi Rabies, dilakukan pemusnahan; atau
b. negative terhadap Rabies, dilakukan pembebasan.

5.4.4. Tindakan Karantina Hewan Di Tempat Pemasukan Di Area Bebas Dengan Menerapkan Vaksinasi.

5.4.4.1. Apabila pemeriksaan fisik:

a. tidak ditemukan adanya dugaan Rabies terhadap HPR, dilakukan pemeriksaan titer antibodi atau langsung dilakukan pembebasan.
b. Pemeriksaan titer antibodi, dilakukan apabila pada saat melakukan pemeriksaan terhadap  sertifikat  kesehatan  hewan,  hasil uji titer antibodi, dan buku vaksin, Dokter Hewan  Karantina  menilai  bahwa  titer antibodi sudah tidak protektif terhadap jenis vaksin yang digunakan dan waktu pemberian vaksin terhadap HPR.
c. Apabila hasil uji titer antibodi terhadap HPR terbukti bahwa:

-titer antibodi protektif, dilakukan pembebasan;
-titer antibodi tidak protektif, dilakukan vaksinasi dengan vaksin Rabies inaktif dan selanjutnya dilakukan pembebasan.

d. Terhadap HPR dapat langsung dilakukan pembebasan apabila pada saat melakukan pemeriksaan terhadap sertifikat kesehatan hewan, hasil uji titer antibodi, dan buku vaksin, Dokter Hewan Karantina menilai bahwa titer antibodi masih protektif terhadap jenis vaksin yang digunakan dan waktu pemberian vaksin terhadap HPR.
e. Terhadap HPR yang berasal dari area bebas dengan tidak menerapkan vaksinasi, pembebasan dilakukan setelah pemberian vaksinasi dengan vaksin Rabies inaktif.

5.4.4.2. Ditemukan adanya dugaan Rabies terhadap HPR, dilakukan pengasingan dan pengamatan selama 14 (empat belas) hari untuk keperluan observasi.

5.4.4.2.1. Apabila hasil observasi, terbukti HPR:

a. positif terinfeksi Rabies, dilakukan pemusnahan; atau
b. negatif terhadap HPR, dilakukan vaksinasi dengan vaksin Rabies inaktif dan         selanjutnya dilakukan pembebasan.

5.4.5. Tindakan Karantina Hewan di Tempat Pemasukan di Area Tertular.

5.4.5.1. Apabila hasil pemeriksaan fisik:

a. tidak ditemukan adanya dugaan Rabies terhadap HPR; dan
b. ditemukan adanya dugaan Rabies terhadap HPR, dilakukan tindakan karantina sebagaimana tercantum pada butir 5.4.4.

5.5. Penahanan

5.5.1. Petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan penahanan dengan menempatkan HPR di instalasi karantina hewan di bawah pengawasan petugas karantina hewan.

5.5.2. Tindakan karantina hewan penahanan dilakukan dengan menerbitkan Berita Acara Penahanan.

5.5.3. Perawatan HPR selama masa penahanan menjadi beban dan tanggung jawab pemilik atau kuasanya.

5.5.4. Apabila terjadi kematian HPR selama masa penahanan, pemilik atau kuasanya  tidak  berhak  menuntut  ganti rugi dalam bentuk apapun.

5.6. Penolakan

5.6.1. Penolakan di tempat  pengeluaran, dilakukan dengan mengembalikan HPR ke Pemilik atau kuasanya.

5.6.2. Penolakan di tempat pemasukan, dilakukan dengan mengirim kembali HPR ke area asal.

5.6.3. Penolakan di tempat pengeluaran dan pemasukan dilakukan dengan menerbitkan Berita Acara Penolakan.

5.6.4. Penolakan di tempat pemasukan dilakukan pada kesempatan pertama dengan mempertimbangkan kesiapan dan ketersediaan sarana alat angkut.

5.6.5. Apabila  penolakan  tidak  dilakukan  pada  kesempatan pertama, terhadap HPR dilakukan pemusnahan.

5.6.6. Penolakan ditempat pemasukan menjadi beban dan Tanggung jawab pemilik atau kuasanya.

5.7. Pemusnahan

5.7.1. Petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan pemusnahan dengan cara mengeliminasi HPR.

5.7.2. Tindakan karantina hewan pemusnahan dilakukan dengan disaksikan oleh petugas kepolisian dan/atau petugas instansi lain yang terkait.

5.7.3. Pelaksanaan tindakan karantina hewan pemusnahan agar memperhatikan aspek   kesejahteraan hewan (animal welfare) serta diterbitkan Berita Acara Pemusnahan.

5.7.4. Tindakan karantina hewan pemusnahan menjadi beban dan tanggung jawab pemilik atau kuasanya Pemusnahan, dilakukan dengan disaksikan oleh petugas kepolisian dan/atau petugas instansi lain yang terkait.

5.8. Pembebasan

5.8.1. Pembebasan ditempat pengeluaran, dilakukan dengan menerbitkan Sertifikat Kesehatan.

5.8.2. Pembebasan di tempat, dilakukan dengan menerbitkan Sertifikat Pelepasan.

5.8.3. Pembebasan dilakukan apabila Dokter Hewan Karantina menyatakan HPR juga bebas dari HPHK lainnya yang dapat ditularkan oleh HPR tersebut.

BAB VI

TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP HPR UNTUK KEPERLUAN PERLOMBAAN, PERTUNJUKAN, DAN DIPLOMATIK

6.1. Umum

Terhadap HPR untuk keperluan perlombaan dan pertunjukan, tindakan karantina hewan dilakukan dengan mengikuti ketentuan yang telah ada pada bab-bab sebelumnya.

6.2.   Pengawasan

6.2.1. Petugas karantina hewan melakukan pengawasan di lokasi berlangsungnya perlombaan dan pertunjukan.

6.2.2. Pengawasan  dilakukan  berkoordinasi  dengan  petugas kesehatan hewan pada Dinas berwenang setempat.

6.2.3. Selama perlombaan dan pertunjukan, petugas karantina hewan tidak mengijinkan        untuk HPR dikembangbiakkan, diperjualbelikan, dan /atau dipergunakan untuk tujuan yang lain.

BAB VII

TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP HPR ORGANIK

7.1 Umum

7.1.1 Petugas karantina hewan melakukan tindakan karantina hewan terhadap HPR organik di tempat pemasukan dan tempat pengeluaran.

7.2 Pengeluaran HPR Organik

7.2.1 Petugas karantina hewan memeriksa apakah HPR organik telah dilengkapi dengan sertifikat kesehatan hewan yang diterbitkan oleh Dokter Hewan yang bertanggungjawab menangani kesehatan hewan tersebut, surat tugas kedinasan, dan telah memiliki titer  antibodi  protektif terhadap Rabies.

7.2.2 Apabila HPR organik tidak dilengkapi dengan sertifikat kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada angka 7.2.1 dan surat tugas kedinasan, dilakukan tindakan karantina hewan penolakan.

7.2.3 Apabila HPR organik dilengkapi dengan sertifikat kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada angka 7.2.1 dan surat tugas kedinasan namun titer antibodi terhadap Rabies tidak protektif, dilakukan vaksinasi untuk selanjutnya dilakukan pembebasan.

7.2.4 Apabila HPR organik telah dilengkapi  dengan  sertifikat kesehatan hewan dan surat tugas kedinasan serta telah memiliki titer antibodi protektif terhadap Rabies, langsung dilakukan pembebasan.

7.2.5 Pembebasan sebagaimana dimaksud pada angka 7.2.3 dan

7.2.4 dilakukan apabila HPR organik juga bebas dari HPHK lainnya yang dapat ditularkan oleh hewan tersebut, dan dilakukan dengan menerbitkan sertifikat kesehatan.

