PENYAKIT PORCINE REPRODUCTIVE RESPIRATORY SYNDROME (PRRS) PADA BABI

Porcine Reproductive dan Respiratory Syndrome (PRRS) adalah penyakit pada babi yang disebabkan oleh  virus yang ditandai dengan dua penampakan gejala klinis yang tumpang tindih, gangguan /kegagalan reproduksi pada pembibitan ternak, dan penyakit pernafasan pada babi di segala usia. 

Porcine Reproductive dan Respiratory Syndrome adalah penyakit yang besifat pandemi pada babi. Sindrom ini menyebabkan kerugian yang signifikan dalam industri peternakan babi akibat gangguan reproduksi dan keterlambatan /retardasi pertumbuhan. Awalnya, beberapa nama yang digunakan untuk penyakit ini adalah: Mystery Swine Disease; Blue Ear Disease; Porcine Epidemic Abortion and Respiratory Syndrome (PEARS); Swine Infertility Respiratory Syndrome (SIRS).

EPIDEMIOLOGI

Kejadian Penyakit
Penyakit PRRS pertama kali diakui terjadi di Amerika Utara pada pertengahan hingga akhir 1980-an dan menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Di Eropa, penyakit yang mirip disebabkan oleh genotipe yang berbeda dari virus ini juga menyebar dengan cepat di wilayah itu antara tahun 1990 - 1992. Penyakit ini kini menyebar di seluruh dunia, dengan pengecualian dari Australia, Selandia Baru, Finlandia, Norwegia, Swedia, dan Swiss.
Daftar (list oie) negara menurut situasi penyakit, dimana penyakit (Porcine reproductive respiratory syndrome /sindrom pernafasan pada babi) tidak pernah terjadi (dilaporkan pada 2013-2014): Afghanistan, Aljazair, Angola, Argentina, Australia, Bahrain, Bangladesh, Barbados, Belize, Brazil, Brunei Darussalam , Bulgaria, Republik Afrika Tengah, Kuba, Djibouti, Ekuador, El Salvador, Guinea Ekuatorial, Ethiopia, Kepulauan Falkland (Malvinas), Finlandia, Guyana Prancis, Gabon, Georgia, Greenland, Guyana, Haiti, Islandia, Iran, Israel, Jamaika, Jordan, Kiribati, Kuwait, Lebanon, Libya, Madagaskar, Maladewa, Mali, Mauritania, Mauritius, Mikronesia (Negara Federasi), Namibia, Nepal, Kaledonia Baru, Selandia Baru, Norwegia, Oman, Paraguay, Qatar, Reunion (Perancis) Samoa, San Marino, Sao Tome dan Principe, Arab Saudi, Singapura, Vincent and the Grenadines, Sudan, Suriname, Togo, Trinidad dan Tobago, Uni Emirat Arab, Uruguay, Vanuatu, Yaman, Zimbabwe.

Penyakit PRRS tidak terjadi (wabah) selama periode pelaporan (pada oie tahun 2013 – 2014): Andorra, Armenia, Azerbaijan, Belgia 06/2013 (tanggal kejadian terakhir), Bosnia dan Herzegovina 02/2009 (tanggal kejadian terakhir), Mesir, Eritrea, Estonia, Fiji, Ghana , Yunani, Grenada1986 (tanggal kejadian terakhir), Kenya Korea (Dem Rep Rakyat..), Kyrgyzstan, Liechtenstein, Lithuania, Malawi, Malaysia, Malta, Moldova, Mongolia 06/2012 (tanggal kejadian terakhir), Montenegro, Mozambik, Niger, Portugal, Serbia, Leone, Slovenia, Somalia, Afrika Selatan, Lanka, Swedia, Suriah, Tunisia, Ukraina 11/2009 (tanggal kejadian terakhir), Venezuela 12/2007 (tanggal kejadian terakhir pada hewan domestik) dan 12/2012 (tanggal kejadian terakhir pada hewan liar).

