Invasive
Alien Species (Spesies asing invasive) sangat mengganggu ekosistem
yang sudah terbentuk sejak lama dalam suatu habitat. Makalah berikut membahas
mengenai perihal tersebut di atas, hasil terjemahan drh. Platika Widiyani,
M.Si. Medik Veteriner Muda, Fungsional Pusat Karantina Hewan dan
Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina Pertanian.
******
JENIS
ASING INVASIF DI JEPANG: STATUS QUO DAN PERATURAN TERBARU UNTUK PENCEGAHAN
DAMPAK MERUGIKAN
(Terjemahan)
Oleh:
PLATIKA
WIDIYANI
(Naskah
Asli: Invasive Alien Species in Japan: The Status Quo and the New Regulation
for Prevention of their Adverse Effects by Toshikazu MITO* and Tetsuro UESUGI. Taskforce
for countermeasures against invasive alien species. Japanese Ministry of the
Environment; e-mail: TOSHIKAZU_MITO@env.go.jp. 1-2-2 Kasumigaseki, Chiyoda-ku,
Tokyo 100-8975, Japan *corresponding author)
I. PENDAHULUAN
1.1
Jenis Asing Invasif di Jepang: status quo
1.1.1
Introduksi Jenis Asing Invasif (JAI) dan pathways
Jepang
merupakan negara dengan jumlah importasi organisme hidup terbanyak. Sebagai
contoh, sekitar 620 juta hewan hidup dikirim /dibawa masuk Ke Jepang pada tahun
2003. Lebih dari 90% digolongkan sebagai cacing untuk umpan pancing, bermacam
spesies vertebrata hingga insects dimasukkan setiap tahunnya. Demikian juga,
ekonomi Jepang didukung kuat dengan perdagangan Internasional, sehingga banyak
spesies asing yang tidak diinginkan mengintroduksi masuk ke Jepang melalui
pelabuhan dan bandara bersamaan dengan barang-barang yang diimpor dan
kontainer, maupun terbawa melalui petugas.
Sepanjang
introduksi massa ini, beberapa spesies asing berkembang di habitat di Jepang.
Sejauh ini, berdasarkan statistik pendahuluan dari Kementerian Lingkungan di
Jepang sebagaimana dilakukan pada 27 Oktober 2014 terdapat 111 species
vertebrata (17 mamalia, 38 burung, 3 amfibi, 11 reptil, dan 42 ikan), 584
species invertebrates (termasuk 433 insect), dan 1,556 species tanaman (termasuk
1,552 tumbuhan vascular) telah diketahui telah berkembang /menetap di Jepang
atau ditemukan di hewan liar di Jepang
1.1.2
Efek merugikan Jenis Asing Species
Diantara
Jenis Asing yang banyak mengintroduksi Jepang,beberapa menjadi invasif. Jenis
asing invasif adalah golongan yang menyebabkan 3 kerusakan utama. Pertama menyebabkan
kerusakan ekosistem. Contohnya Java mongoose (Herpestes javanicus). Sengaja
diintroduksi /dimasukkan dari southern islands ke Jepang dengan tujuan untuk
membasmi ular berkepala yellow- spotted lance (Trimeresurus flavoviridis),
namun penanganan ini menyebakan penurunan habitan untuk hewan asli yang
terancam seperti Okinawa rails (Rallus
okinawae). Kategori kedua adalah mengancam keselamatan manusia. Snapping
turtles (Chelydra serpentina) pada awalnya diintroduksi sebagai hewan
peliharaan dari Semenanjung Amerika, namun beberapa bertahan dan ditelantarkan
dibuang ke alam liar karena sulit pemeliharaannya. Kura-kura tersebut memiliki
risiko menggigit dan melukai manusia. Kategori ketiga adalah menyebabkan
kerusakan pada lahan pertanian, perikanan dan kehutanan. Misalnya, rakun
(Procyon lotor) awalnya dimasukkan sebagai hewan peliharaan (pet), namun
seperti snapping turtle, beberapa ada yang dibuang ke alam liar karena perilaku
hewan yang galak. Beberapa produk pertanian menipis disebabkan keberadaan rakun
di alam liar.
1.2
Langkah Terhadap JAI saat ini
1.2.1
Kerangka Peraturan
Sayangnya,
kerangka peraturan yang ada cukup tidak lengkap memperhatikan isu JAI dan tidak
cukup untuk meliputi kerusakan yang ditimbulkannya. Sebagai contoh, Langkah
Phytosanitary hanya mencegah kerusakan di bidang Tanaman Pertanian dan
pencegahan penyakit infeksius menyebabkan kerugian kepada kesehatan manusia.
Sejalan dengan hal tersebut, kontrol
JAI dilakukan dengan langkah kontrol importasi seluruh JAI, namun tindakan
hanya difokuskan pada kerusakan ke ekosistem
dan tidak kepada pembatasan organisme hidup lainnya.
1.2.2
Kontrol Importasi
Kontrol
importasi merupakan tindakan utama yang dilakukan pegawai Bea cukai, petugas
karantina pertanian. Mosalnya dalam kurun waktu 2004, sebanyak 8.427 orang
pegawai Bea dan Cukai ditugaskan di kantor pusat dan cabang. Stasiun petugas
pertanian terdiri dari 5 kantor pusat yang memiliki 50 kantor cabang. Stasiun kesehatan manusia memiliki 10 kantor utama dan 10 kantor
cabang. Sebagai tambahan, 312 petugs karantina hewan dalam kurun waktu 2004
bekerja di Kantor pusat dan 9 kantor cabang. Hal ini harus dipahami,
bagaimanapun tidak ada petugas kontrol importasi yang memiliki kewenangan luas
dan ditetapkan untuk mencegah introduksi Jenis Asing Invasif (JAI). Dengan alasan inilah, saat ini memerlukan
peraturan baru untuk kontrol di segala hal tentang kerusakan yang diakibatkan
JAI.
1.2.3
Mitigasi
Meskipun
belum memiliki strategi nasional, namun telah ada beberapa usaha mitigasi untuk
mencegah berbagai macam kerusakan JAI di Jepang. Proyek menarik untuk mitigasi
Java mongooses yang menetap di Pulau Amami. Yamada (2002) menjelaskan bahwa 30
ekor Java mongoose (Herpestes javanicus)
dilepaskan di Pulau Amami Jepang, pada tahun 1979 dengan tujuan untuk
mengontrol ular lance-head (Trimeresurus
flavoviridis) dan tikus Ratus (Rattus rattus). Alih-alih mengontol ular,
mongoose mengakibatkan dampak merugikan yang utama terhadap pertanian dan hewan
asli di area pegunungan. Berdasarkan Ishii (2003), proyek mitigasi dipunggawai
oleh Kementerian Lingkunangan Hidup di Jepang. Diawali dengan survei
distribusi Java mongoose. Survei
dilakukan dari tahun 1996 hingga 1999 dan hasilnya sekitar 5.000-10,000 mongoos
mendiami Pulau Amami, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sekitar 40% di 1999
sebelum pelaksanaan mitigasi. Sejumlah 9.469 mongoos dieradikasi dengan upaya
penangkapan berhadiah selama 3 tahun dari kurun waktu 2000, dan yang berikutnya
survei monitoring menunjukkan bahwa ukuran dan densitas berkurang dibandingkan
pertengahan tahun di 1999. Meskipun demikian, dihadapi situasi sulit yang
menantang proyek pengurangan dan efisiensi penangkapan, yang dimana penangkapan
gampang menurun, sementara range penyebaran mongoos tetap berlanjut.
II. PENCEGAHAN KERUSAKAN
OLEH JAI DI MASA DEPAN
2.1
Jenis Asing Invasif (Invasive Alien Species): latar belakang
2.1.1
Convention on Biological Diversity
Kepentingan
isu JAI diawali dengan Convention Biological Diversity (CBD), Pasal 8 :
(h)
of the convention encourages each contracting party to prevent the introduction
of alien species, and to control or eradicate those alien species which
threaten ecosystems, habitats or species as far as possible and as appropriate.
Sebagai
tambahan, keputusan VI/23 yang diadopsi pada konferensi pertemuan anggota di
bawah CBD menghasilkan pedoman langkah implemetasi Pasal 8 huruf (h) (CBD, 2002). Prinsip utama
dicantumkan dalam annex berikut ini :
Pedoman
Prinsip 2 : Tiga langkah hirarki pendekatan
2.
prioritas harus diberikan untuk mencegah introduksi JAI, antara dan seluruh
Negara. Jika JAI, telah dimasukkan, deteksi awal dan langkah cepat menjadi hal
yang krusial untuk mencegah keberadaannya. Respon yang diharapkan jika
dimungkinkan eradikasi secepatnya. Dalam hal eradikasi yang tidak dapat
dilakukan atau tidak tersedia sarana/prasarana untuk eradikasi, dilakukan penahanan dan tindakan kontrol
jangka panjang harus diimplementasikan. Seluruh pemeriksaan keuntungan dan
ekonomi (lingkungan, ekonomi dan sosial) harus dilakukan dengan dasar jangka
panjang.
2.1.2
Penetapan Kebijakan di Pemerintah
Jepang
Berdasarkan
pada Pasal 8 (h) CBD, Pemerintah Jepang membentuk strategi nasional untuk
konservasi dan keberlangsungan Biological Diversity. Stategi terbaru dibuat
pada tahun 2002 dan menjelaskan JAI merupakan salah satu masalah penting yang
dihadapi oleh biodiversity di Jepang.
Pada desember 2003, Dewan Lingkungan Pusat, tim ahli Pemerintah Jepang,
melaporkan bahwa framework penting untuk menangangi isu yang terkait JAI secara
efisien.
Laporan
tersebut juga mempresentasikan bagian penting dari sistem yang diperlukan untuk
pertimbangan regulasi importasi dan kepemilikan JAI. Dibawah kepemimpinan
Kementerian Lingkungan serta Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan di
Jepang, kabinet kerja menyelesaikan draft tindakan JAI terbaru pada 9 Maret
2004.
2.2
JAI (Invasive Alien Species): framework
2.2.1
Pelarangan berbagai macam tindakan yang
terkait JAI
JAI
dipercaya sebagai diet di Jepang di akhir Mei 2004, dan diumumkan pada 2 Juni
2004 (UU No. 78) Hal ini bertujuan untuk kontrol JAI secara tepat dan untuk
mencegah kerusakan ekosistem, keselamatan manusia serta pertanian, kehutanan
dan perikanan. Framework terdiri dari 3 poin penting yaitu 1) Pelarangan
berbagao aksi yang berhubungan dengan JAI, 2) Mitigasi JAI di Jepang, dan 3)
Keputusan importasi spesies asing yang belum dapat dikategorikan (lihat Gambar
1).
Poin
pertama adalah pelarangan berbagai aksi yang berhubungan dengan JAI.
Memindahkan, menanam, menyimpan atau membawa JAI dilarang kecuali Kementerian
yang kompeten (Kementerian Lingkungan Hidup, namun sehubungan dengan pencegahan
efek merugikan di pertanian, kehutanan dan perikanan, maka Kementerian
pertanian, kehutanan dan perikanan harus dilibatkan) yang diperbolehkan
melakukan aksi ini. Izin impor hanya diberikan jika pemohon dapat mencegah
invasi JAI ke ekosistem di Jepang. Izin impor juga harus dilakukan sebelum
kedatangan atau transfer JAI. Pelepasliaran JAI ke lingkungan liar di Jepang
tidak diperbolehkan selamanya. Sebagai tambahan, diperlukan penanaman
microchips di JAI untuk identifikasi. Penerapan denda menjadi langkah utama
lainnya. Pelanggar dapat dihukum penjara hingga lebih dari 3 tahun atau
membayar denda lebih dari 3 juta yen (setara dengan USD 28,000). Perusahaan
yang melanggar akan dikenakan denda lebih dari 100 juta yen (sekitar USD
940,000). Denda ini lebih diperketat lagi dikarenakan untuk melindungi biodiversity. Sepertinya penting untuk
melindungi ekosistem yang secara bertahap menjadi lebih baik di Jepang.