7.3 Pemasukan HPR Organik

7.3.1 Petugas karantina hewan memeriksa apakah HPR organic telah dilengkapi dengan    sertifikat kesehatan yang diterbitkan          oleh Dokter Hewan Karantina di tempat pengeluaran.

7.3.2 Apabila HPR organic telah dilengkapi dengan sertifikat kesehatan sebagaimana dimaksud pada angka 7.3.1, dan tidak menunjukkan gejala HPHK, dilakukan pembebasan.

7.3.3 Apabila HPR organik telah dilengkapi dengan sertifikat kesehatan sebagaimana dimaksud pada angka 7.3.1, namun menunjukkan gejala HPHK, diberikan perlakuan.

7.3.4 Apabila setelah diberikan perlakuan terhadap HPR organik sebagaimana dimaksud pada angka 7.3.3 tidak dapat disembuhkan, terhadap HPR organik dilakukan pemusnahan atau tindakan lain sesuai prosedur yang berlaku pada instansi pemilik hewan tersebut.

7.3.5 Apabila HPR organik telah dilengkapi dengan sertifikat kesehatan sebagaimana dimaksud pada angka 7.3.1 dan tidak menunjukkan gejala HPHK, atau setelah diberikan perlakuan sebagaimana dimaksud pada angka 7.3.3 dapat disembuhkan, dilakukan pembebasan dengan menerbitkan sertifikat pelepasan.

7.4 Pengeluaran dan Pemasukan Kembali HPR Organik ke Area Asalnya

7.4.1 Terhadap HPR organik yang akan dikeluarkan dan dimasukkan kembali ke area asalnya, dilakukan tindakan karantina hewan berupa pemeriksaan fisik di tempat pengeluaran dan tempat pemasukan.

7.4.2 Apabila HPR organik sebagaimana dimaksud pada angka 7.4.1 tidak menunjukkan gejala HPHK, dilakukan tindakan karantina hewan pembebasan dengan menerbitkan sertifikat kesehatan di tempat pengeluaran dan sertifikat pelepasan di tempat pemasukan area asal.

7.4.3 Apabila HPR organik menunjukkan gejala HPHK, diberikan perlakuan.

7.4.4 Apabila setelah diberikan perlakuan terhadap HPR Organik sebagaimana dimaksud pada angka 7.4.3 tidak dapat disembuhkan,   terhadap HPR Organik dilakukan pemusnahan dan atau tindakan lain sesuai prosedur yang berlaku pada instansi pemilik HPR organik.

7.4.5 Apabila HPR organik dapat disembuhkan, dilakukan pembebasan dengan menerbitkan sertifikat sebagaimana dimaksud pada angka 7.4.2.

7.5 Petugas karantina hewan  harus memastikan bahwa HPR organik yang dilakukan pemasukan dan pengeluaran:

a. tidak dikembangbiakkan selama bertugas di luar kesatuan atau tempat asalnya;
b. pengiriman HPR Organik organik untuk  keperluan perpindahan kesatuan atau untuk dikembangbiakan, hanya dilakukan ke area yang tidak terlarang bagi pemasukan jenis HPR Organik tersebut.

BAB VIII
JASA KARANTINA

8.1. Pemilik atau kuasa pemilik HPR yang memanfaatkan jasa dan /atau jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam pelaksanaan tindakan karantina hewan, dikenakan pungutan jasa karantina sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

8.2. Terhadap HPR Organik tidak dikenakan pungutan jasa karantina.

BAB IX
PENUTUP

Dengan ditetapkannya Keputusan ini, Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor    344.b/Kpts /PD.670.370 /L/12/06 tentang Petunjuk Teknis Persyaratan dan Tindakan  Karantina Hewan Terhadap Lalulintas Pemasukan Hewan Penular Rabies (Anjing, Kucing, Kera dan Hewan Sebangsanya), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Petunjuk Teknis ini ditetapkan untuk dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.


KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,


BANUN HARPINI
NIP. 19601019 198503 2 001
                   
*********

PENTING UNTUK PETERNAKAN: