Tetanus
adalah keracunan akibat neurotoksin yang disebabkan oleh Clostridium tetani
dengan gejala klinis spasmus otot dan bisa mengakibatkan kematian pada hewan mamalia serta manusia. Nama lain
penyakit ini adalah Lock Jaw.
Penularan
tetanus dapat terjadi melalui kontaminasi spora bakteri Cl.tetani yang tersebar
di tanah dan di kandang ternak. Kejadian tetanus dapat timbul karena
dimulaioleh adanya perlukaan tertutup yang terkontaminasi oleh bakteri Cl.tetani.
Pada luka tertutup tersebut dapat timbul kondisi anaerob yang merupakan
persyaratan berkembangnya bakteri CI.tetani. Dalam jangka waktu tertentu
bakteri Cl.tetani mengeluarkan toksin yaitu berupa tetanotoksin (neurotoksin).
Toksin ini menimbulkan spasmus terhadap otot-otot tubuh.
Pada
peternakan yang memungkinkan dapat terjadi kasus tetanus yakni adanya tindakan
perlukaan yang dapat terkontaminasi oleh bakteri Cl.tetani seperti
kastrasi, pencukuran bulu pada ternak domba,
pemasangan nomor telinga, pemasangan ladam pada kuda, proses kelahiran,
atau luka lainnya antara lain luka tusuk pada kaki, gigitan, patah tulang, luka
robek akibat dinding kandang dan sebagainya. Apabila hewan penderita tidak
cepat mendapat perawatan umumnya berakhir dengan kematian
Kejadian
pada manusia sering dihubungkan dengan peristiwa pemotongan pusar pada bayi,
adanya luka atau infeksi dapat terjadi di tempat yang menggunakan pupuk
kandang.
ETIOLOGI
Tetanus
disebabkan oleh Clostridium tetani. C.tetani
merupakan bakteri berbentuk batang Iangsing, berukuran 0.4-0.6x2-5
mikron dan bersifat motil. Baik di dalam jaringan maupun pada biakan, bakteri
tetanus dapat tersusun tunggal atau berantai membentuk filamen yang panjang.
Bakteri ini membentuk spora setelah dibiakkan selama 24-48 jam, spora bulat,
terminal, dimana sel di tempat spora membengkak sehingga bakteri berbentuk
seperti pemukul gendrang atau ”Drum
stick bacteria”. Pada biakan muda bakteri tetanus bersifat Gram positif, dan
cepat berubah menjadi Gram negatif pada biakan yang lebih tua.
Gambar
1. Anak panah menunjukkan endospora bakteri dengan bentuk menyerupai raket
tenis. (Sumber
: http://faculty.ccbcmd.edu/courses/bio141/lecguide/unit1/prostruct/
diseases/ctetani/endoclos.html)
Bakteri
tetanus tumbuh pada biakan umum dalam suasana anaerob dan suhu optimum 37°C.
Pada biakan cair membentuk sedikit kekeruhan yang kemudian menjadi bening
setelah terjadi sedimentasi.
Pada lempengan agar
darah akan terbentuk koloni yang dilingkari dengan zone hemolyse.
Bakteri ini tidak memfermentasi karbohidrat atau menghidrolisa protein serta
mencairkan gelatin membentuk koloni yang berbentuk sikat. Untuk menyimpan galur
bakteri tetanus dibiakkan pada liver bouillon yang ditambah CaCl .
Spora
Cl.tetani bersifat sangat resisten, dapat tahan bertahun-tahun bila dalam
keadaan terlindung terhadap sinar matahari dan panas. Theobald Smith telah
menemukan beberapa strain yang tahan terhadap panas pada suhu 100°C selama
40-60 menit. Spora bakteri tetanus dapat mati oleh 5% phenol setelah kontak
10-12 jam.
Toksin
tetanus stabil terhadap freeze-thawing. Tetapi rusak oleh sinar matahari
langsung dalam waktu 15 jam pada suhu 40°C atau dalam larutan lain rusak dalam
waktu 5 menit pada suhu 65°C. Toksin tidak diserap oleh tubuh dari saluran
pencernaan.
Ada
10 macam serotype bakteri tetanus yang semuanya mempunyai H dan O antigen,
kecuali tipe IV yang tidak mempunyai H antigen. Toksin yang dibentuk ada 2
macam yaitu:
1. Hemolysin:
tetanolysin, menghemolyse eritrosit, tidak berperanan sebagai penyebab tetanus;
2. Neurotoksin:btetanospasmin,
menyebabkan spasmus otot-otot, berperanan sebagai penyebab tetanus.
EPIDEMIOLOGI
1. Spesies
rentan
Beberapa jenis
spesies rentan terhadap
tetanus secara berturut- turut sebagai berikut, bangsa
kuda, domba dan kambing, anjing dan kucing, sapi dan babi. Unggas tidak rentan
terhadap tetanus. Di antara hewan percobaan yang paling rentan adalah tikus.
2. Pengaruh
Lingkungan
Bentuk vegetatif
sangat rentan terhadap
pengeringan, cahaya, pemanasan
dan desinfektan. Bentuk spora dapat bertahan pada tanah, feses manure selama
berbulan-bulan atau mungkin beberapa tahun, dan tahan dipanaskan atau perebusan
sampai 15 menit.
3. Sifat
Penyakit
Penyakit tetanus
terjadi sangat bersifat
sporadik. Kejadian tetanus sering dilaporkan pada daerah yang
banyak memelihara kuda. Penyakit tetanus jarang berhasil diobati, sehingga
angka mortalitas mendekati 100%.
4. Cara
Penularan
Syarat
terjadinya infeksi diperlukan luka yang dalam atau pada luka superficial yang
tercemari bakteri anaerob yang mempunyai potensi oksidasi reduksi lemah.
Kejadian penularan pada kuda pada umumnya melalui luka pada kuku sewaktu
memasang tapal kuda, pada domba terjadi melalui luka kastrasi atau pencukuran
rambut, sedang pada sapi melalui luka bekas pemotongan tanduk dan pada babi
melalui luka kastrasi. Selain itu penularan juga terjadi melalui luka tertusuk
paku, luka-luka pada rongga mulut, luka tersembunyi di dalam usus atau alat
kelamin
5. Faktor
Predisposisi
Kejadian tetanus
disebabkan oleh adanya
infeksi Clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka yang
dalam dengan perawatan yang salah. Faktor predisposisi antara lain adanya luka
dalam yang tidak dirawat dengan baik, hewan umur muda atau tua, serta belum
dilakukan vaksinasi terhadap tetanus.
6. Distribusi
Penyakit
Tetanus terdapat
di seluruh dunia,
terutama di negara
beriklim tropis, termasuk Indonesia. Di Indonesia tetanus terjadi
sporadis, terutama menyerang hewan seperti kuda, babi dan domba.
PENGENALAN
PENYAKIT
1. Gejala
klinis
Masa tunas
1-3 minggu. Gejala
Klinis tetanus untuk
semua hewan hampir mirip. Tanda
awal ialah sedikit kekakuan, gelisah dan terjadi kekejangan yang berlebihan
bila ada sedikit rangsangan dari luar (suara, sentuhan, cahaya dan lain-lain).
Pada kuda terjadi kekakuan yang khas berupa spasmus membrana niktitan, trompet
hidung melebar, ekor naik dan kaki membentuk kuda-kuda. Bila yang terserang
otot-otot fascia maka hewan akan susah membuka mulut, sehingga penyakit dinamai
”Lock jaw”. Bila toksin sudah menyerang otak maka akan terjadi kekejangan umum,
konvulsi yang berkesinambungan terjadi disebabkan oleh aspeksia.
2. Patologi
Tidak
ada tanda pasca mati yang khas, paru berwarna merah dan mengalami perdarahan.
3. Diagnosa
Berdasarkan gejala
kIinis, disertai sejarah
penyakit bahwa hewan tersebut tidak atau belum pernah
divaksin tetanus atau hewan pernah mengalami luka sebelumnya.
4. Diagnosa
Banding
Adanya tanda
kekejangan yang terjadi
maka tetanus dapat dikelirukan dengan penyakit lain
seperti:
a. Gras
tetani: pada penyakit ini terdapat
hipocalcemia
b.
Keracunan striknin: kekejangan
yang terjadi tidak
tergantung adanya rangsangan dari luar
c.
Muscular rheumatism: merupakan penyakit
kronis.
d. Stiff
lamb disease: ada gejala diare
e. Rabies: ada gejala kelumpuhan
5. Pengambilan
dan Pengiriman Spesimen
Spesimen jarang
diambil karena penyakit
ini didiagnosa berdasar kan gejala klinisnya. Sampel darah
dapat diambil sebagai usaha untuk pemeriksaan adanya toksin dalam darah.
PENGENDALIAN
1. Pengobatan
Pengobatan
tetanus dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Luka dibuat segar, dengan membuang
bagian jaringan yang rusak, kemudian
luka dicuci dengan KMnO atau H2O2 dan diobati dengan antibiotika.
b. Diberikan
antitoksin tetanus dosis kuratif
c. Perlakuan
pada hewan sakit diberikan: (1) kandang
bersih, kering, gelap; (2) diberikan
kain penyangga perut; (3) makanan
disediakan setinggi hidung; (4) luka
yang ada diobati
d. Diberikan
obat-obatan untuk mengatasi simptom atau gejala antara lain: (1) obat penenang; (2) muscle relaxan
2. Pencegahan,
Pengendalian dan Pemberantasan
Pencegahan
tetanus dapat dilakukan antara lain dengan:
a. Menyingkirkan barang
tajam (kulit kerang,
paku, duri) di
tempat penggembalaan.
b. Bila
ada luka dibersihkan, dikuret atau didrainase dan diobati.
c. Dilakukan
vaksinasi aktif dengan formol vaksin.
d. Dilakukan
vaksinasi pasif dengan antitoksin
e. Gunakan
peralatan operasi yang steril dan jangan melakukan operasi dekat dengan tempat
yang mungkin menjadi sumber infeksi tetanus.
DAFTAR
PUSTAKA
- Anonim 2011. The Merck Veterinary Manual 11th Edition, Merek & CO, Inc
- Rahway, New Jersey, USA.
- Anonim 2004. Bovine Medicine Diseases and Husbandry of Cattle 2nd Edition.
- Andrews AH, Blowey RW, Boyd H, Eddy RG Ed. Blackwell Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia.
- Direktur Kesehatan Hewan 2002. Manual Penyakit Hewan Mamalia. Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta Indonesia. Plumb DC 1999. Veterinary Drug Handbook. 3rd Edition. Iowa State University Press Ames.
- Quinn PJ, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJC, Leonard FC and Maghire D 2002. Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Blackwell Science Ltd. Blackwell Publishing Company Australia.
- Pearee, Owen. 1994. Treatment of Equine Tetanus. In Practice. Vol 16 (6) 322-325.
- Radostids OM and DC Blood 1989. Veterinary Medicine A Text Book of the Disease of Cattle, Sheep, Pigs, Goats and Horses. 7th Edition. Bailiere Tindall. London England.
- Smith BP 2002. Large Animal Internal Medicine. Mosby An Affiliate of Elsevier Science, St Louis London Philadelphia Sydney Toronto.
- Subronto dan Tjahajati 2008. Ilmu Penyakit Ternak III (Mamalia) Farmakologi Veteriner: Farmakodinami dan Farmakokinesis Farmakologi Klinis. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.
- Subronto 2008. Ilmu Penyakit Ternak I-b (Mamalia) Penyakit Kulit (Integumentum) Penyakit-penyakit Bakterial, Viral, Klamidial, dan Prion. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Indonesia.
***Penulis drh Giyono trisnadi disadur dari,
MANUAL PENYAKIT MAMALIA,
Diterbitkan oleh: Subdit Pengamatan Penyakit Hewan Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Jl. Harsono RM
No. 3 Gedung C, Lantai 9, Pasar Minggu, Jakarta 12550 Telp : (021) 7815783 Fax
: (021) 7815783
*********
Tidak ada komentar:
Posting Komentar