*************************************************************
PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 104/Permentan/OT.140/8/2014
TENTANG
TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HEWAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HEWAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah masuk, tersebar, dan keluarnya hama
penyakit hewan karantina ke, di, dan dari wilayah Negara
Republik Indonesia yang
ditularkan melalui benih hewan, dilakukan
tindakan karantina hewan;
b. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 dan Pasal 59
ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor
82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan, perlu mengatur Tindakan Karantina
Hewan Terhadap Pemasukan
dan Pengeluaran Benih Hewan,
dengan Peraturan Menteri Pertanian;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3482);
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5015);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang
Karantina Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4002);
4. Peraturan
Pemerintah Nomor 48
Tahun 2011 tentang
Sumber Daya Genetik Hewan dan Perbibitan Ternak (Lembaran Negara Tahun
2011 Nomor 123, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5260);
5. Peraturan Pemerintah
Nomor
47
Tahun 2014 tentang Pengendalian dan
Penanggulangan
Penyakit Hewan
(Lembaran
Negara Tahun 2014 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5543);
6. Keputusan
Presiden
Nomor
84/P
Tahun 2009
tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia
Bersatu II;
7.
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara;
8. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara
serta Susunan Organisasi, Tugas, dan
Fungsi Eselon I Kementerian
Negara;
9. Peraturan
Menteri Pertanian Nomor
34/Permentan/ OT.140/7/2006 tentang Persyaratan
dan
Tata Cara Penetapan
Instalasi Karantina
Hewan;
10. Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 22/Permentan/ OT.140 /4/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Unit Pelaksana
Teknis Karantina Pertanian;
11. Keputusan Menteri Pertanian Nomor
3238/Kpts/ PD.630/9/2009
tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama
Penyakit Hewan
Karantina,
Penggolongan,
dan Klasifikasi Media Pembawa;
12. Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 61 /Permentan /OT.140 /10/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja
Kementerian
Pertanian;
13. Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 51 /Permentan
/OT.140 /9/2011 tentang Rekomendasi Persetujuan Pemasukan
dan Pengeluaran Benih dan /atau
Bibit Ternak Ke Dalam dan Ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia;
14. Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 94 /Permentan /OT.140 /12/2011 tentang
Tempat Pemasukan dan
Pengeluaran Media Pembawa Penyakit Hewan Karantina dan Organisme
Pengganggu
Tumbuhan Karantina, juncto Peraturan Menteri
Pertanian Nomor
44/Permentan/OT.140/3/2014;
15.
|
Peraturan Menteri
Pertanian Nomor 19 /Permentan /OT.140 /3/2012 tentang Persyaratan Mutu
Benih, Bibit Ternak,
dan Sumber Daya Genetik Hewan;
|
|
Memperhatikan
|
: 1.
|
Terrestrial Animal
Health Code – Office
International Des
Epizooties;
|
2.
|
Notifikasi
World
Trade Organization (WTO) Nomor
|
G/SPS/IDN/90
tanggal
3 Februari 2014;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG TINDAKAN KARANTINA HEWAN TERHADAP PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH HEWAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan
Menteri ini yang dimaksud
dengan:
1. Benih Hewan yang selanjutnya disebut Benih adalah bahan reproduksi hewan yang berupa semen, ova,
dan
embrio.
2. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan benih dari luar ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia atau
ke suatu area dari area
lain di dalam
wilayah Negara Republik Indonesia.
3. Pengeluaran
adalah
kegiatan
mengeluarkan benih ke luar dari wilayah
negara
Republik Indonesia atau
dari
suatu area ke area
lain di dalam
wilayah Negara Republik Indonesia.
4. Tindakan Karantina
Hewan yang
selanjutnya
disebut
Tindakan
Karantina
adalah
kegiatan yang
dilakukan untuk mencegah hama penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar
di, dan/atau keluar
dari wilayah Negara Republik Indonesia.
5. Negara Asal Pemasukan yang selanjutnya disebut Negara Asal adalah suatu negara
yang mengeluarkan benih ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.
6. Hama dan Penyakit Hewan Karantina yang selanjutnya disebut HPHK adalah semua
hama, hama penyakit dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonomi nasional dan perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat veteriner yang dapat digolongkan
menurut tingkat risikonya.
7. Sertifikat Pelepasan adalah dokumen
karantina yang diterbitkan oleh dokter hewan karantina
di tempat pemasukan untuk pembebasan media
pembawa HPHK setelah dinyatakan
sehat melalui serangkaian
tindakan karantina.
8. Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut Petugas Karantina adalah pegawai negeri tertentu yang diberi
tugas
untuk melakukan tindakan
karantina.
Pasal 2
(1) Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai dasar pelaksanaan tindakan karantina terhadap pemasukan atau pengeluaran benih ke, di, atau dari wilayah Negara Republik Indonesia.
(2) Peraturan
Menteri ini bertujuan untuk menjamin benih
yang dimasukkan atau dikeluarkan ke,
di, atau
dari
wilayah Negara Republik Indonesia bebas
dari
HPHK.
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Menteri ini meliputi pemasukan dan pengeluaran, serta tindakan karantina.
BAB II
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
Bagian Ke satu
Persyaratan Pemasukan
Pasal 4
Benih yang dimasukkan, wajib:
a. dilengkapi sertifikat sanitasi yang diterbitkan oleh otoritas veteriner atau dokter hewan berwenang di negara asal,
dan negara transit apabila transit;
b. melalui tempat pemasukan yang telah
ditetapkan; dan
c. dilaporkan dan
diserahkan kepada petugas
karantina di tempat
pemasukan
untuk
keperluan tindakan karantina.
Pasal 5
(1) Sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a paling kurang memuat keterangan:
a. benih
bebas
dari HPHK;
b.
benih tidak berpotensi membawa HPHK;
c. identitas pemilik atau pengirim
dan penerima;
d. tempat
pengeluaran negara asal
dan
tanggal muat;
e. tempat
pemasukan negara tujuan; dan f. jenis dan jumlah benih.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c paling singkat 1 (satu) hari kerja sebelum pemasukan.
Pasal 6
Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, benih yang dimasukkan harus memenuhi persyaratan:
a. mutu
benih;
b. teknis kesehatan
hewan;
c. sertifikat benih;
d. kemasan;
e. label;
f. segel; dan
g. penempatan
kontainer dalam alat angkut.
Pasal 7
(1) Persyaratan mutu benih dan teknis kesehatan hewan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf a dan huruf b sesuai
dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Persyaratan sertifikat benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c diterbitkan oleh lembaga berwenang
di negara asal.
(3) Persyaratan kemasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d berbentuk straw, goblet,
canister,
dan kontainer.
(4) Persyaratan label sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e pada kontainer, paling
kurang memuat
informasi:
a.
negara tujuan;
b. tempat dan
nama produsen;
c.
tanggal pengiriman; dan
d. jenis
dan jumlah benih.
(5) Persyaratan segel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf f harus kuat dan terbuat
dari timah atau logam.
(6) Persyaratan penempatan kontainer dalam alat angkut sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf g dilakukan dengan cara:
a. kontainer dikemas menggunakan
pallet, kotak
kayu,
atau matras;
b. menggunakan
tanda
peringatan dalam
bentuk sticker
dengan kata:
“jangan
diletakkan terbalik”, “jangan
dibanting”,
dan “fragile”;
dan
c. dalam
keadaan berdiri tegak.
Bagian Ke dua
Persyarata Pengeluaran
Pasal 8
Benih yang dikeluarkan, wajib:
a. dilengkapi sertifikat sanitasi yang diterbitkan oleh otoritas veteriner atau dokter hewan
berwenang di daerah
asal;
b.
melalui tempat
pengeluaran yang telah
ditetapkan;
dan
c. dilaporkan
dan diserahkan kepada
petugas karantina di tempat pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.
Pasal 9
(1) Sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a paling kurang memuat keterangan:
a. benih
bebas
dari HPHK;
b.
benih tidak berpotensi membawa HPHK;
c. identitas
pemilik atau pengirim dan
penerima;
d.
tempat pengeluaran asal dan tanggal
muat;
e. tempat pemasukan negara
tujuan;
dan f. jenis dan jumlah benih.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c paling singkat 1 (satu) hari
kerja sebelum pengeluaran.
Padal 10
(1) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, benih yang akan dikeluarkan harus memenuhi persyaratan:
a. mutu
benih;
b.
teknis kesehatan
hewan;
c. sertifikat
benih;
d.
kemasan;
e. label;
f. segel; dan
g. penempatan kontainer dalam
alat angkut.
(2) Persyaratan mutu benih dan teknis kesehatan hewan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dan
huruf b sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Persyaratan sertifikat benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterbitkan
oleh Lembaga Sertifikasi Benih atau Bibit sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Persyaratan kemasan,
label, segel, dan
penempatan
kontainer dalam
alat angkut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d, huruf e, huruf f, dan huruf g mutatis mutandis Pasal
7 ayat (3), ayat
(4), ayat (5), dan
ayat (6).
Bagian Ke tiga
Persyaratan Pemasukan dan Pengeluaran Antar Area di Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia
Pasal 11
Benih yang dimasukkan atau dikeluarkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah
Negara Republik Indonesia wajib:
a. dilengkapi sertifikat sanitasi yang diterbitkan oleh otoritas veteriner atau dokter
hewan berwenang di
daerah
asal;
b. melalui tempat
pemasukan dan pengeluaran yang telah ditetapkan; dan
c. dilaporkan dan
diserahkan
kepada petugas karantina di tempat
pemasukan
dan pengeluaran untuk keperluan tindakan karantina.
Pasal 12
(1) Sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a paling kurang memuat keterangan:
a. benih
bebas
dari HPHK;
b. benih
tidak berpotensi membawa HPHK;
c. identitas pemilik atau pengirim
dan penerima;
d. tempat
pengeluaran asal dan
tanggal muat;
e. tempat
pemasukan tujuan;
dan f. jenis dan jumlah benih.
(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c paling singkat 1 (satu) hari kerja sebelum pemasukan
dan
pengeluaran.
Pasal 13
(1) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, benih yang dimasukkan atau dikeluarkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia harus memenuhi persyaratan:
a. mutu
benih;
b. teknis kesehatan
hewan;
c. sertifikat benih;
d. kemasan;
e. label;
f. segel; dan
g. penempatan
kontainer dalam alat angkut.
(2) Persyaratan mutu benih, teknis kesehatan hewan, dan sertifikat benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 14
Persyaratan kemasan, label, segel, dan penempatan kontainer dalam alat angkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g mutatis mutandis Pasal 7 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6).
BAB III TINDAKAN KARANTINA
Bagian Ke satu
Umum
Pasal 15
(1) Media pembawa yang dimasukkan ke, dikirim dari suatu area ke area lain di dalam, atau dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia dilakukan tindakan karantina.
(2) Tindakan karantina sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa:
a. pemeriksaan;
b.
penahanan;
c. penolakan;
d.
pembebasan; dan/atau e. pemusnahan.
(3) Tindakan
karantina
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1)
dilakukan oleh petugas
karantina.
Pasal 16
(1) Tindakan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, Pasal 8, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 13, kebenaran isi dan keabsahan sertifikat sanitasi.
(2) Sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan benar jika sesuai antara data yang
tercantum dalam sertifikat sanitasi dengan isi dan keterangan yang tercantum pada kemasan.
(3) Sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dinyatakan sah jika
menggunakan kop sertifikat
resmi yang
ditandatangani oleh otoritas veteriner atau
dokter hewan berwenang di negara asal yang dibubuhi
dengan tanda tangan, nama dan
jabatan, cap atau
stempel, nomor sertifikat, serta mencantumkan tempat dan tanggal
penerbitan sertifikat.
Pasal 17
(1) Jika dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 tidak dilengkapi sertifikat sanitasi, dilakukan tindakan penolakan.
(2) Tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan tindakan penahanan
apabila:
a. setelah dilakukan pemeriksaan kemasan dan segel, ternyata utuh dan tidak rusak;
dan
b.
pemilik atau kuasanya menjamin dapat melengkapi sertifikat sanitasi dalam jangka waktu
paling
lama 3 (tiga) hari
kerja terhitung setelah
diterimanya
surat penahanan.
(3) Jaminan pemenuhan kelengkapan sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b dituangkan
dalam surat pernyataan
bermaterai sesuai
dengan Format.
(4) Apabila setelah dilakukan tindakan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pemilik atau kuasanya
tidak dapat melengkapi sertifikat sanitasi, dilakukan tindakan penolakan.
(5) Apabila dari hasil pemeriksaan sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16
tidak
benar
dan/atau tidak sah, dilakukan tindakan penolakan.
Pasal 18
(1) Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 tidak dilengkapi sertifikat benih, dilakukan tindakan penolakan.
(2) Tindakan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan tindakan penahanan
apabila pemilik atau
kuasanya menjamin
dapat melengkapi sertifikat benih
dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh)
hari kerja terhitung setelah diterimanya
surat penahanan.
(3) Apabila setelah dilakukan tindakan penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pemilik atau kuasanya
tidak dapat melengkapi sertifikat benih, dilakukan tindakan
penolakan.
Pasal 19
Apabila dari hasil pemeriksaan sertifikat sanitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan sertifikat benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dapat dilengkapi oleh pemilik atau kuasanya, dilakukan pemeriksaan fisik.
Pasal 20
Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilakukan terhadap fisik kontainer dan segel.
Pasal 21
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dilakukan untuk mengetahui keutuhan kontainer dan segel.
Pasal 22
Apabila dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 kontainer dan segel tidak utuh, dilakukan tindakan penolakan.
Pasal 23
Sejak diterbitkannya surat penolakan sampai dalam batas waktu 14 (empat belas) hari kalender harus dilakukan pengiriman kembali ke negara asal atau negara lain oleh pemilik atau kuasanya.
Pasal 24
(1) Apabila sampai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 pemilik atau kuasanya tidak melakukan pengiriman kembali ke negara asal atau negara lain, dilakukan tindakan pemusnahan.
(2) Tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara dibakar
di dalam incenerator atau dengan cara
lain sesuai dengan kaidah
ilmu kedokteran hewan.
(3) Tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh petugas
karantina,
dan dituangkan
dalam Berita Acara Pemusnahan.
Pasal 25
(1) Biaya pengiriman kembali sebagai akibat tindakan penolakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 menjadi beban dan tanggung jawab pemilik atau kuasanya.
(2) Pemilik atau kuasanya tidak berhak menuntut
ganti rugi dalam bentuk apapun sebagai akibat tindakan penolakan dan tindakan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
Pasal 26
(1) Benih yang dimasukkan apabila telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 6, Pasal 11, dan Pasal 13 dilakukan tindakan pembebasan.
(2) Tindakan
pembebasan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1) dilakukan
dengan
menerbitkan sertifikat pelepasan.
Bagian Ke dua
Tindakan Karantina di Negara Asal
Pasal 27
(1) Untuk memberikan kemudahan pelayanan dan kelancaran arus barang di tempat pemasukan, benih yang akan dimasukkan dapat dilakukan tindakan karantina di negara asal.
(2) Tindakan karantina di negara asal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bagian dari
proses pelaksanaan
tindakan karantina di
tempat
pemasukan.
(3) Tindakan karantina
di
negara asal
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat (1) berupa
tindakan pemeriksaan.
(4) Tindakan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(3) dilakukan
terhadap dokumen status dan situasi penyakit hewan
karantina, kemasan, dan
hasil
pengujian
laboratorium.
(5) Dokumen status
dan situasi penyakit hewan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas perkembangan status dan situasi penyakit hewan karantina negara
asal, jurnal ilmiah, dan/atau dokumen yang
diterbitkan oleh otoritas veteriner negara asal.
(6) Perkembangan status dan situasi penyakit hewan karantina negara asal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi suatu
negara yang memiliki risiko tinggi.
(7) Risiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa penyakit yang penularannya
secara vertikal turun temurun.
Pasal 28
(1) Tindakan karantina di negara asal dilakukan pada tempat produksi yang baru pertama kali memasukkan benih.
(2) Tindakan karantina di negara asal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan sewaktu-waktu apabila
terjadi perubahan status dan situasi penyakit hewan karantina
di negara asal berdasarkan informasi dari
Badan
Kesehatan Hewan Dunia atau
informasi lain yang
sah.
Pasal 29
Tindakan karantina di negara asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilakukan sesuai dengan ketentuan Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS).
Bagian Ke tiga
Tindakan Karantina Di Daerah Asal
Pasal 30
(1) Untuk memberikan kemudahan pelayanan dan kelancaran arus barang di tempat pengeluaran, benih yang akan dikeluarkan ke suatu area dari area lain di dalam atau dikeluarkan dari wilayah Negara Republik Indonesia dapat dilakukan tindakan karantina di tempat produksi daerah asal.
(2) Tindakan karantina di tempat produksi daerah asal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sebagai
bagian
dari proses pelaksanaan tindakan
karantina di
tempat
pengeluaran.
(3) Tindakan karantina di tempat produksi daerah asal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) berupa tindakan pemeriksaan.
(4) Tindakan pemeriksaan sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(3) dilakukan
terhadap dokumen status dan situasi penyakit hewan
karantina, kemasan, dan
hasil
pengujian
laboratorium.
(5) Dokumen status
dan situasi penyakit hewan karantina sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas perkembangan status dan situasi penyakit hewan karantina daerah
asal, jurnal ilmiah, dan/atau dokumen yang diterbitkan oleh otoritas veteriner atau
dokter hewan berwenang
daerah asal.
(6) Perkembangan status dan situasi penyakit hewan karantina daerah asal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi
suatu daerah yang memiliki risiko tinggi.
(7) Risiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa penyakit yang penularannya secara vertikal turun temurun.
Pasal 31
(1) Benih yang dikeluarkan apabila telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 13 dilakukan tindakan pembebasan.
(2) Tindakan
pembebasan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat
(1) dilakukan
dengan
menerbitkan sertifikat kesehatan.
Pasal 32
Tindakan karantina di tempat produksi daerah asal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dalam rangka pengeluaran dari wilayah Negara Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS).
BAB IV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 33
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini
dengan penempatannya dalam
Berita
Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 agustus 2014
MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
ttt
SUSWONO
Diundangkan
di Jakarta
pada tanggal 19 Agustus 2014
pada tanggal 19 Agustus 2014
MENTERI HUKUM DAN
HAK
ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1166
ttd
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1166