2.2.2 Mitigasi Keberadaan JAI di Jepang
Poin
kedua adalah untuk mitigasi JAI yang telah ada di ekosistem di Jepang.
Kementerian yang berwenang akan mengumumkan penugasan strategis mitigasi
nasional JAI untuk memimpin mitigasi yang efektif. Berbagai tindakan mitigasi
seperti penangkapan, koleksi ayau pembunuhan JAI dapat dipilih. Mitigasi
dikeluarkan oleh Kementerian yang berwenang dngan organisasi lainnya contohnya
badan pemerintahan nasional lainnya, pemerintahan lokal dan swasta. Saat
menerapkan strategi mitigasi, penerapan utamanya adalah pengenalan untuk upaya
mitigasi yang efektif, dengan biaya yang sedikit dan mudah diimplementasikan
oleh petugas.
2.2.3
Keputusan Jenis Alien yang belum dikategorikan sebelum diimpor
Poin
ketiga adalah penilaian Jenis Alien yang belum dikategorikan sebelum diimpor.
Jenis Alien yang belum dikategorikan adalah spesies asing yang masih belum
dikategorikan sebagai JAI setelah pemeriksaan yang mendalam. Secara ringkas,
berpotensi akan menjadi JAI. Diharapkan akan dibentuk grup spesies yang belum
dikategorikan ini. Berdasarkan langkah ini, importir dan eksportir memohon
pemeriksaan mendalam dari Kementerian yang berwenang sebelum masuk ke Jepang.
Selanjutnya, untuk 6 bulan, importasi jenis asing yang belum dikategorikan
tersebut dilarang hingga pemeriksaan selesai. Setelah pemeriksaa, potensi
risiko kerusakan menjadi JAI akan segera diketahui, sementara jika tidak
berisiko tidak akan dikenakan peraturan selama tidak ada bukti yang
mengindikasi spesies tersebut berpotensi menyebabkan kerusakan.
2.2.4
Langkah Tambahan
Sebagai
tambahan, dari 3 poin penting diatas, tindakan nyata terbaru. Yang pertama
berbasis kebijakan/peraturan. Kabiner kerja di Jepang akan menggarap kebijakan
untuk efisiensi implementasinya. Berisi termasuk kerangka dasar regulasi,
prinsip seleksi JAI, prinsip penanganan JAI, prinsip mitigasi JAI dll. Kedua
adalah dengan melampirkan sertifikat impor. JAI dan spesies asing lainnya harus
mendapatkan sertifikat yang telah diverifikasi tipenya sebagai prosedur
importasi. Diharapkan dengan sertifikat impor tersebut akan menjadi alat yang
kuat bagi petugas Bea Cukai untuk mencegah importasi JAI secara ilegal.
2.3 Langkah preventif terhadap jenis asing
dari domestik asal
Para
ahli termasuk agensi lingkungan pusat menandai beberapa spesies diintroduksi ke
tempat yang berbeda dari habitat aslinya di Jepang dapat juga menjadi invasif
dan menyebabkan kerusakan ekosistem. Oleh karena JAI sejak di penerbangan, JAI
baru tidak dapat berdampingan dengan spesies invasif di daerah asal
domestikasi.
Secara
umum, perlindungan ekosistem lokal dari introduksi jenis invasif di daerah asal
domestikasi adalah suatu hal yang sulit dilakukan, tidak dapat diasumsikan
bahwa introduksi terjadi di beberapa pintu pemasukan seperti pelabuhan dan
bandara. Pemerintah Jepang, akan meninjau keberadaan peraturan, misalnya UU
Taman Nasional untuk melindungi efek merugikan sebanyak mungkin dan setidaknya
melindungi nilai ekosistemnya.
III.
KESIMPULAN
3.1 Jadwal
Perundangan dan Kebijakan dasar yang ada
Sebagai
pembahasan sebelumnya, Tindakan terhadap JAI diawali pada 2 Juni 2004 dan
keputusan Kabinet Kerja terhadap peraturan terbaru pada 15 Oktober 2014.
Setelah pengaturan JAI, pemerintah Jepang akan mendorong kebijakan tersebut
dalam 2 tahun (lihat Gambar 2).
Saat
masyarakat mengkonsultasikan prosedur draft kebijakan pertama kali antara 8
Juli dan 7 Agustus, telah diterima sekitar 10.000 persetujuan dan tidak setuju
terhadap draft tersebut. Public awareness sangat penting dilakukan didalamnya,
yang akan terbentuk. Elemen kunci penting lainnya berasal dari kebijakan dasar
yang terakhir (Kementerian Lingkungan Hidup,
2004b):
Bagian
1: Kerangka dasar untuk pencegahan efek merugikan di ekosistem, misalnya yang
disebabkan JAI
3
(tiga) Langkah dasar dimasa depan untuk mencegah kerusakan
…Untuk
jenis asing yang tidak termasuk JAI, upaya yang diambil harus dapat
memperhatikan situasi disekitar spesies tersebut. Jika didapatkan konfirmasi
jenis tersebut dapat (kemungkinan dapat) memberikan efek merugikan, diperlukan
studi lebih lanjut untuk menyeleksi JAI berdasarkan langkah yang diambil dengan
sistem yang ada di Jepang.
Untuk
JAI yang ditelantarkan atau yang lepas ke alam bebas, upaya mitigasi awal
bertujuan untuk menekan penyebaran merupakan langkah pencegahan dampak
merugikan yang efektif. Monitoring dan lainnya harus dibuat untuk mengetahui
JAI pada tahap awal dan untuk pengambilan langkah dini.
Untuk
JAI yang telah beradaptasi dan ada serta menyebabkan efek yang merugikan,
eradikasi secara menyeluruh dimulai dari lingkungan, isolasi atau langkah
mitigasi lainnya yang harus dilakukan secara sistematis dan fleksibel
tergantung pada skala kerugian dan kepentingannya. Banyak pihak terlibat pada kerugian yang
disebabkan oleh JAI, dari spesies yang diintroduksi masuk ke Jepang hingga
terjadinya kerugian. Oleh karenanya, agar langkah penangangan dan implementasi
yang efektif, penting untuk mencapai pengertian dan kerjasama dengan masyarakat
luas di Jepang.
Bagian
2: Prinsip seleksi JAI
1.
Prekondisi untuk seleksi
a.
Fakta biosistemik, merupakan dasar untuk identifikasi spesies, dikembangkan di
Jepang dan arus barang antara Jepang dengan negara lain yang meningkat sejak Periode
Meiji (dari 1868 hingga 1912), diketahui spesies tersebut umumnya diintroduksi
ke Jepang tahun 1868 atau sebelumnya, yang pada dasarnya digunakan sebagai
seleksi JAI.
2.
Pendekatan untuk mengetahui efek merugikan di ekosistem
(1)
Mendeteksi efek merugikan di ekosistem
Jenis
asing yang dipilih harus sesuai dengan kondisi JAI sebagai berikut:
a.
Spesies asing yang menyebabkan (dapat menyebabkan) kerusakan yang nyata
terhadap keberlangsingan spesies indigenous Species atau ekosistem di Jepang
dengan:
1)
Memangsa spesies Indigenous,
2)
Menyerang spesies Indigenous melalui kompetisi habitat/makanan berupa tanaman /hewan
dsb.,
3)Merusak
dasar ekosistem dengan perusakan atau mengubah vegetasi, dsb., atau
4)Mengganggu genetik spesies asli melalui crossbreeding, dsb.,
Harus
diselesksi sebagai spesies asing yang dapat (kemungkinan dapat) berefek yang
merugikan di ekosistem.
b. Spesies
asing yang beracun dan dapat menyebabkan ancaman ke manusia atau dapat
menyebabkan luka yang serius dan dipertimbangkan sebagai sangat berbahaya yang
mengakibatkan ketiadaaan bahaya yang dapat dihindari atau metode penanganan
harus dipertimbangkan sebagain spesies asing yang dikenali atau dikuatirkan
dapat menyebabkan efek merugikan bagi keselamatan manusia.
Bagaimanapun,
dasar peraturan lainnya, efek merugikan pada keselamatan manusia, tidak
termasuk kerusakan yang diakibatkan penyakit infeksius.
c.
Spesies asing yang dapat menyebabkan (kemungkinan dapat) menyebabkan kerusakan
serius pada pertanian, kehutanan atau perikanan melalui memakan hasil
pertanian, kehutanan atau perikanan harus dikategorikan atau dikuatirkan
menyebabkan dampak merugikan sebagai spesies asing yang diketahui menimbulkan
dampak kerugian di pertanian, kehutanan atau perikanan. Bgaiamanapun,
berdasarkan pada langkah hukum, efek merugikan di pertanian, kehutanan atau
perikanan, tidak termasuk penyakit infeksius di ruminansia.
(2)
Pendekatan ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengurangi efek merugikan.
Pengurangan
efek merugikan harus bertahap dengan menggunakan :
a.
Ilmu pengetahuan di Jepang yang berhubungan dengan dampak yang merugikan (atau
kemuungkinan) ke ekosistem. Kemungkinan efek merugikan harus dianalisa dengan
menggunakan pengetahuan yang ada yang mengindikasikan potensi tertinggi dampak
yang merugikan saat tidak ditemukan efek nyata.
b. Pada
kejadian tidak ada dampak yang merugikan (kemungkinan) pada ekosistem harus
diidentifikasi di Jepang, pengetahuan dari para ahli dapat mengkonfirmasi
dampak kerugian yang nyata pada ekosistem di daerah asal. Ilmu ini dapat
digunakan jika dikonfirmasikan adanya kemungkinan efek merugikan yang terjadi
di Jepang, merusak kondisi lingkungan alamiah di Jepang (iklim, topografi dsb)
atau pengaruh lingkaran sosial.
3.
Jenis yang dipertimbangkan saat pengambilan seleksi.
Saat
pengkategorian JAI, pencegahan dampak merugikan di lingkungan harus menjadi
prioritas utama. Seleksi yang dibuat diperlukan setelah pertimbangan
karakteristik ekologi JAI, kondisi terkini yang berhubungan kerugian, kerangka
administrartif, serta dampak sosial dan ekonomi yang disebabkan JAI (kemungkinan
hasil pengganti spesies asing yang ada di lingkungan sosial, dsb). Alasan untuk
seleksi harus dijelaskan dan diumumkan hingga tahapan yang memungkinkan.
4.
Opini pendapat pada seleksi JAI
(1)
Opini pendapat dari pakar akademisi di bidang organisme hidup
a.
Opinii harus berasal dari pakar akademisi ahli di bidang organisme hidup
(ekologi,
pertanian,
kehutanan atau perikanan, etc.).
Bagian
3: Prinsip Penanganan JAI
(2)
Tujuan pemeliharaan
Izin
untuk memelihara harus dapat menjamin hanya digunakan sebagai hewan percobaan
akademik, pameran dan pendidikan serta aktivitas bisnis, dsb., saat efek
pencegahan cukup dapat mengkontrol JAI yang ditelantarkan, atau terlepas ke
alam bebas. Melalui kekuatan regulasi dapat disetujui.
Tujuan
seperti pemeliharaan sebagai hewan peliharaan, yang dapat mengakibatkan spesies
asing ditelantarkan atau terlepas, maka pemeliharaan yang tidak
bertanggungjawab dan dapat menjadi JAI yang menetap di lingkungan liar serta
menyebabkan dampak kerugian di ekosistem, dilarang.
Bagian
4: Prinsip mitigasi JAI melalui pemerintahan nasional dan lainnya
2.
Poin impelementasi mitigasi
Saat
mitigasi JAI, pemtimg untuk mengadopsi metode yang paling tepat yang cocok
dengan kondisi dampak kerugian. Dalam kasus JAI yang menyebabkan dampak
keselamatan manusia di alam bebas, kasus JAI yang menggigit secara agresif,
tingkah laku breeding yang ditemukan di negara bagian yang jarang hewan liarnya
sedang berkembang pesat. Pentimg untuk melakukan mitigasi darurat. Dilain
pihak, pada kasus dimana JAI memiliki (kemungkinan memiliki) dampak merugikan
ekosistem yang luas , penting untuk diambil langkah mitigasi sistemik yang
didasarkan pada daerah dan metode.
Bagian
5: Tujuan pencegahan dampak merugikan lainnya pada ekosistem yang disebabkan
oleh JAI
1.
Uncategorized Alien Species
(2)
spesies asing yang terpilih untuk seleksi
Dengan
mempertimbangkan spesies asing tersebut, meskipun tidak memiliki (atau
kemungkinan memiliki) efek yang merugikan sebagaimana JAI, tidak memiliki
karakteristik ekologi yang mirip dengan bagian JAI dan untuk mengkategorikan
sebagai spesies asing kemugnkinan karena dapat menimbulkan efek merugikan
seperti efek yang diberikan JAI. Pada prinsipnya, spesies asing dikategorikan
sebagai Uncategorized Alien Species berdasarkan genus pada JAI, spesies yang
digunakan sebagai seleksi standar (genus, famili, dsb) digunakan jika
diperlukan.
2.
Organisme yang tidak memerlukan sertifikat yang berisi jenis nama
(1)
Pendekatan untuk seleksi
Organisme
yang dapat dengan mudah dibedakan dari karakteristik fisik/luar sebagaimana
yangtidak dikategorikan sebagai JAI atau Uncategorized Alien Species tidak
harus disertai dengan sertifikat yang
menyatakan jenis nama. Seubungan dengan statusnya sebagai alien or indigenous,
secara prinsip, organisme tersebut tidak dalam satu genus yang sama dengan JAI
dan organisme yang satu genus dengan JAI harus dikategorikan sebagai JAI yang
penting.
(2)
Sertifikat kejadian
Upaya
harus diciptakan kooperatif dengan badan kepemerintahan di negara lain pada
sertifikat kejadian jenis nama dari organisme yang terpilih. Disaat yang
bersamaan, sertifikat yang sama berdasarkan perundangan lain dan konferensi
serta sertifikat organisasi yang memiliki pengetahuan yang sama dan berdasarkan ilmu pengetahuan dan secara
bagian badan kepemerintahan digunakan sebagai sertifikat pengenalan dengan
peraturan. Pertimbangan harus diberikan untuk memastikan bahwa importasi tidak
meningkat secara tajam.
3.
Amplifikasi ilmu pengetahuan
Secara
akurat dan promosi langkah penanganan terhadap jenis asing yang efektif, hal
yang terpenting adalah untuk memperluas ilmu pengetahuan tentang karakteristik
dari spesies, dan ekosistem yang terkena dampak dari introduksi spesies.Hal
demikian, upaya yang harus dibuat untuk kolaborasi dengan kementerian dan badan
pemerintah, pakar akademisi, dan organisasi non pemerintaha, dsb untuk
melakukan studi keberadaan, kehidupan dan kondisi pertumbuhan, serta
karakteristik dari jenis asing dan untuk mendorong penelitian survei di tiap
lapangan untuk langkah penanganan) perkembangan teknologi untuk evaluasi dampak
merugikan spesies asing, teknologi yang berhubungan dengan metode mitigasi dsb.
Juga merupakan hal yang penting untuk mendorong penambahan pengetahuan dan studi
penelitian di setiap negara bagian yang dilakukan oleh masyarakat dan
organisasi non pemerintah. Serta pemerintah nasional harus bekerja untuk
mendukung pendekatan tersebut.
5. Hal
Lain
(2)
Pendekatan penanganan hewan
Saat
importasi, pemeliharaan atau penangangan atau mitigasi hewan harus dirancang
hewan tersebut adalah JAI, dibawa dengan hati-hati sebagai hewan individu
sesuai dengan ketentian pada UU no. 105 tahun 1973 dan berdasarkan pada
pertimbangan fakta hewan hidup.
Berdasarkan
pada kebijakan diatas, pertemuan ahli pertama kali untuk membahas JAI dan
Uncategorized Alien Species diadakan pada 27 Oktober 2004. Hasil pertemuan
memutuskan dibentuknya 9 tim working grup untuk kesepakatan grup spesies asing
(contoh mamalia dan burung, herptiles, ikan, insecta, invertebrata, dan
tanaman. Setiap working grup diharapkan membentuk pertemuan selama November dan
Desember 2004 dan menghasilkan rekomendasi rancangan pertemuan para ahli.
Sejalan dengan laporan akhir pertemuan para ahli, Kabinet kerja di Jepang akan
menyusun kabinet yang merancang JAI. Prosedur konsultasi publik juga dirancang
dan prosedur notifikasi perdagangan World Trade Organization penting dilakukan
selama beberapa bulan sebelum rancangan ditetapkan. Hal tersbut, telah dimulai
sejak awal 2005.
3.2 Tantangan
Sehubungan
dengan kenyataan implementasi yang efisien dari aksi baru, beberapa tantangan
harus dipecahkan. Sebagai contoh, kebutuhan target range yang memungkinkan.
Secara spesifi, dari 10 spesies dan ribuan Uncategorized Alien Species
diharapkan ditetapkan pada tahapan pertama. Di sisi lain, terdapat tantangan
seperti pengaturan petugas yang memadai bagi langkah nyata, menyiapkan langkah
penanganan yang efektif untuk introduksi JAI dan Uncategorized Alien Species
yang tidak diinginkan. Mengatur kriteria rekomendasi untuk mengamankan JAI
tetap berada diluar dari ekosistem dan teknik mitigasi yang ditetapkan. Untuk memecahkan isu diatas, melalui
penelitian, database dan pembentukan konsensus, pemeliharaan, edukasi,
kerjasama internasial, dsb merupakan hal yang penting. Khususnya, saat
mempertimbangkan fakta bahwa jenis asing masuk melalui lalulintas udara,
kerjasama internasional untuk pertukaran ilmu, data, teknik dan sebagainya.
Pemerintah Jepang mengharapkan lahirnya peraturan baru ini, secara nasional dan
international, dan untuk menciptakan kepemahaman internasional serta kerjasama
international.
***
Catatatan:
Makalah
terjemahan ini telah diarsipkan di Perpustakaan Pusat Karantina Hewan dan
Keamanan Hayati Hewani dengan nomor katalog: 602.11.0032.PUSKH.II.2015.
Diterjemahkan oleh: drh. Platika Widiyani, M.Si. Medik Veteriner Muda, Pejabat
Fungsional Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Badan Karantina
Pertanian.
Tulisan
asli:
Invasive
Alien Species in Japan: The Status Quo and the New Regulation for Prevention of
their Adverse Effects by Toshikazu MITO* and Tetsuro UESUGI. Taskforce for
countermeasures against invasive alien species. Japanese Ministry of the
Environment; e-mail: TOSHIKAZU_MITO@env.go.jp. 1-2-2 Kasumigaseki, Chiyoda-ku,
Tokyo 100-8975, Japan *corresponding author.
******