Negara Negara di mana terjadi Infeksi penyakit PRRS (tanpa terlihat gejala klinis): Bolivia Juli-Desember 2013, Kroasia Juli-Desember 2013, Republik Ceko Januari-Juni 2014, Denmark Juli-Desember 2013, Polinesia Prancis Juli-Desember 2013, Guatemala Juli-Desember 2013, Latvia Juli-Desember 2013, Polandia Januari-Juni 2014.

Negara Negara di mana terjadi Infeksi PRRS, Dan terlihat gejala klinis: Canada Januari-Juni 2014, Cina Taipei Juli-Desember 2013, Kolombia Januari-Juni 2014, Kosta Rika Januari-Juni 2014, Siprus Januari-Juni 2013, Republik Dominika Juli-Desember 2013 , Prancis, Juli-Desember 2013, Hong Kong (SAR - RRC), Januari-Juni 2014, Jepang Juli-Desember 2013, Korea (Rep.) Januari-Juni 2013, Belanda Januari-Juni 2014, Filipina Januari-Juni 2013, Swiss Januari-Juni 2014, Thailand Juli-Desember 2013, Inggris Juli-Desember 2013, Amerika Serikat Jan - (. Rep Rakyat) Jun 2014, Cina, Juli-Desember, 2013, Rusia Juli-Desember 2013, Spanyol Jul-Des 2013.

Penyakit hanya terjadi terbatas pada zona tertentu dari wilayah dari negara: Chile Juli-Desember 2013, Hungaria, Januari-Juni 2014, India Jul-Des 2013, Meksiko Juli-Desember 2013. 

Hospes /Inang
Babi (Sus scrofa), baik peliharaan /ternakan maupun liar, merupakan satu-satunya spesies yang diketahui secara alami rentan terhadap penyakit ini. Spesies lain dari babi hutan dan anggota keluarga Suidae kemungkinan juga rentan.

Penularan
Penularan langsung: Virus PRRS (PRRSV) mudah menyebar melalui kontak langsung dan virus dapat terdeteksi pada air liur, urin, susu, kolostrum, dan kotoran hewan yang terinfeksi. Penularan melalui air mani juga dapat terjadi, baik melalui perkawinan alami maupun inseminasi buatan.

Penularan tidak lansung: Transportasi mekanik, Penularan melalui jarum terkontaminasi, fomites (sepatu dan baju), personil pertanian (tangan), kendaraan transportasi (trailer yang terkontaminasi), dan serangga (lalat dan nyamuk). Penyebaran (virus) melalui udara /airborne dalam percobaan telah terbukti sepanjang 120 m dalam kondisi meteorologi khusus, seperti angin yang kuat.

PRRSV dapat menyebar dengan cepat pada daerah peternakan babi intensif. Faktor risiko yang signifikan untuk penyebaran antara peternakan termasuk kedekatan dengan kawanan tetangga yang terinfeksi, pembelian hewan ternak yang terinfeksi pada masa inkubasi, dan pembelian semen dari babi di pusat AI yang terinfeksi. 

Sumber Penyakit
Sumber infeksi: babi yang terinfeksi; semen yang terinfeksi; Penyebaran langsung (truk, sepatu, pakaian dan lain-lain).  

ETIOLOGI

Klasifikasi Agen Penyebab Penyakit
Agen etiologi dari PRRS merupakan virus RNA dari ordo Nidovirales, family Arteriviridae, genus Arterivirus. Ada dua strain: genotipe 1, dengan prototipe virus Lelystad, virus mendominasi di Eropa, dan genotipe 2, terwakili oleh VR 2332, prototipe strain ini awalnya banyak ditemukan di Amerika Utara. Sebuah varian genotipe 2 adalah penyebab penyakit yang parah di Asia. 

Ketahanan Terhadap Tantangan Fisik Dan Kimia
1. Suhu: Di lingkungan, virus PRRS mati oleh panas, pengeringan, dan pH rendah. Virus bertahan terbaik dalam dingin, lingkungan yang lembab, dan hampir tanpa batas ketika membeku. Virus PRRS tetap menular selama 1 sampai 6 hari pada 68 º F (20 º C), 3 - 24 jam pada 98 º F (36,7 º C) dan 6 sampai 20 menit pada 132 º F (55,56 ºC). Kemampuan virus untuk bertahan hidup di suhu dingin sebagian dapat menjelaskan me ngapa virus ini tampaknya akan lebih mudah menular di musim dingin di cuaca dingin. 

2. pH: Virus PRRS stabil pada pH 6,5-7,5 tetapi infektivitas cepat hilang pada pH di bawah 6 dan di atas 7,5. 

3. Bahan kimia /Desinfektan: Prosedur pembersihan normal dengan desinfeksi dan pengeringan akan membunuh virus. Virus PRRS rentan terhadap semua desinfektan yang umum digunakan termasuk chlorhexidine, formaldehida, klorin, yodofor, natrium hidroksida, senyawa surfaktan, dan fenolat.

4. Ketahanan hidup: Jika kondisi benar (sekitar  4 º C, pH 7,5) virus dapat bertahan hidup dari hari ke minggu. Namun, sangat rentan terhadap kondisi buruk, terutama pengeringan, dan akan mati dalam beberapa jam sewaktu kondisi berubah dari optimal. Dalam keadaan biasa pada fomites /material terkait babi (plastik, baja, kayu, jerami, pakaian, bubur dll) pada suhu lingkungan yang normal (25 – 27 º C) virus PRRS bertahan kurang sehari tetapi dapat bertahan hidup di air sampai 11 hari. 

DIAGNOSA

Gejala
Gejala Klinis pada Babi betina dan anak babi:
Infeksi PRRSV dapat menyebabkan kerusakan parah pada alat reproduksi: beranak prematur; lahir mati atau mumifikasi babi; lemah, babi dengan PRRSV-positif (50% meninggal segera setelah lahir); untukawin tertunda kembali.

Selain kegagalan reproduksi, babi betina dapat menunjukkan gejala: Anorexia; demam; kelesuan; pneumonia; susah menyusui; perubahan warna merah /biru telinga dan vulva; edema subkutan, edema kaki belakang; tertunda kembali berahi setelah sapih; dalam kasus yang jarang bisa terjadi kematian.

Gejala klinis babi neonatal:
Babi neonatal dapat menampilkan berbagai tanda-tanda klinis. Yang paling khas adalah dyspnea, takipnea dan kematian.

Gejala klinis pada babi grower dan babi siap potong:
Infeksi virus PRRS tunggal sering subklinis. Meskipun demikian secara tidak langsung bertanggung jawab atas kerugian ekonomi yang besar dalam ternak babi potong karena peran utama multi factor akibat Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC).

Jika tanda-tanda klinis teramati, biasanya bentuk pernafasan: Demam; bersin; hiperpnea; dyspnea; batuk; pneumonia; letargi; edema periokular; leleran hidung dan mata.

Lesi
Temuan post-mortem: Tidak ada lesi spesifik terjadi pada babi betina, janin abortan atau mumi janin. Lesi lebih jelas pada anak babi dari pada babi yang lebih tua, termasuk: pneumonitis interstisial, pengabunga paru paru, broncho pneumonia, chemosis, cairan di perut, dada dan ruang perikardial, limfadenopati, sianosis pada kulit. 

Diagnosa Banding
Di lapangan, dugaan PRRS didasarkan pada tanda-tanda klinis kegagalan reproduksi dan tingginya tingkat kematian babi neonatal. Analisis dari catatan di peternakan akan memberikan informasi yang berguna.

Penyakit berikut harus dipertimbangkan dalam diagnosis banding PRRS:

Penyakit Reproduksi: Classical swine fever; African swine fever; Leptospirosis; Porcine parvovirus; Porcine enterovirus; Haemagglutinating encephalomyelitis virus; Aujeszky’s disease.

Penyakit Pernapasan dan Postweaning: Swine influenza; Enzootic pneumonia; Proliferative dan necrotising pneumonia; Infeksi Haemophilus parasuis; Virus Haemagglutinating encephalomyelitis; Porcine respiratory coronavirus; Syncitial pneumonia dan myocarditis; Porcine circovirus-associated disease; Infeksi virus Nipah 

Diagnosa Laboratorium

Sampel:
Spesimen yang dibutuhkan untuk isolasi virus dan RT-PCR: whole blood (EDTA) dan juga serum, paru-paru, saluran pernapasan, limpa dan tonsil hewan yang terkena. Sampel dari mumi atau anak abortan sepertinya tidak menghasilkan virus, tetapi masih dapat berguna untuk RT-PCR.
Untuk tes antibodi (serologi): Serum sejumlah 20 atau lebih dari hewan yang terpajan dalam kawanan.

Spesimen sebaiknya didinginkan dan dikirim tidak beku pada es atau dengan gel pack beku. 

Identifikasi Agen Penyakit:
isolasi virus: Buffy coat, serum, paru-paru, kelenjar getah bening, limpa dan tonsil adalah spesimen pilihan. Virus bereplikasi dengan baik pada makrofag alveoli paru babi dan beberapa strain terutama dari genotipe 2, pada Marc-145 sel. Efek sitopatik yang jelas dalam 1 - 4 hari. Untuk sensitifitas maksimum perform dua pasage 7-hari.

RT-PCR: Whole blood (EDTA), buffy coat dan homogenat dari jaringan seperti di atas adalah yang terbaik. Pada saat ini, tidak ada PCR sepenuhnya tervalidasi yang yang diterima secara internasional.

Tes /Uji Serologi:
IgM dapat terdeteksi dalam waktu 7 hari dari infeksi dan IgG dapat dideteksi dalam waktu 14 hari. Titer antibodi humoral tercapai maksimum sekitar 5 - 6 minggu setelah infeksi. Antibodi dapat dideteksi dengan ELISA dan dengan pewarnaan tidak langsung indirect staining of pre-prepared monolayers dari sel yang terinfeksi (IPMA dan IFA). Tingkat antibodi bisa turun cukup cepat tanpa adanya virus yang beredar. 

PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN

Pencegahan Dengan Sanitasi
Pencegahan masuknya PRRSV ke dalam kawanan:
Protokol /tata cara biosekuriti untuk mengurangi risiko masuknya virus PRRS ke peternakan dan di antara kawanan ternak termasuk karantina dan pengujian terhadap bibit babi yang masuk, penggunaan semen dari pusat Inseminasi buatan yang negatif PRRSV, sanitasi yang tepat dari kendaraan transportasi menggunakan desinfektan dan periode pengeringan, pelaksanaan strategi untuk personil /kendaraan /barang masuk ke luar dan antar peternakan, pengelolaan jarum, dan metode pengendalian serangga. Selain itu, bukti terbaru menunjukkan bahwa penerapan sistem filtrasi udara secara signifikan dapat mengurangi risiko PRRSV masuk melalui bio-aerosol ke peternakan yang terletak di daerah padat babi.

Pencegahan masuknya virus PRRS ke dalam suatu negara:
Cara utama masuknya PRRSV ke negara-negara yang sebelumnya bebas tidak diragukan lagi melalui pergerakan babi. Impor semen /sperma babi juga telah memainkan peran, dalam beberapa kasus. Sementara itu ada risiko teoritis yang ditimbulkan oleh daging babi segar, namun belum ada kasus terdokumentasikan.

Sejak pergerakan produk (babi) adalah kejadian biasa, bahkan ke negara-negara yang tetap bebas, risiko ini dianggap kecil, asalkan bahaya paparan pada populasi babi dari negara pengimpor diperbaiki. Hal ini dapat dicapai dengan melarang atau memastikan bahwa babi daging tidak termasuk di dalamnya. Risiko yang ditimbulkan oleh virus vaksin tidak boleh dilupakan, karena ada fakta tercatat bahwa virus kembali ke bentuk yang lebih ganas di antara itu.

Tata cara lokal, untuk mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh babi hidup dan air mani. Untuk babi hidup, ini meliputi sumber dari peternakan bersertifikat bebas dari infeksi, penggunaan periode karantina dan monitorting secara serologi dan virologi, baik pra-dan pasca-impor. Untuk semen, RT-PCR telah terbukti sebagai alat yang berguna dalam mengidentifikasi adanya virus dalam batch semen /sperma, tapi perawatan harus dilakukan untuk memastikan bahwa setiap pemakaian cocok dengan uji dimaksud.

Perbatasan negara adalah jelas merupakan bentuk garis pertahanan pertama. Perpindahan babi ilegal seharusnya selalu dicegah. Bila babi hutan mungkin ada, langkah langkah seharusnya diambil untuk memastikan populasi babi ternakan terlindungi dari kontak. Pelabuhan dan bandara juga dapat merupakan jalan yang potensial untuk mengintroduksi, melalui sampah akhir, dalam kasus pelabuhan adanya penjualan ilegal babi atau daging babi yang diangkut di atas alat angkut. 

Pencegahan Dan Pengobatan Secara Medis
Saat ini, tidak ada program pengobatan yang efektif untuk PRRS akut. Upaya untuk mengurangi demam menggunakan NSAIDș (aspirin) atau stimulan nafsu makan (vitamin B) tampaknya memiliki manfaat sedikit saja. Penggunaan antibiotik atau bacterins autogenous untuk mengurangi efek dari bakteri patogen oportunistik juga telah dilaporkan namun hasilnya tidak jelas. 

Pengendalian dan pemberantasan:
Untuk mengendalikan dan akhirnya menghilangkan virus PRRS, hal penting yang memungkinkan untuk langgengnya peredaran virus PRRS dalam kawanan ternak harus dibenahi termasuk eksistensinya isolate beragam secara genetis, keberadaan dari subpopulasi pembibitan kawanan ternak, dan manajemen yang tidak tepat dari pemasukan babi bakalan pengganti. Langkah-langkah pengendalian saat ini meliputi penggunaan vaksin, pengelolaan pemasukan babi bakalan pengganti dan implementasi tatacara biosekuriti divalidasi untuk mengurangi risiko virus PRRS menyebar di dalam dan di antara kawanan ternak. Metode eliminasi virus dari ternak endemik yang terinfeksi meliputi seluruh kawanan ternak depopulasi /repopulasi, uji, penghapusan dan pengafkiran kawanan ternak. 

***Penulis: drh. Goyono Trisnadi – dari berbagai sumber

English Version

PORCINE REPRODUCTIVE RESPIRATORY SYNDROME

Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRS) is a viral disease characterized by two overlapping clinical presentations, reproductive impairment or failure in breeding animals, and respiratory disease in pigs of any age.

Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome is pandemic in pigs. The syndrome causes significant losses in the pig industry due to reproductive disorders and growth retardation. Initially, several names were used to refer to this disease: Mystery Swine Disease; Blue Ear Disease Porcine Endemic Abortion and Respiratory Syndrome (PEARS); Swine Infertility; Respiratory Syndrome (SIRS) 

EPIDEMIOLOGY

Occurence
PRRS was first recognised in North America in the mid to late 1980s and spread rapidly throughout the world. In Europe, a similar disease caused by a distinct genotype of the virus also spread rapidly in that region during 1990–92. The disease is now present throughout the world, with the exception of Australia, New Zealand, Finland, Norway, Sweden, and Switzerland.

List of countries by disease situation, Disease (Porcine reproductive respiratory syndrome) never occurred (reported in 2013 - 2014): Afghanistan, Algeria, Angola, Argentina, Australia, Bahrain, Bangladesh, Barbados, Belize, Brazil, Brunei Darussalam, Bulgaria, Central African Republic, Cuba, Djibouti, Ecuador, El Salvador, Equatorial Guinea, Ethiopia, Falkland Islands (Malvinas), Finland, French Guiana, Gabon, Georgia, Greenland, Guyana, Haiti, Iceland, Iran, Israel, Jamaica, Jordan, Kiribati, Kuwait, Lebanon, Libya, Madagascar, Maldives, Mali, Mauritania, Mauritius, Micronesia (Federated States), Namibia , Nepal, New Caledonia, New Zealand, Norway, Oman, Paraguay, Qatar, Reunion (France) Samoa, San Marino, Sao Tome and Principe, Saudi Arabia, Singapore, St. Vincent and the Grenadines, Sudan, Suriname, Togo, Trinidad and Tobago, United Arab Emirates, Uruguay, Vanuatu, Yemen, Zimbabwe.

Disease absent during the report period (to oie 2013 - 2014): Andorra, Armenia, Azerbaijan, Belgium 06/2013 (Date of last occurrence), Bosnia and Herzegovina 02/2009 (date last occurerrence), Egypt, Eritrea, Estonia, Fiji, Ghana, Greece, Grenada1986 (date last occurrence), Kenya Korea (Dem. People's Rep.), Kyrgyzstan, Liechtenstein, Lithuania, Malawi, Malaysia, Malta, Moldova, Mongolia 06/2012 (date last occurrence), Montenegro, Mozambique, Niger, Portugal, Serbia, Leone, Slovenia, Somalia, South Africa, Lanka, Sweden, Syria, Tunisia, Ukraine 11/2009 (date last occurrence), Venezuela 12/2007 (date last occurrence in domestic animal) and 12/2012 (date last occurrence in wild animal).

Infection present (with no clinical disease): Bolivia Jul - Dec, 2013  , Croatia Jul - Dec, 2013, Czech Republic Jan - Jun, 2014, Denmark Jul - Dec, 2013 , French Polynesia Jul - Dec, 2013, Guatemala Jul - Dec, 2013, Latvia Jul - Dec, 2013, Poland Jan - Jun, 2014    .

Infection, Demonstrated clinical disease: Canada Jan - Jun, 2014, Chinese Taipei Jul - Dec, 2013, Colombia Jan - Jun, 2014, Costa Rica Jan - Jun, 2014, Cyprus Jan - Jun, 2013, Dominican Republic Jul - Dec, 2013, France, Jul - Dec, 2013, Hong Kong (SAR - PRC), Jan - Jun, 2014, Japan Jul - Dec, 2013, Korea (Rep. of) Jan - Jun, 2013, Netherlands Jan - Jun, 2014, Philippines Jan - Jun, 2013, Switzerland Jan - Jun, 2014, Thailand Jul - Dec, 2013, United Kingdom Jul - Dec, 2013, United States of America Jan - Jun, 2014, China (People's Rep. of), Jul - Dec, 2013, Russia Jul - Dec, 2013, Spain Jul - Dec, 2013.

Disease restricted to certain zone(s) / region(s) of the country: Chile Jul - Dec, 2013, Hungary, Jan - Jun, 2014, India Jul - Dec, 2013, Mexico Jul - Dec, 2013.

Hosts
The pig (Sus scrofa), whether domestic or feral, is the only species known to be naturally susceptible to this disease. Other species of wild pig and members of family Suidae may be susceptible.
Transmission
Direct routes of transmission: PRRS virus (PRRSV) is easily spread following direct contact and virus can be detected in saliva, urine, milk, colostrum, and faeces of infected animals. Transmission by semen can also occur, both via natural service and artificial insemination.

Indirect routes of transmission: Mechanical transport and transmission has been reported via contaminated needles, fomites (boots and coveralls), farm personnel (hands), transport vehicles (contaminated trailers), and insects (houseflies and mosquitoes). Airborne spread of the virus has been experimentally documented out to 120m under specific meteorological conditions, i.e. prevailing winds.

PRRSV can spread rapidly through intensive pig-rearing regions. Significant risk factors for spread between farms include proximity to infected neighbouring herds, purchase of animals from herds incubating infection, and the purchase of semen from boars at PRRS-infected AI centres.

Sources of agent
The sources of infection: infected pigs; infected semen; indirect spread (trucks, boots, clothing etc.).
AETIOLOGY

Classification Of The Causative Agent
The aetiological agent of PRRS is an RNA virus of the order Nidovirales, family Arteriviridae, genus Arterivirus. There are two related but antigenically and genetically distinguishable strains: genotype 1, with the prototype Lelystad virus representing the viruses predominating in Europe and genotype 2, represented by VR 2332, the prototype of strains originally mostly found in North America. A variant of genotype 2 is the cause of severe disease in Asia.

Resistance To Physical And Chemical Action
1. Temperature: In the environment, PRRS virus is inactivated by heat, drying, and low pH. The virus survives best in cold, moist environments, and almost indefinitely when frozen. PRRS virus remains infectious for 1 to 6 days at 68° F, 3 to 24 hours at 98° F and 6 to 20 minutes at 132° F. The ability of the virus to survive in cold temperatures may partially explain why the virus seems to be more easily transmitted in winter months in cold climates.

2. pH: The PRRS virus is stable at pH 6.5 to 7.5 but infectivity is rapidly lost at pH below 6 and above 7.5. 

3. Chemicals /Disinfectants: Thus, normal clean-up procedures with disinfection and drying will kill the virus. The PRRS virus is susceptible to all the commonly used disinfectants including chlorhexidine, formaldehyde, chlorine, iodophors, sodium hydroxide, quaternary ammonium compounds, and the phenolics.

4. Survival: If conditions are right (about 4oC, pH 7.5) the virus can survive from days to weeks. However, it is very susceptible to adverse conditions, especially drying, and will die off within hours as conditions change from optimum. On the usual pig-associated fomites (plastic, steel, wood, straw, clothing, slurry etc.) at normal environmental temperatures (25-27oC) PRRS virus survives less that a day but it can survive in water for up to 11 days.

DIAGNOSIS

Signs
Sows and piglets Clinical signs:
PRRSV infection can cause severe reproductive damage: Premature farrowings;             stillborn or mummified piglets; weak PRRSV-positive piglets (50% die soon after birth); delayed return to service.

In addition to reproductive failure, sows and gilts may show: Anorexia; fever; lethargy; pneumonia; agalactica; red/blue discolouration of the ears and vulva; subcutaneous and hind limb oedema; delayed return to oestrus after weaning; in rare cases death.

Neonatal piglets Clinical sign:
Neonatal piglets can display a variety of clinical signs. The most characteristic are dyspnea, tachypnea and death.

Growers and finishing pigs clinical sign:
PRRSV infection alone is often subclinical. It is however indirectly responsible for huge economic losses in finishing herds due to its major role in the multifactorial Porcine Respiratory Disease Complex (PRDC).

If clinical signs are present, they are usually respiratory: Fever; sneezing; hyperpnea; dyspnea; coughing; pneumonia; lethargy; periocular edema; oculonasal discharge.

Lesions
Post-mortem findings: No specific lesions occur in sows, aborted or mummified foetuses. Lesions are more evident on piglets than older pigs and include: Interstitial pneumonitis with consolidation of the lungs and broncho-pneumonia evidences, Chemosis, Clear fluid in the abdomen, thoracic and pericardial space, Lymphadenopathy, Cyanosis of skin.

Differential Diagnosis
In the field, suspicion of PRRS is based on clinical signs of reproductive failure and high levels of neonatal mortality. Analysis of farm records will provide helpful information.

The following diseases should be considered within the differential diagnosis of PRRS:

Reproductive disease: Classical swine fever; African swine fever; Leptospirosis; Porcine parvovirus; Porcine enterovirus; Haemagglutinating encephalomyelitis virus; Aujeszky’s disease.

Respiratory and postweaning disease: Swine influenza; Enzootic pneumonia; Proliferative and necrotising pneumonia; Haemophilus parasuis infection; Haemagglutinating encephalomyelitis virus; Porcine respiratory coronavirus; Syncitial pneumonia and myocarditis; Porcine circovirus-associated disease; Nipah virus infection.

Laboratory Diagnosis
Samples:
Specimens required: For virus isolation and RT-PCR  — whole blood (EDTA) and also serum, lung, respiratory tract, spleen and tonsils of affected animals. Samples from mummified or aborted litters are unlikely to yield virus, but can still be useful for RT-PCR.

For antibody testing (serology)  — serum from up to 20 exposed animals in the herd.
Specimens should be chilled and forwarded unfrozen on water ice or with frozen gel packs.
 
Identification Test Of The Agent:

Virus isolation
Buffy coat, serum, lung, lymph nodes, spleen and tonsils are the specimens of choice. The virus replicates well on swine pulmonary alveolar macrophages and some strains, particularly those of genotype 2, on Marc 145 cells. Cytopathic effects are evident in 1–4 days. Perform two 7-day passages for maximum sensitivity.

RT-PCR
Whole blood (EDTA), buffy coat and clarified homogenates of the above tissues are best. At this time, there is no fully validated PCR that has international acceptability.

Serological Tests:
IgM can be detected within 7 days of infection and IgG can be detected within 14 days. Humoral antibody titres reach a maximum about 5–6 weeks after infection. Antibody can be detected by ELISA and by the indirect staining of pre-prepared monolayers of infected cells (IPMA and IFA). Antibody levels can drop quite quickly in the absence of circulating virus.

PREVENTION AND CONTROL

Sanitary Prophylaxis
Prevention of introduction into a herd:
Biosecurity protocols to reduce the risk of PRRSV entry into farms and between herds include the quarantine and testing of incoming breeding stock, use of semen from PRRSV-naïve AI centres, proper sanitation of transport vehicles using validated disinfectants and drying periods, implementation of strategies for personnel/fomite entry into and between farms, proper management of needles, and methods of insect control. In addition, recent evidence suggests that the application of filtration systems to the air inlets may significantly reduce the risk of PRRSV entry via bio-aerosols into farms located in swine dense regions.

Prevention of introduction into a country:
The main way in which PRRSV has been introduced into previously free countries is undoubtedly via pig movements. The importation of semen has also played a part, in some cases. Whilst there is a theoretical risk posed by fresh meat, there has been no documented case of such. Since the movement of such products is a regular occurrence, even to those countries which remain free, this risk is considered small, provided the hazard of exposure to the pig population of the importing country is ameliorated. This can be achieved by banning swill feeding and/or ensuring that pig-meat is not included therein. The risk posed by vaccinal virus should not be forgotten, since there is documented evidence of circulation and reversion to more virulent form among such.

Protocols are in place, to reduce the risk posed by live pigs and semen. For live pigs, these include sourcing from farms certified free of infection, use of quarantine periods and serological and virological monitoring, both pre- and post-import. For semen, RT-PCR has proved a useful tool in demonstrating absence of virus in semen batches, but care should be taken to ensure that any extender is compatible with such tests. 
The borders of a country obviously form the first line of any defence. Illegal pig movements should always be prevented. Where wild pigs may be present, steps should be taken to ensure domestic populations are protected from contact. Ports and airports may also provide a potential avenue for introduction, via galley waste and, in the case of ports, the illegal sale of pigs or pigmeat transported on board.

Medical Prophylaxis
Currently, there are no effective treatment programs for acute PRRS. Attempts to reduce fever using NSAIDs (aspirin) or appetite stimulants (B vitamins) appear to have minimal benefit. The use of antibiotics or autogenous bacterins to reduce the effects of opportunistic bacterial pathogens has also been reported; however, results have been mixed.

Control and eradication:
In order to control and eventually eliminate PRRSV, critical issues that allow for maintained circulation of PRRSV within herds must be addressed including the co-existence of genetically diverse isolates, the existence of naïve breeding herd sub-populations, and improper management of gilt replacement pools. Current control measures include the use of vaccines, the management of incoming replacement gilts and implementation of biosecurity protocols validated to reduce the risk of PRRSV spread within and between herds. Methods of eliminating virus from endemically infected herds include whole herd depopulation/repopulation, test and removal and herd closure.

*** By: Giyono Trisnadi, DVM - From Many References.

Tidak ada komentar:

PENTING UNTUK PETERNAKAN: