CARA MEMBERANTAS WABAH PENYAKIT RABIES DI BALI

Terkait dengan Penyakit Rabies, dulu Bali dipandang sebagai daerah yang hebat karena mempunyai banyak populasi anjing namun tidak pernah dilaporkan adanya penyakit Rabies. Namun anggapan itu hancur setelah tahun 2008 dengan adanya banyak orang yang mati terkena penyakit Rabies

Melalui penanggulangan penyakit oleh berbagai Instansi terkait dan dengan berbagai cara kemudian Bali dikenal sebagai daerah yang sukses mengatasi wabah penyakit Rabies Angka kejadian telah turun dengan cepat, setelah wabah yang mengerikan itu terjadi. Namun ada fakta lain yang menyeruak, ternyata belakangan diketahui terjadi beberapa kasus penyakit rabies kembali.

******

Kejadian penyakit Rabies diberitan oleh Harian Terbit (dilaporkan oleh Rusli) sebagai berikut:

“Penanganan Penyakit Rabies di Bali Libatkan Semua Pihak” Denpasar, HanTer - Ketua Persatuan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Provinsi Bali, Drh Made Restiani mengatakan pemberantasan penyakit rabies di Pulau Dewata mesti melibatkan semua pihak mulai dari Pemerintah Provinsi, Kabupaten, LSM, kepolisian dan masyarakat setempat.

"Sejak 2008, kasus rabies di Pulau Dewata merupakan kasus yang tergolong kejadian luar biasa (KLB), Hal ini semestinya harus diperhatikan semuanya, bukan hanya pemerintah saja," kata Drh Made Restiani di Denpasar, Jumat (24/7).

Ia mengatakan, selama ini yang terjadi pemerintah provinsi maupun kabupaten kurang mendapat dukungan dari LSM maupun masyarakat sehingga terkesan penanganan rabies berjalan sendiri sendiri.

Bahkan, tindakan eliminasi anjing sebagai tindak lanjut dari penanganan kasus rabies di suatu daerah yang dilakukan Pemprov Bali sering mendapatkan halangan dari masyarakat sebagai pemilik anjing.

Selain itu, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 15 Tahun 2009 tentang penanggulangan rabies terkesan kurang efektif dan kurang ditaati oleh masyarakat Bali itu sendiri.

"Padahal, masyarakat yang lalai dan membiarkan anjing berkeliaran bebas tanpa memberikan vaksin bisa diancam pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp50 juta," imbuhnya.

Ia menambahkan, Bali sebagai daerah Pariwisata semestinya harus bebas dari segala wabah penyakit karena sangat berdampak pada arus kedatangan wisatawan. "Wisatawan enggan datang ke Bali apabila wabah rabies berkeliaran dimana mana," imbuhnya.

"Dokter hewan, pejabat pemerintah, insan pers, polisi, dan lain lain harus punya peranan menjaga Bali agar bebas dari rabies," imbuhnya.

Sementara itu, Dinas Kesehatan Provinsi Bali mencatat sebelas orang meninggal akibat digigit anjing yang teridentifikasi positif rabies selama tujuh bulan sejak Januari hingga Juli 2015.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali, dr Ketut Suarjaya menyatakan jumlah itu merupakan data terbaru yang dikumpulkan dan sangat mengejutkan, mengingat tahun lalu kasus rabies sempat turun.

Ia menjelaskan, data tersebut adalah yang tertinggi sejak empat tahun terakhir. Pada 2012 tercatat delapan orang meninggal akibat digigit anjing positif rabies dan pada tahun 2013 jumlahnya menurun drastis.

"Pada 2013, kasus orang meninggal akibat rabies hampir tidak terdengar karena hanya mengakibatkan satu orang meninggal. Pada 2014, jumlahnya kembali naik, mengakibatkan empat orang meninggal," imbuhnya.

Lebih lanjut, Suarjaya menambahkan, Provinsi Bali mengalami kasus rabies terparah pada 2008 lalu, mengakibatkan 82 orang meninggal akibat penyakit yang populer dengan sebutan anjing gila itu (Ruli)

******

Penanggulangan penyakit Rabies secara teknis dapat dilakukan dengan cara Vaksinasi dan Eliminasi. Kesulitan penanggulangan Rabies adalah diluar masalah teknis. Perlu kejujuran dan transparansi setiap Instansi terkait dan masyarakat umum maupunt adat dalam penangulangan Penyakit Rabies ini.

Secara detail Pencegahan dan Penanggulangan penyakit Rabies adalah sebagai berikut:

Sanitasi
Rabies merupakan salah satu penyakit tertua yang dikenal manusia dan manusia telah memerangi selama berabad-abad. Di banyak bagian dunia, bagaimnapun juga terutama di negara-negara berkembang, keberhasilan dalam mengendalikan penyakit akan tetap terbatas. Pencegahan dengan (Sanitary prophylaxis) rabies terkendala karena dua faktor: Kesulitan membatasi atau menghilangkan (eliminasi) semua binatang penular, dan perlawanan (oposisi) publik yang terus berkembang atas penggunaan tindakan (eliminasi) tersebut (Anonimous 1).

Medis
Pengobatan, Tidak ada pengobatan setelah gejala klinis muncul. Beberapa penelitian telah dipublikasikan pada protokol vaksinasi pasca pajanan untuk hewan, dan prosedur ini sering dianjurkan karena mereka dapat meningkatkan paparan pada manusia. Di USA, pengobatan pasca pajanan hewan yang belum divalidasi tidak dianjurkan. Pengobatan pasca pajanan ternak dan hewan kesayangan, menggunakan vaksin komersial berlisensi untuk tujuan ini, dipraktekkan di beberapa negara Asia. (oie)

Vaksinasi
Rabies dapat dicegah pada hewan peliharaan dengan vaksinasi dan dengan menghindari kontak dengan binatang liar rabies. Vaksin rabies yang tersedia adalah untuk anjing, kucing, musang, sapi, domba dan kuda. Vaksin inactivated and modified live kedua efektif, namun terdapat kasus yang jarang terjadi setelah vaksinasi rabies telah dilaporkan dengan vaksin hidup yang dimodifikasi pada anjing dan kucing. Vaksin belum divalidasi pada kelinci atau hewan pengerat, meskipun vaaksin terdapat ekstralabel dapat digunakan di kebun binatang atau dalam fasilitas lain di mana hewan berada banyak kontak dengan manunisia. Hewan liar dapat diimunisasi dengan vaksin oral yang bisa didistribusikan melalui umpan. Di negara-negara dengan populasi anjing liar yang banyak, vaksin serupa mungkin berguna. Vaksin rabies konvensional tidak tampak melindungi hewan terhadap virus terkait rabies dalam phylogroup II (virus Mokola dan virus Lagos bat), virus ini telah menyebabkan penyakit yang fatal pada hewan yang divaksinasi. Beberapa proteksi silang tampaknya eksis dengan virus terkait rabies dalam phylogroup I.

Mencegah hewan berkeliaran akan mengurangi risiko terkena rabies hewan liar. Untuk melindungi hewan peliharaan kelinci dan rodensia, mereka harus ditempatkan di dalam ruangan, dan diawasi dengan ketat jika mereka diizinkan luar untuk exercise /olah raga. Kelinci yang disimpan di luar harus ditempatkan di tempat yang tinggi, kandang kelinci berdinding ganda yang tidak dengan  lantai kawat. Sebisa mungkin, hewan peliharaan harus dijaga dari kontak dengan satwa liar, terutama yang berperilaku tidak wajar. Kelelawar yang tertangkap oleh kucing harus dilakukan pengujian terhadap rabies.

Untuk mencegah penularan rabies ke manusia atau hewan lain (dan juga untuk mencegah penanganan yang tidak perlu pada orang yang telah terkena), hewan yang tidak divaksinasi yang telah terkena harus di eutanasia dan diuji. Atau sebagai alternatif, mereka dapat ditempatkan dalam tempat isolasi yang ketat selama 6 bulan, dengan vaksinasi anjing, kucing dan musang baik pada saat masuk ke dalam isolasi atau 1 bulan sebelum rilis. Ternak, kelinci dan hewan lainnya diisolasi tetapi tidak harus divaksinasi. Hewan yang divaksinasi, divaksinasi ulang dan dibatasi dengan dilakukan pengamatan selama setidaknya 45 hari. Hewan yang divaksinasi namun telah kadaluarsa (lama) dievaluasi berdasarkan kasus-per-kasus. Anjing, kucing atau musang tanpa gejala yang telah menggigit manusia (yang tidak memiliki riwayat paparan rabies) harus diamati selama 10 hari, jika hewan kemudian menunjukkan tanda-tanda rabies pada saat itu, lakukan eutanasia dan uji terhadap rabies. Negara-negara bebas dari virus rabies mungkin memerlukan masa karantina yang lama sebelum hewan dapat diimpor. (TDC OIE)
Orang yang dalam keseharian berisiko tinggi terpapar rabies, seperti dokter hewan, pekerja laboratorium, petugas pemelihara hewan, petugas atau anak kandang dan petugas satwa liar harus dipertimbangkan untuk mendapat pencegahan sebelum terjadi paparan (preexposure) dengan imunisasi (vaksinasi) aktif dengan vaksin kultur sel (cell culture vaccine). Imunisasi biasanya terdiri dari 3 dosis vaksin. Antibodi dapat ditunjukkan dalam sera hampir 100% dari mereka yang divaksinasi jika digunakan vaksin kultur sel diploid (diploid cell culture vaccine). Dosis Booster harus diberikan (ditawarkan) kepada orang-orang dalam risiko yang berkelanjutan setiap satu sampai tiga tahun. Pengobatan lokal terhadap luka harus selalu dilakukan pada orang-orang terkena (gigitan) walaupun orang divaksinasi sebelumnya (Anonimous 2).

Tindakan pencegahan dan kontrol di negara-negara di mana penyakit ini endemik, langkah-langkah yang diterapkan untuk mengatasi dan mengurangi risiko infeksi pada populasi rentan (satwa liar, hewan liar peliharaan dan hewan peliharaan) dan membuat penyangga antara hewan sumber penyakit dan manusia meliputi:

1. Pengawasan (surveillance) dan pelaporan kasus dugaan rabies pada hewan.
2. Program vaksinasi untuk hewan peliharaan.
3. Penelitian dinamika penyakit, vaksin dan mekanisme pemberiaan (Vaksin) yang efektif bagi populasi sasaran.
4. Program pengendalian rabies pada hewan liar termasuk vaksinasi (jebakan /vaksinasi /pelepasan atau pengedaran /pemberian vaksin oral)
5. Kontrol populasi dan program vaksinasi untuk populasi hewan liar. (oie).

******

Daftar Pustaka:

Anonimous 1, 2013., Recent developments in the epidemiology and prevention of rabies.,  http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/8149258 National Center for Biotechnology Information, U.S. National Library of Medicine 8600 Rockville Pike, Bethesda MD, 20894 USA., Bull Acad Natl Med. 1993 Oct;177(7):1221-31).

Anonimous 2, 2013., “Management and Prevention of Rabies Infection”, Viral Zoonoses Slide Set,  Wong's Virology, All the Virology on the World Wide Web, PDA Accessories http://virology-online.com/viruses/Rhabdoviruses6.htm.

Ruli, 2015. “Penanganan Penyakit Rabies di Bali Libatkan Semua Pihak”. Harian Terbit Koran Aspirasi Rakyat. Website: http://www.harianterbit.com/hanterhumaniora/read/2015/07/24/36029/86/40/Penanganan-Penyakit-Rabies-di-Bali-Libatkan-Semua-Pihak

oie, 2015. website: www.oie.int 

******

Penulis: drh. Goyono Trisnadi

PENTING UNTUK PETERNAKAN: